Apa jadinya jika Nazi Jerman dibawah Pimpinan Adolf Hitler tidak menyerbu daratan Eropa sejak tahun 1939 yang memicu terjadinya perang Dunia II. Juga apa jadinya jika Jepang tidak menyerbu Pangkalan Angkatan Laut (AL) Amerika di Pearl Harbor tanggal 7 Desember 1941 yang menjadi pintu masuk Amerika Serikat terlibat perang dunia II.
Bisa jadi plot sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia tidak akan berpusar di bulan Agustus tahun 1945. Dimana Belanda masih akan terus menjajah Indonesia, karena Nazi Jerman tidak melakukan penyerbuan ke negara tersebut di tahun 1940. Demikian pula tidak ada perang sengit yang melibatkan Jepang dengan Sekutu (Amerika) di wilayah Asia Pasifik, termasuk di Indonesia saat Jepang mulai menjajah tahun 1942.
Selama Perang Dunia II, Nazi Jerman menyerbu wilayah Eropa lewat Operasi Blitzkrieg atau Perang Kilat mencakup pengerahan pesawat terbang, tank dan artileri secara besar besaran. Dengan operasi tersebut Jerman menaklukkan Polandia September 1939. Menyusul Denmark April 1940, Norwegia April 1940, Belgia Mei 1940, Belanda Mei 1940, Luksemburg Mei 1940, Perancis Mei 1940, Yugoslavia April 1941, dan Yunani April 1941. Namun negara Inggris Raya tidak berhasil diserbu oleh Nazi Jerman.
Bayangkan Belanda menjajah Indonesia selama ratusan tahun. Namun diserbu dan diduduki oleh Jerman hanya dalam waktu lima hari tanggal 10 Mei 1940. Akibat serbuan tersebut, Ratu Wihelmina harus mengungsi ke Negara Inggris dan Jerman menduduki Belanda selama lima tahun sejak 1940 -1945. Dalam penguasaan Jerman, Belanda tidak berdaya, termasuk kehilangan jajahan di Indonesia.
Momentum tersebut dimanfaatkan oleh Jepang untuk masuk ke Indonesia tahun 1942 dibawah Pimpinan Jenderal Imamura. Kedatangan Jepang mematahkan kekuasaan Belanda di Indonesia tanpa perlawanan dan  menduduki ibukota Batavia (Jakarta) pada 5 Maret 1942. Dan pada tanggal 9 Maret 1942 seluruh pasukan Belanda menyerah. Masuknya Jepang menjadi babak baru penjajahan negeri Matahari Terbit tersebut di Indonesia selama 3,5 tahun.
Kekalahan Jerman di tahun 1945 tidak lepas dari serbuan bergelombang pasukan gabungan Uni Soviet dari Front Timur dan Sekutu (Amerika dan Inggris) dari Front Barat, membuat Jerman menyerah total tahun 1945. Serangan Uni Soviet dan Sekutu terhadap Jerman dikenal dengan sebutan Battle of Berlin membuat Adolf Hitler tewas bunuh diri. Nazi Jerman takluk dan resmi menyerah tanggal 7 Juni 1945. Kekalahan Jerman mengakhiri pendudukan di daratan Eropa, termasuk Negara Belanda yang duduki selama lima tahun.Â
Keterlibatan Uni Soviet  dalam perang melawan Jerman, tidak lepas dari keinginan Hitler untuk menguasai Uni Soviet di tahun 1941 lewat Operasi Barbarosa. Sebuah operasi yang melibatkan pasukan dan peralatan tempur besar besaran. Walaupun tidak berhasil menguasai negara tersebut, namun banyak korban jiwa di pihak Uni Soviet yang menimbulkan dendam untuk membalas.
Dalam perang dunia II Jerman membangun poros bersama dengan Italia dan Jepang untuk tidak saling menyerang. Kesepakatan yang sama juga sebenarnya dibangun bersama Uni Soviet yang dikenal dengan Pakta Molotov-Ribbentrop, tanggal 23 Agustus 1939. Namun ternyata Jerman sendiri yang menghianati kesepakatan tersebut.
Amerika sendiri merasa perlu mengalahkan Jerman terlebih dahulu sebelum Jepang, karena kekuatiran Jerman akan melanjutkan invasinya ke Amerika setelah menguasai daratan Eropa. Hal itu tidak lepas dari adanya pengumuman perang dari Adolf Hitler terhadap Amerika tepatnya pada 11 Desember 1941. Untuk melemahkan sekutu Amerika di Eropa yakni Inggris, Jerman menggelar Operasi Sea Lion atau Singa Laut ke Inggris tahun 1940. Namun operasi tersebut tidak berhasil, karena kegigihan Inggris mempertahankan wilayahnya.
Adapun Jepang harus takluk dalam perang di wilayah Asia Pasifik lewat andil Panglima Perang Sekutu Jenderal Douglas Mac Arthur. Sang Jenderal terkenal dengan strategi perangnya bernama Leapfrog atau Lompat Katak, untuk mengalahkan Jepang dalam perang dunia II. Jejak Operasi Lompat Katak Jenderal Mac Arthur di Asia Tenggara dimulai dari Indonesia tahun 1944, selanjutnya ke Filipina dan ke Jepang. Â
Tindakan Jepang terhadap Amerika karena menyerbu Pearl Harbor di tahun 1941, dibayar mahal dengan dijatuhkannya bom Atom di Nagasaki dan Hiroshima oleh Sekutu pada bulan Agustus 1945. Jepang tak berdaya, kekalahan beruntun dalam perang di darat, laut dan udara membuat negara tersebut akhirnya menyerah.
Secara umum Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945 saat Kaisar Jepang Hirohito memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun penandatanganan  dokumen penyerahan secara resmi dilakukan tanggal 2 September 1945 di atas kapal USS Missouri di perairan Teluk Tokyo, melibatkan Perwakilan dari pihak Sekutu dan Jepang.
Momentum menyerahnya Jepang kepada Sekutu tanggal 15 Agustus  1945 itulah yang dimanfaatkan oleh golongan pemuda Indonesia dengan menculik dua tokoh bangsa Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945 untuk segera memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia. Ini langkah berani dari para pemuda, mengingat Jepang masih berkuasa di Indonesia.
Namun waktu yang sempit serta situasi yang menguntungkan setelah pengumuman menyerahnya Jepang atas Sekutu, membuat golongan pemuda bersikeras kemerdekaan harus dilakukan secepatnya. Adapun golongan pemuda yang melakukan penculikan tersebut yakni Soekarni, Wikana, Jusuf Kunto, Chaerul Saleh, Shodanco Singgih, Djohar Nur, Sayuti Melik dan lainnya. "Sekarang bung, malam ini juga kita kobarkan revolusi," demikian desakan golongan pemuda di tanggal 16 Agustus 1945.
Selanjutnya seperti alur sejarah yang kita ketahui. Setelah perdebatan sengit yang dilakukan dengan golongan pemuda dengan Bung Karno serta Bung Hatta, akhirnya tercapai kesepakatan agar Proklamasi kemerdekaan segera dilakukan. Tepat pukul 10.00 WIB tanggal 17 Agustus 1945 bertempat di jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta, Soekarno membacakan teks proklamasi yang sudah disusun. Proklamasi Kemerdekaan menjadi momentum bersejarah Indonesia sebagai negara Merdeka.
Keterlibatan golongan pemuda dalam prosesi Kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 tidak lepas dari kejelian dan kecerdasan dalam membaca situasi geopolitik global dalam perang dunia II. Keberadaan media elektronik berupa radio di masa revolusi tersebut, dimanfaatkan secara baik untuk memonitor perkembangan global, termasuk detik-detik Jepang menyerah kepada sekutu.
Dapat dibayangkan jika golongan pemuda saat itu kehilangan monitor terhadap perkembangan global dan tidak bergerak cepat mendesak proklamasi segera disuarakan, bisa jadi kemerdekaan Indonesia akan mengikuti skema yang sudah disiapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Soekarno dan Wakilnya Mohammad Hatta.
Dalam buku Bung Karno The Founding Father menyebutkan, Soekarno dan Hatta menginginkan supaya Proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan melalui PPKI saja. Namun golongan pemuda justru menginginkan sebaliknya. Menurut pemuda, PPKI tak lain adalah sebuah Badan yang didirikan oleh Jepang. Dimana Kemerdekaan harus dilepaskan dari ikatan serta janji dari pihak Jepang.
Namun Soekarno menolak pendapat tersebut, karena ia merasa bertanggungjawab sebagai Ketua PPKI. Sukarno dan Hatta menghendaki Kemerdekaan dilakukan dengan mempertimbangkan situasional, mengingat kekuatan Jepang yang masih ada di Indonesia. Inilah perdebatan sengit yang sempat terjadi dalam situasi genting tersebut.
Golongan Pemuda menyampaikan kepada Soekarno dan Hata, "Apakah kita harus menunggu kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah. Walaupun Jepang telah menyerah dalam perang sucinya. Mengapa bukan rakyat sendiri yang memproklamirkan kemerdekaannya? Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri sebagai suatu bangsa?
Soekarno menjawab kepada pemuda, "Kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total antara Jepang. Coba apa yang kau bisa berikan kepada saya? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu. Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang dan sekutu. Coba bayangkan bagaimana kita akan tegak dalam kekuatan sendiri."
Dalam buku Soekarno, Biografi Politik menyebutkan, beberapa waktu setelah kedatangan Jepang ke Jakarta, Sukarno menyempatkan bertemu dengan Jenderal Imamura di Istana yang dulu ditempati Gubernur Jenderal Belanda. Sukarno mempertanyakan masa depan negara Indonesia kepada Imamura. Namun Imamura menjawab bahwa dirinya hanyalah seorang Panglima Balatentara, sementara penyerahan kemerdekaan Indonesia masuk dalam kompetensi Imperator (Pemerintah) Jepang.
Pada bulan November 1943 Soekarno, Moh Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo diundang ke Tokyo atas nama bangsa Indonesia untuk mengucapkan terima kasih kepada pihak Imperator, atas diberikannya kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam Pemerintah negara. Kunjungan ini berlangsung selama dua minggu, termasuk perjalanan keliling Jepang dan bertemu dengan pihak Imperator.
Tanggal 17 Juni 1945 Jepang secara resmi mengumumkan bahwa pada bulan September Indonesia sudah akan merdeka. Tujuannya untuk bisa bergabung dalam peperangan mempertahankan Asia Timur Raya. Selanjutnya pada tanggal 6 Agustus 1945 tanpa memberikan suatu alasan, Panglima Balatentara Jepang di Asia Tenggara Marshal Terauchi mengundang Soekarno, Moh Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat untuk datang ke Dalat pinggiran Saigon Vietnam. Dimana Panglima menyatakan Pemerintah Dai Nippon menyerahkan proses kemerdekaan rakyat Indonesia ke tangan mereka.
Pada akhirnya Soekarno menyadari Jepang berusaha menggunakan Bangsa Indonesia untuk kepentingan mereka semata. Namun karena kegigihan seluruh rakyat bersama para tokoh bangsa, segala upaya terus dilakukan  untuk mencapai kemerdekaan. Baik lewat jalur diplomasi, serta revolusi sebagaimana yang dikehendaki golongan pemuda yang melihat ada peluang untuk segera merdeka, setelah Jepang menyerah kepada Sekutu.
Begitulah kilas balik sejarah, bagaimana Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya 77 tahun yang lalu. Bahwa kemerdekaan diperoleh dengan pengorbanan nyawa, darah, keringat, pikiran dan air mata para pahlawan dan kusuma bangsa yang sudah gugur mendahului kita dalam merebut kemerdekaan. Kemerdekaan juga bisa terjadi karena fenomena geopolitik global yang turut mempengaruhi berakhirnya perang dunia II yang ditandai dengan kekalahan di pihak Jerman dan Jepang. Â Â
Sebuah pelajaran penting dari alur sejarah diatas adalah, ambisi melakukan penjajahan (Kolonialisme) pada negara lain pada waktunya akan berakhir secara tragis. Tak ada yang abadi dari sebuah penjajahan. Sebaliknya penjajahan hanya membawa kehancuran bagi peradaban manusia. Belanda yang ratusan tahun menjajah Indonesia, harus takluk  dalam serangan lima hari oleh Nazi Jerman.
Demikian pula Jepang yang ingin menguasai wilayah Asia Timur Raya menyerah setelah didahului dengan kehancuran negaranya oleh bom atom. Demikian pula Jerman yang menguasai daratan Eropa secara kejam, juga harus hancur lebur dalam serangan bergelombang Uni Soviet dan Sekutu, dari dua front berbeda. Â
Soal dampak kolonialisme (Imperialisme) sudah disampaikan jauh jauh hari oleh Soekarno pada Pledoi dihadapan sidang pengadilan Kolonial di Bandung 18 Agustus 1930 yang terkenal dengan Indonesia Menggugat. Dimana Soekarno mengatakan, imperialisme bukan saja sistem atau nafsu menaklukan negeri dan bangsa lain, tapi imperialisme juga hanya nafsu atau sistem mempengaruhi ekonomi negeri dan bangsa lain.
Dihadapan para Hakim yang mengadilinya Soekarno mengatakan, tidak ada satu rakyat negeri jajahan yang tidak ingin merdeka. Tidak ada satu rakyat jajahan yang tak mengharapkan datangnya hari kebebasan. Kemerdekaan adalah syarat yang amat penting bagi kesempurnaan rumah tangga tiap tiap bangsa. Baik bangsa timur maupun bangsa barat. Baik bangsa kulit berwarna maupun bangsa kulit putih.
Kemerdekaan RI ke 77 yang kita peringati tanggal 17 Agustus 2022 ini menjadi momentum refleksi bagi generasi sekarang. Bahwa jika di tahun 1945 golongan pemuda bisa begitu cermat membaca geopolitik global dan mengambil sikap berani untuk kepentingan bangsa dan negara, maka hal yang sama harus juga  dilakukan oleh generasi sekarang.
Situasi global yang terjadi di era saat ini, harus juga bisa dicermati oleh generasi muda untuk selanjutnya turut memberi kontribusi signifikan bagi bangsa dan negara. Jika di masa revolusi dulu, golongan pemuda menjadi Pioneer (Pelopor) dalam merebut kemerdekaan, maka generasi sekarang harus bisa menjadi Pioneer dalam membangun peradaban kemerdekaan dengan hal hal yang bermanfaat. Â Â
Dirgahayu Republik Indonesia ke 77. Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H