Golongan Pemuda menyampaikan kepada Soekarno dan Hata, "Apakah kita harus menunggu kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah. Walaupun Jepang telah menyerah dalam perang sucinya. Mengapa bukan rakyat sendiri yang memproklamirkan kemerdekaannya? Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri sebagai suatu bangsa?
Soekarno menjawab kepada pemuda, "Kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total antara Jepang. Coba apa yang kau bisa berikan kepada saya? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu. Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang dan sekutu. Coba bayangkan bagaimana kita akan tegak dalam kekuatan sendiri."
Dalam buku Soekarno, Biografi Politik menyebutkan, beberapa waktu setelah kedatangan Jepang ke Jakarta, Sukarno menyempatkan bertemu dengan Jenderal Imamura di Istana yang dulu ditempati Gubernur Jenderal Belanda. Sukarno mempertanyakan masa depan negara Indonesia kepada Imamura. Namun Imamura menjawab bahwa dirinya hanyalah seorang Panglima Balatentara, sementara penyerahan kemerdekaan Indonesia masuk dalam kompetensi Imperator (Pemerintah) Jepang.
Pada bulan November 1943 Soekarno, Moh Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo diundang ke Tokyo atas nama bangsa Indonesia untuk mengucapkan terima kasih kepada pihak Imperator, atas diberikannya kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam Pemerintah negara. Kunjungan ini berlangsung selama dua minggu, termasuk perjalanan keliling Jepang dan bertemu dengan pihak Imperator.
Tanggal 17 Juni 1945 Jepang secara resmi mengumumkan bahwa pada bulan September Indonesia sudah akan merdeka. Tujuannya untuk bisa bergabung dalam peperangan mempertahankan Asia Timur Raya. Selanjutnya pada tanggal 6 Agustus 1945 tanpa memberikan suatu alasan, Panglima Balatentara Jepang di Asia Tenggara Marshal Terauchi mengundang Soekarno, Moh Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat untuk datang ke Dalat pinggiran Saigon Vietnam. Dimana Panglima menyatakan Pemerintah Dai Nippon menyerahkan proses kemerdekaan rakyat Indonesia ke tangan mereka.
Pada akhirnya Soekarno menyadari Jepang berusaha menggunakan Bangsa Indonesia untuk kepentingan mereka semata. Namun karena kegigihan seluruh rakyat bersama para tokoh bangsa, segala upaya terus dilakukan  untuk mencapai kemerdekaan. Baik lewat jalur diplomasi, serta revolusi sebagaimana yang dikehendaki golongan pemuda yang melihat ada peluang untuk segera merdeka, setelah Jepang menyerah kepada Sekutu.
Begitulah kilas balik sejarah, bagaimana Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya 77 tahun yang lalu. Bahwa kemerdekaan diperoleh dengan pengorbanan nyawa, darah, keringat, pikiran dan air mata para pahlawan dan kusuma bangsa yang sudah gugur mendahului kita dalam merebut kemerdekaan. Kemerdekaan juga bisa terjadi karena fenomena geopolitik global yang turut mempengaruhi berakhirnya perang dunia II yang ditandai dengan kekalahan di pihak Jerman dan Jepang. Â Â
Sebuah pelajaran penting dari alur sejarah diatas adalah, ambisi melakukan penjajahan (Kolonialisme) pada negara lain pada waktunya akan berakhir secara tragis. Tak ada yang abadi dari sebuah penjajahan. Sebaliknya penjajahan hanya membawa kehancuran bagi peradaban manusia. Belanda yang ratusan tahun menjajah Indonesia, harus takluk  dalam serangan lima hari oleh Nazi Jerman.
Demikian pula Jepang yang ingin menguasai wilayah Asia Timur Raya menyerah setelah didahului dengan kehancuran negaranya oleh bom atom. Demikian pula Jerman yang menguasai daratan Eropa secara kejam, juga harus hancur lebur dalam serangan bergelombang Uni Soviet dan Sekutu, dari dua front berbeda. Â
Soal dampak kolonialisme (Imperialisme) sudah disampaikan jauh jauh hari oleh Soekarno pada Pledoi dihadapan sidang pengadilan Kolonial di Bandung 18 Agustus 1930 yang terkenal dengan Indonesia Menggugat. Dimana Soekarno mengatakan, imperialisme bukan saja sistem atau nafsu menaklukan negeri dan bangsa lain, tapi imperialisme juga hanya nafsu atau sistem mempengaruhi ekonomi negeri dan bangsa lain.