Berada tepat di ruas jalan Tondano-Romboken Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara, Lokasi Benteng Moraya dikelilingi landscape Tondano yang eksotis.
Bagi yang baru pertama kali berkunjung ke situs Benteng Moraya, pasti mengira akan menjumpai Benteng yang lazim ditemui. Misalnya Benteng Rotterdam peninggalan Belanda di Makassar Sulawesi Selatan.
Karena persis di depan lokasi destinasi wisata tersebut, terpampang name market besar bertuliskan Benteng Moraya. Namun jangan salah menduga, Benteng yang dimaksud di sini adalah benteng pertahanan dari kayu berukuran besar yang tersisa dari perang Tondano sekitar tahun 1600-1800 yang melibatkan masyarakat Minahasa melawan Company Belanda.
Sejatinya di lokasi Benteng Moraya ada sejumlah spot yang bisa dilihat dan dikunjungi oleh pengunjung maupun wisatawan. Dari Pintu Gerbang akan menemui pilar-pilar berukuran besar.
Pilar-pilar tersebut berjejer enam di sebelah kiri dan enam lagi di sebelah kanan dengan ornamen yang menarasikan sejarah perjuangan masyarakat Minahasa saat perang Tondano.
Selanjutnya masih di bagian depan, ada menara yang diperkirakan setinggi 20-30 meter. Sayangnya menara tersebut saat ini belum bisa dinaiki karena ada tangga yang rusak.
Masuk ke bagian dalam, ada aula besar untuk tempat kegiatan atau atraksi seni budaya setempat. Kemudian ada bangunan amphiteater dimana pada dinding bangunan, tercantum nama nama masyarakat Minahasa yang terlibat perang heroik dimasa lalu. Diperkirakan ada ribuan nama tercantum di dinding tersebut.
Kemudian ada spot berupa kayu-kayu yang berdiri kokoh, dimana dulunya menjadi benteng pertahanan masyarakat Minahasa dalan perang Tondano. Saat perang Company Belanda menghancurkan benteng pertahanan dengan menggunakan senjata meriam.
Sisa-sisa kayu tersebut kemudian dikumpulkan dan disusun kembali, sebagai bukti sejarah kisah heroik masyarakat Minahasa dalam mempertahankan tanah air dari penjajahan Belanda.
Menurut salah seorang masyarakat adat Minahasa yang menggunakan pakaian adat perang Kabasaran yakni Glen, kayu tersebut adalah kayu pohon yang berasal dari sekitaran gunung di Tondano. Di mana pengambilan kayu dan membuat benteng dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat Minahasa.
Kayu-kayu tersebut disusun rapat dan dibuatkan scor untuk dipasangi rotan atau kayu agar ketahanan benteng lebih kokoh. Untuk membuktikan bahwa dulunya kayu tersebut berupa benteng pertahanan masih terdapat kayu pohon bekas dibuat scor penahan.
Menurut Glen, saat penyerangan oleh Belanda pada puncak perang di tahun 1809, dilakukan dari arah barat yakni arah Kampung Koya ke arah Kampung Minawanua atau kampung tua orang Minahasa. Makanya dikatakan Benteng Moraya yang artinya, ada pertumpahan darah antara masyarakat Minahasa melawan Belanda.
Dalam cerita singkat yang terpajang dihalaman Benteng Morata menyebutkan, perang Tondano dilakukan sebanyak empat kali yakni tahun 1661-1664, tahun 1681-1682, tahun 1707-1711 dan tahun 1807-1809. Adapun perlawanan terbesar dilakukan sejak tanggal 14 Januari 1807 hingga tanggal 5 Agustus 1809.
Disebutkan, diakui atau tidak perang yang dilakukan oleh masyarakat Minahasa merupakan perang modern yang pertama di Indonesia. Di mana penduduk pribumi Minahasa mengunakan senjata api berupa meriam dan senapan, serta senjata tradisional berupa tombak dan ranjau alami berupa tumbuhan rawa berduri, dalam perang sengit melawan Company Belanda.
Masih di bagian dalam lokasi benteng Moraya, terdapat Waruga atau kuburan tua orang Minahasa yang terbuat dari batu. Dulunya orang Minahasa yang meninggal tidak dikubur tapi ditempatkan dalam wadah yang terbuat dari batu tersebut dan ditutup dari atas. Waruga tersebut diperkirakan sudah ada di lokasi sebelum terjadinya perang Tondano yang kini menjadi lokasi Benteng Moraya.
Ada juga Jembatan Benteng setinggi kurang lebih 10-15 meter yang dibuat oleh Pemda Minahasa agar pengunjung atau wisatawan dapat melihat keseluruhan benteng dari ketinggian. Bisa juga untuk mengambil dokumentasi foto dengan latar belakang landscape Tondano yang eksotis.
Secara umum dari keseluruhan spot yang ada di Benteng Moraya, hanya dua spot yang bisa dikatakan sebagai spot sejarah. Yakni Kayu sisa Benteng dan Waruga. Selebihnya merupakan spot buatan untuk melengkapi keseluruhan spot di lokasi Benteng Moraya.
Karena lokasi benteng yang dikelilingi landscape Tondano yang eksotis berupa hamparan sawah, lembah dan pegunungan, maka direkomendasikan kepada wisatawan untuk menjadikan Benteng Moraya sebagai destinasi wisata yang layak dikunjungi di Sulawesi Utara.
Menariknya untuk berkunjung ke lokasi Benteng Moraya sama sekali tidak dikenakan tarif masuk. Pengunjung yang ingin berfoto dengan masyarakat adat Minahasa yang menggunakan atribut Kabasaran dikenakan biaya Rp 10.000. Jika berfoto dengan dua orang Kabasaran maka tarifnya Rp 20.000, namun bisa berkali kali sesi pengambilan gambar.
Jika ingin mendapatkan hasil cetak foto secara instans dikenakan tarif Rp 20.000 oleh fotografer profesional yang turut mencari rezeki di lokasi tersebut. Dipastikan Anda mendapat cetakan foto dengan hasil yang memuaskan.
Secara umum spot spot di lokasi Benteng Moraya sangat instagramable. Jadi selain melihat situs sejarah, pengunjung juga dapat mendokumentasikan gambar dengan spot yang menarik. Sore hari mungkin momen paling tepat jika ingin mendapat gambar yang terbaik.
Jika ingin menikmati kuliner tersedia gerai dan cafe untuk menikmati makanan atau minuman di lokasi dengan harga yang terjangkau. Namun menurut salah satu pengelola cafe, ada juga pengunjung yang tidak mampir sekedar minum atau makan.
Sekadar saran bagi pengelola Benteng Moraya, ada baiknya bagi pengunjung yang datang dikenakan tarif masuk sebesar Rp 5.000 atau Rp 10.000 per orang, agar bisa menjadi pendapatan buat daerah.
Selain itu perlu ada brosur yang bisa menjadi referensi buat pengunjung atau wisatawan. Karena bisa jadi pengunjung yang berasal dari kalangan siswa serta perguruan tinggi atau juga peneliti membutuhkan referensi dari kunjungan ke lokasi Benteng Moraya.
Pasca pandemi Covid19, untuk hari libur lumayan pengunjung yang datang bisa sampai ratusan orang, namun dihari biasa biasanya hanya puluhan atau sedikit pengunjung. Mungkin promosi tentang Benteng Moraya perlu diefektifkan, termasuk penyelenggaraan event budaya di lokasi yang bisa menarik wisatawan datang berkunjung.
Pada akhirnya berkunjung ke Benteng Moraya, pengunjung bisa meresapi dua hal sekaligus. Pertama meresapi makna perjuangan heroik masyarakat Minahasa dari situs sejarah yang ada. Kedua meresapi karya sang Pencipta atas landscape Tondano yang eksotis.
Jadi jangan lewatkan untuk berkunjung ke destinasi wisata Benteng Moraya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H