Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengunjungi Benteng Moraya dengan Landscape Tondano yang Eksotis

24 Mei 2022   10:58 Diperbarui: 26 Mei 2022   16:50 2603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian depan Benteng Moraya. Dok Pebrian Imanuel

Kayu kayu bekas Benteng dalam perang Tondano.| Dokumentasi pribadi
Kayu kayu bekas Benteng dalam perang Tondano.| Dokumentasi pribadi

Kemudian ada spot berupa kayu-kayu yang berdiri kokoh, dimana dulunya menjadi benteng pertahanan masyarakat Minahasa dalan perang Tondano. Saat perang Company Belanda menghancurkan benteng pertahanan dengan menggunakan senjata meriam.

Sisa-sisa kayu tersebut kemudian dikumpulkan dan disusun kembali, sebagai bukti sejarah kisah heroik masyarakat Minahasa dalam mempertahankan tanah air dari penjajahan Belanda.

Menurut salah seorang masyarakat adat Minahasa yang menggunakan pakaian adat perang Kabasaran yakni Glen, kayu tersebut adalah kayu pohon yang berasal dari sekitaran gunung di Tondano. Di mana pengambilan kayu dan membuat benteng dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat Minahasa.

Spot jembatan di dalam lokasi Benteng Moraya dengan pemandangan landscape Tondano yang eksotis.| Dokumentasi pribadi
Spot jembatan di dalam lokasi Benteng Moraya dengan pemandangan landscape Tondano yang eksotis.| Dokumentasi pribadi

Kayu-kayu tersebut disusun rapat dan dibuatkan scor untuk dipasangi rotan atau kayu agar ketahanan benteng lebih kokoh. Untuk membuktikan bahwa dulunya kayu tersebut berupa benteng pertahanan masih terdapat kayu pohon bekas dibuat scor penahan.

Menurut Glen, saat penyerangan oleh Belanda pada puncak perang di tahun 1809, dilakukan dari arah barat yakni arah Kampung Koya ke arah Kampung Minawanua atau kampung tua orang Minahasa. Makanya dikatakan Benteng Moraya yang artinya, ada pertumpahan darah antara masyarakat Minahasa melawan Belanda.

Dalam cerita singkat yang terpajang dihalaman Benteng Morata menyebutkan, perang Tondano dilakukan sebanyak empat kali yakni tahun 1661-1664, tahun 1681-1682, tahun 1707-1711 dan tahun 1807-1809. Adapun perlawanan terbesar dilakukan sejak tanggal 14 Januari 1807 hingga tanggal 5 Agustus 1809.

Disebutkan, diakui atau tidak perang yang dilakukan oleh masyarakat Minahasa merupakan perang modern yang pertama di Indonesia. Di mana penduduk pribumi Minahasa mengunakan senjata api berupa meriam dan senapan, serta senjata tradisional berupa tombak dan ranjau alami berupa tumbuhan rawa berduri, dalam perang sengit melawan Company Belanda.

Masih di bagian dalam lokasi benteng Moraya, terdapat Waruga atau kuburan tua orang Minahasa yang terbuat dari batu. Dulunya orang Minahasa yang meninggal tidak dikubur tapi ditempatkan dalam wadah yang terbuat dari batu tersebut dan ditutup dari atas. Waruga tersebut diperkirakan sudah ada di lokasi sebelum terjadinya perang Tondano yang kini menjadi lokasi Benteng Moraya.

Pengunjung berfoto bersama warga Adat menggunakan atribut perang Minahasa atau Kabasaran.| Dokumentasi pribadi
Pengunjung berfoto bersama warga Adat menggunakan atribut perang Minahasa atau Kabasaran.| Dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun