Jika dalam konsultasi publik terdapat keberatan dari pihak yang dirugikan, maka peran Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur membentuk Tim, untuk melakukan kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan sebagaimana amanat Pasal 21 UU no 2 tahun 2012. Keberadaan Tim ini multak, karena dominan yang mencuat adalah keberatan saat  musyawarah.
Adapun Tim sebagaimana dimaksud terdiri dari Sekda Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai Ketua. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai Sekretaris. Adapun anggota tim terdiri dari Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan daerah, Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM di daerah, Bupati/Walikota serta akademisi.
Namun perlu diingat, walaupun Tim tersebut memiliki kemampuan teknis, regulasi serta utilisasi yang memadai, namun harus juga dibekali dengan kemampuan komunikasi yang mumpuni. Karena ini bukan semata soal menggolkan agenda PSN yang sudah diprogramkan, namun juga menyangkut pembebasan tanah milik masyarakat atau pihak terkait yang harus diselesaikan.
Menghadapi masyarakat dengan berbagai karakter, tidak bisa dengan pendekatan represif, namun sebaliknya persuasif lewat komunikasi yang humanis dan egaliter. Masyarakat bukan hanya diberikan bekal pemahaman soal pembangunan teknis, regulasi dan utilisasi, tapi juga soal kompensasi ganti rugi yang adil. Disinilah diperlukan kemampuan komunikasi yang handal dari para komunikator dalam hal ini Pemerintah atau Tim yang dibentuk, terhadap masyarakat selaku komuniken.
Adapun dalam Pasal 36 UU no 12 tahun 2012 menyebutkan bahwa, untuk pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.Â
Preverensi dari skema ganti rugi ini bisa terealisasi, jika dalam komunikasi tercapai kesepakatan bersama. Dan perlu diingat kesepakatan jangan dibuat terkatung katung tanpa kejelasan realisasinya.
Dalam melakukan konsultasi publik maupun komunikasi dialogis dengan masyarakat terkait pembangunan untuk kepentingan umum, Pemerintah memang punya dasar hukum yang kuat berupa Undang Undang dan turunan Peraturan lainnya sebagai pegangan untuk bertindak. Juga punya anggaran untuk melakukan pembangunan. Yang dimiliki oleh masyarakat hanya tanah sebagai lahan usaha untuk hidup.
Karena itu menjadi evaluasi bagi Pemerintah maupun Instansi terkait untuk mengedepankan sukses komunikasi dalam agenda pembangunan agar aspek lainnya bisa mengikuti. Karena tidak cukup soal pendekatan konstruksi dan  aturan saja yang dikedepankan tanpa pendekatan komunikasi yang mencapai win win solution. Karena masyarakat pasti akan bersikap kooperatif jika aspirasinya didengarkan dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H