Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

IKN Nusantara, Momentum Bangkitnya Kawasan Timur Indonesia

22 Januari 2022   13:32 Diperbarui: 27 Januari 2022   08:38 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Propinsi Kalimantan Timur ditetapkan sebagai IKN Baru. Doc Pri

Harus diakui Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, sudah sangat sesak dengan kepadatan penduduk. Selain itu kemacetan menjadi realitas yang belum bisa diatasi hingga kini. Sudah terlalu berat beban yang ditanggung Jakarta sebagai Ibu Kota Negara.

Disatu sisi disparitas atau kesenjangan antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia begitu mencolok. Kemajuan di Kawasan Barat jauh meninggalkan kawasan Timur Indonesia. Sebagai episentrum negara, Jakarta justru menjadi paradoks dari sebuah potret pembangunan di Indonesia.  

Maka kehadiran Ibu Kota Negara (IKN) Baru di Kalimantan Timur sejatinya bisa menjadi jawaban terhadap berbagai problem tersebut. Menggantikan Jakarta yang sudah ringkih dengan berbagai bebannya. Lalu masih relevankah kita mempolemikkan nama Nusantara untuk IKN Baru.

Toh Undang undangnya sudah diketuk oleh DPR RI. Lagi pula apalah arti sebuah nama kata William Shakespeare. Meski dari sisi histori nama Nusantara sendiri sudah tepat, karena punya makna filosofis. Meliputi makna geopolitik dan juga makna peradaban, dalam tapak perjalanan bangsa Indonesia.    

Dalam konteks makna geopolitik, merupakan sebuah pemahaman yang memaparkan dasar pertimbangan dalam sebuah kebijakan nasional. Presiden Pertama RI Sukarno menjadi orang yang turut meletakkan dasar geopolitik Indonesia saat mendirikan negara ini bersama para founding father.

Hal tersebut termuat dalan pidato tanggal 1 Juni 1945, saat Sukarno menyampaikan makna geopolitik dalam konteks Keindonesiaan. Bahwa menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita.

Dimana Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Celebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja. Tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah SWT menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera. Itulah tanah air kita.

Dengan menyebut kepulauan sebagai realitas entitas dari Keindonesiaan, maka Sukarno dalam kesadaran kebangsaannya hendak menegaskan, bahwa dalam melihat Indonesia haruslah dalam satu kesatuan yang bulat. Tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dimana segenap kepulauan dalam satu kesatuan geopolitik, itulah sejatinya Nusantara.

Sarana pelabuhan laut di Balikpapan Kaltim. Doc Pri
Sarana pelabuhan laut di Balikpapan Kaltim. Doc Pri

Pun dalam konteks makna peradaban, sangat jelas saat Sukarno berkata, marilah kita terima bukan saja persamaan politik saudara saudara, tetapi pun diatas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan. Artinya kesejahteraan bersama yang sebaik baiknya.

77 tahun lalu dihadapan Sidang Badan Penyelidik Usaha usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), Sukarno sejatinya sudah menghendaki sebuah peradaban Indonesia yang berkeadilan sosial. Yakni tercipta kesejahteraan bersama pada aspek konomi.

Dimana bukan hanya di Kawasan Barat semata, namun juga di Kawasan Timur Indonesia harus sama kesejahteraan masyarakatnya. Serta sama dalam hal kemajuan ekonominya. Tidak boleh ada yang tertinggal.

Bukan hanya di satu dua pulau masyarakatnya sejahtera, namun juga di semua pulau di Indonesia seharusnya sejahtera. Jangan ada yang dimiskinkan oleh kebijakan pembangunan. Inilah keinginan Sukarno dan founding father saat bersidang di BPUPKI untuk mendirikan negara Indonesia merdeka.

Namun apa yang menjadi cita cita mulia para founding father di masa lalu, justru bertolak belakang dengan realitas hari ini. Disparitas akibat kebijakan pembangunan Jawa Sentris di masa orde baru, membuat kawasan Barat jauh lebih menonjol meninggalkan kawasan Timur Indonesia.

Semua kepentingan yang berpusat di Jakarta sebagai ibukota negara, berdampak pada orientasi pembangunan, kebijakan strategis serta geliat aktivitas perekonomian. Dimana semuanya dominan berada di wilayah Jawa dan Sumatera.

Potret Disparitas Kawasan Timur

Mari kita lihat data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, menyebutkan kontribusi pertumbuhan ekonomi di Indonesia terbesar yakni di Pulau Jawa mencapai 58,88%. Kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,53%, Kalimantan 7,70%, Sulawesi 6,60%, Bali dan Nusa Tenggara 2,92%, serta Maluku dan Papua sebesar 2,37%.

Jika semua aktivitas ekonomi di pulau Kalimantan, Bali, NTT, Sulawesi, Maluku dan Papua digabung menjadi satu,  belum bisa menyamai Pulau Sumatera. Lebih lebih dengan pulau Jawa yang jauh lebih besar persentasinya. Ini bukti bahwa dari aktivitas ekonomi saja, Kawasan Timur sudah jauh tertinggal dari Kawasan Barat Indonesia.

Sarana Bandar Udara Internasional Balikpapan Kaltim. Doc Pri
Sarana Bandar Udara Internasional Balikpapan Kaltim. Doc Pri

Selanjutnya mari kita lihat data BPS tahun 2020, terkait sepuluh besar Propinsi termiskin di Indonesia. Meliputi, Papua 26,8%, Papua Barat 21,7%, Nusa Tenggara Timur 21,21%, Maluku 17,99%, Gorontalo 15,59%, Aceh 15,43%, Bengkulu 15,30%, Nusa Tenggara Barat 14,23%, Sulawesi Tengah 13,06% dan Sumatera Selatan 12,56%.

Dari sepuluh Propinsi termiskin di Indonesia tersebut, tujuh Propinsi berada di Kawasan Timur Indonesia. Bahkan lima peringkat teratas saja semuanya dari Kawasan Timur. Inilah potret kemiskinan di negara Indonesia, akibat ketimpangan pembangunan yang tidak bisa dielakkan.

Sebuah realita yang sejatinya tidak diinginkan terjadi oleh para founding father kita. Jika saja para founding father ini masih hidup, tentu akan bersedih hati melihat kenyataan yang terjadi di Negara ini.

Maka dari ketimpangan ekonomi serta potret kemiskinan  yang ada diatas, sesungguhnya sudah bisa disimpulkan. Bahwa dari Jakarta sebagai episentrum Negara, ternyata belum dapat mewujudkan makna geopolitik dan peradaban kesejahteraan yang merata di Indonesia. Sebagaimana yang ada dalam skim para pendiri bangsa.  

Bahwa Indonesia yang bulat bukan hanya jawa dan Sumatera saja. Tapi juga Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT, Bali dan juga Papua. Jadi jika Presiden Jokowi ingin mewujudkan cita cita founding father dalam mewujudkan kesamaan ekonomi secara geopolitik dengan memindahkan IKN Baru ke Kalimantan Timur, itu merupakan langkah yang tepat.

Karena secara geopolitik Kalimantan Timur adalah bagian dari Indonesia. Dan jika nantinya sebagai IKN Baru dapat mewujudkan keadilan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat terkhusus di kawasan Timur Indonesia, maka kebijakan tersebut harus didukung bersama.

Pun terhadap kata Nusantara sebagai nama ibukota IKN Baru, rasanya tidak perlu dipolemikkan dengan terminologi yang beragam. Apalagi sampai diusulkan nama baru seperti keinginan seorang politisi yakni dinamakan Jokowi. Kita miris dengan usulan ini, karena selain tidak substansi secara filosofis, juga terkesan pengkultusan terhadap seseorang. Sesuatu yang dihindari diera reformasi saat ini.    

Selat Makassar akan menjadi perairan tersibuk distribusi logistik. Doc Pri
Selat Makassar akan menjadi perairan tersibuk distribusi logistik. Doc Pri

Dengan pindahnya IKN Baru ke Kalimantan Timur, nantinya menjadi sebuah terobosan  dalam mengaktualisasikan makna Nusantara baik secara geopolitik maupun juga peradaban. Kepindahan IKN Baru adalah momentum bagi Kawasan Timur Indonesia untuk bangkit mengejar ketertinggalan serta meretas angka kemiskinan di daerah.

Ini bukanlah sebuah wacana, tapi konsepsi tentang dampak ekonomi pemindahan IKN Baru yang sudah dipaparkan oleh
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) kepada delegasi perencanaan kota dalam Kongres Perencanaan Dunia (WPC) di Jakarta tahun 2019 lalu (merdeka.com).

Dorong Pemerataan Pembangunan

Bappenas menyebutkan, pemindahan IKN Baru di Kalimantan Timur akan mendorong pemerataan pembangunan. Dimana 50 persen lebih wilayah Indonesia akan mengalami peningkatan perdagangan jika IKN dipindahkan ke wilayah yang memiliki konektivitas yang baik dengan Propinsi lain. Pemindahan akan meningkatkan investasi di IKN Baru dan Provinsi sekitar.

Selain itu, pemindahan IKN Baru  ke Kalimantan Timur akan meningkatkan produksi dari sejumlah sektor non tradisional seperti sektor layanan. Diantaranya sektor pemerintahan, komunikasi, hotel, perdagangan, keuangan dan pendidikan.

Dengan konsepsi yang dipaparkan oleh Bappenas diatas, maka dapat dipastikan Kawasan Timur Indonesia sebagai daerah penyangga IKN Baru, akan mendapat impact signifikan dari perpindahan tersebut.

Pergeseran aktivitas ekonomi sebagai dampak perpindahan akan menguntungkan daerah penyangga, terutama Kawasan Timur Indonesia yang memiliki potensi komoditi perikanan, kelautan, pertanian, perkebunan, peternakan dan sumber daya alam lainnnya. Dimana dipastikan akan mengalami peningkatan produksi dan perdagangan.

MoU antara Gubernur Sulteng dan Gubernur Kaltim. Doc Adm Pimpinan Pemprov Sulteng
MoU antara Gubernur Sulteng dan Gubernur Kaltim. Doc Adm Pimpinan Pemprov Sulteng

Secara otomatis akan diikuti dengan pembangunan sarana dan prasarana pendukung di Kawasan Timur Indonesia untuk memaksimalkan konektivitas menuju IKN Baru, khususnya tol laut. Diprediksikan Selat Makassar akan menjadi  jalur tersibuk untuk distribusi logistik beberapa tahun kedepan, sebagai dampak keberadaan IKN Baru.

Maka inilah saatnya daerah di Kawasan Timur Indonesia sebagai daerah penyangga,  untuk berbenah menangkap peluang besar perpindahan IKN Baru. Seperti yang sudah dilakukan Pemprov Sulawesi Tengah dengan membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemprov Kalimantan Timur beberapa waktu lalu di Samarinda.

Adapun MoU yang diteken oleh Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura dengan Gubernur Kaltim Irsan Noor meliputi bidang Perdagangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura, Peternakan dan Kesehatan Hewan, Perkebunan, Perhubungan, Pariwisata, Perindustrian serta Kelautan dan Perikanan.

Apa yang dilakukan Pemprov Sulteng dan Kaltim dalam menyiapkan diri menyambut IKN Baru, adalah bentuk penyelarasan program antara Daerah dengan Pusat yang sedang menggenjot pembangunan Indonesia Sentris dengan Empat Paradigmanya.

Yakni Pertama, pembangunan infrastruktur  yang adil, masif dan merata. Kedua,  pertumbuhan sentra sentra baru dan pengembangan wilayah di luar Jawa. Ketiga,  peningkatan konektivitas dan produksi untuk daya saing. Keempat, prioritas pada daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Terluar) serta Kawasan Timur Indonesia.  

Lewat paradigma Indonesia Sentris tersebut, maka pembangunan yang terus digenjot oleh Presiden Jokowi lewat proyek strategis nasional termasuk pemindahan IKN Baru, sesungguhnya tidak sekedar membangun infrastruktur semata, tapi yang utama adalah membangun peradaban baru.

Presiden Jokowi hendak memastikan semua orang memiliki kesempatan untuk maju dan sejahtera. Serta terwujudnya keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun