Selama ini saya mengukur keberadaan penghuni rumah tersebut dengan sikap egaliter yang saya tunjukkan kepada orang lain. Sikap mudah berinteraksi dan menyapa saat berjumpa atau sekedar bersua.
Namun apakah saya sudah sebaik yang saya kira selama ini. Apa yang sudah saya buat dan berikan kepada tetangga atau orang lain, saat mereka membutuhkan bantuan dan berkekurangan.
Apa yang sudah saya kontribusikan pada sesama dimasa pandemi corona saat ini, dikala banyak orang yang berkesusahan. Bukankah sering ada permohonan yang saya abaikan, padahal bisa saja saya memberikan bantuan.
Kalau ternyata dalam hidup ini saya belum banyak berbuat baik pada orang lain, lalu mengapa pula saya harus memberi penilaian yang tidak baik pada sesama. Terlebih memberi stigma negatif pada penghuni rumah dua lantai yang ternyata sudah berbuat baik pada orang lain.
Dalam hati saya bertekad untuk intropeksi diri. Bahwa ternyata kebaikan bisa datang dari segala arah dan bisa datang dari orang yang tidak kita sangka sebelumnya. Dari penghuni rumah dua  lantai, saya mendapat pembelajaran penting tentang makna kemanusiaan yang hakiki.
Saya melihat kembali kearah jendela rumah, dan tetap tak ada orang yang terlihat. Toh kepada siapapun di dalam rumah tersebut, saya hendak mengucapkan terima kasih sekali lagi untuk makanannya.Â
Serta teriring ucapan Selamat Hari Raya Idul Adha. Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H