Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jumat Agung, Perjamuan Kudus dan Ibadah Online

10 April 2020   14:54 Diperbarui: 10 April 2020   18:13 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibadah peringatan Jumat Agung secara online. Doc Pri

Hari ini saya bersama segenap umat Kristiani di tanah air melaksnakan ibadah perayaan Jumat Agung yang ditandai dengan sakramen perjamuan kudus yang tidak dilakukan di dalam gedung gereja yang lasim dilakukan. Namun dilakukan di rumah rumah anggota jemat sebagaimana himbauan dalam menghadapi pendemi virus corona. Ini adalah pengalaman seumur hidup bagi saya dan kita semua, dimana untuk pertama kalinya menjalani ibadah secara live streaming atau online hanya di rumah saja.

Dampak pandemik corona yang berimbas global disemua aspek kehidupan umat menusia termasuk pada aspek peribadatan, membuat kita harus mengambil pilihan untuk tetap beribadah di rumah sebagai perlindungan dari dampak penyebaran virus tersebut. Mengikuti jalannya ibadah perjamuan kudus yang dituntun Pendeta dari balik layar laptop secara online, sembari merefleksikan simbol roti yang kita makan dan anggur yang kita minum, sebagai pengorban tubuh dan darah Kristus yang mati di kayu salib.  

"Silahkan saudara yang di rumah ambilah makanlah roti dan minumlah anggur yang sudah ada di rumah sebagai peringatan akan tubuh dan darah Kristtus," kata Pendeta di GKST Imanuel Palu selaku khadim. Roti dan aggur adalah tanda sebagai sarana menguatkan iman dan percaya pada Yesus yang telah berkorban untuk kita manusia. Namun sebagai orang percaya, kita tidak hanya mengingat kematian Kristus semata, namun juga mengaktualisaasikan makna akan karya dan pengrobanan Kristus dalam kehidupan sehari hari.

Momentum Jumat Agung sebagai simbol kematian Yesus Kristus di atas kayu salib, selayaknya menjadi menjadi momentum refleksi atas kebaikan Tuhan dalam penebusan dosa manusia. Sekaligus sebagai ungkapan syukur atas kebaikan dan cinta kasih Allah yang diaktualisasikan dalam sebuah ibadah bersama umat lainnya di gereja. Sekaligus duduk bersama dalam meja perjamuan kudus untuk menghayati roti yang kita makan dan anggur yang kita minum semberi memaknai perintah Yesus yakni "perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."

Namun virus corona harus membuyarkan semua keinginan untuk bisa beribadah bersama dan berinteraksi sosial dengan umat yang lain. Keinginan untuk mengikuti perjamuan kudus secara bersama sama dengan umat dan menghayati sepenuh hari makna terdalam dari perjamuan tersebut harus ditunda. Juga keinginan untuk berjabat tangan dengan Khadim dan para Majelis yang sudah melayani saat ibadah usai.

Roti dan Anggur yang dibagikan ke Jemaat untuk perjamuan kudus di rumah. Doc Pri
Roti dan Anggur yang dibagikan ke Jemaat untuk perjamuan kudus di rumah. Doc Pri

Dampak pandemik corona membuat kita menahan semua kenginan keinginan dan niat baik tersebut. Sebaliknya kita ditantang untuk semakin memaknai kematian Yesus pada Jumat Agung sebagai bentuk pengorbanaNya kepada kita umat manusia. Dan tentu saja bagaimana memaknai kematian tersebut dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dalam fase penyebaran pandemik global saat ini yang kita jalani dengan berada di rumah.   

Perayaan Jumat Agung tahun ini menjadi relevan dengan kondisi saat ini dalam menjalani fase tidak menentu kapan pandemik corona akan berakhir. Yang kita tahu dalam fase saat ini, kita banyak terbuang waktu dan kesempatan untuk melakukan interaksi sosial dengan sesama, karena larangan untuk membatasi adanya pertemuan pertemuan tersebut. Sebuah interaksi sosial selayaknya yang mendatangkan rasa kebersamaan, persaudaraan persahbatan dan cinta kasih saat bertemu langsung.

Ketika Yesus mengalami kematian di Bukit Golgata, kesedihan yang mendalam orang orang terdekat. Kehilangan orang yang dicintai memang akan selalu menghadirkan kesedihan. Begitu pun dalam pendemik corona, kita banyak menyaksikan keluarga yang sangat bersedih atas kehilangan anggota keluarga akibat terjangkit virus tersebut. Juga kesedihan bagi mereka yang tidak bisa bekerja bahkan ada yang sampai kehilangan pekerjaan, sementara harus memberi makan anggota keluarganya.

Juga rasa sedih bagi mereka yang mendapat stigma negatif, hanya karena postif terpapar penularan virus. Semua rasa duka dan tangisan dari balik tembok rumah orang orang membutuhkan penguatan tersebut, adalah 'penyaliban' penderitaan yang membutuhkan bantuan kita guna 'penebusan' pegumulan yang mereka hadapi.

  • Merefleksikan pengorbanan Yesus di kayu salib adalah merefleksikan cinta kasihNya kepada umat manusia. Itulah sebabnya rasa cinta terhadap sesama tidak harus tergerus hanya karena adanya pandemik corona. Gedung gereja yang saat ini boleh saja tertutup sebagai implementasi menghentikan sementara  aktivitas beribadah. Namun gereja tidak harus tertutup rapat dalam aktualisasi kemanusiaannya.

Gereja dalam hal ini umatnya, justru harus terus terbuka sebagai perwujudan 'penebusan' bagi pergumulan sesama saudara kita yang membutuhkan. Inilah yang disebut Ebenhaizer I Nabon Timo, gereja sebagai sebuah jalan hidup yang berkaraktter imitatio christy (Mengikuti Jejak Kristus). Dimana Gereja harus menampakkan diri sebagai tanda kemanusiaan baru dari pada sekedar sebuah organisasi.    

Khadim di GKST Jemaat Imanuel Palu. Doc Pri
Khadim di GKST Jemaat Imanuel Palu. Doc Pri

Melewati Jumat Agung ini maka maka pada hari ketiga kita kan menghadapi perayaan Paskah atau kebangitan Kristus. Dimana merefleksikan paskah berarti merefleksikan perjalanan kehidupan Kristus di masa masa kesengsaraannya, hingga mati dan bangkit kembali. Kiranya Paskah yang akan kita rayakan ini, membuat kita umat Kristiani dapat mengaktualisasikan sikap humanis Yesus Kristus yang mengajarkan kebaikan, kasih dan keteladanan.  Keinsyafan kita akan sikap apatis dan egois, adalah kebangkitan dari 'matinya' nurani dan tindakan hidup yang salah.

Kesadaran untuk selalu berhikmat Itulah sesungguhnya kesadaran akan Paskah yang sejati. Kesadaran untuk menjalani fase pandemik corona guna memberi manfaat bagi sesama anak bangsa, merupakan aktualisasi iman, guna menghindari kita dari kematian nurani dan nilai kemanusian.

Dalam hidup kita sebagai umat yang percaya, berhadapan dengan hinaan, kesengsaraan, dan penderitaan merupakan sesiuatu yang tidak terelakkan dan harus diterima sebagai sebuah keniscayaan. Namun ketidakmampuan kita dalam membangun hidup damai dan bermanfaat buat sesama, itulah kematian iman yang sesungguhnya.

Pada akhirnya Paskah adalah soal pilihan. Sebagaimana Yesus yang lebih memilih penderitaan dan kematian. Maka rasanya kitapun harus memilih dalam menyikapi realitas kehidupan kekinian dengan konpleksitas problematika. Yakni antara memilih jalan 'via dolorosa'  sebagai bentuk pengorbanan demi kebaikan banyak orang. Atau sebaliknya jalan kematian iman sebagaimana dilakukan mereka yang sudah menyalibkan Kristus.

Firman Tuhan dalam Amsal 21:21 mengatakan, siapa mengejar kebenaran dan kasih, akan memperoleh kehidupan, kebenaran dan kehormatan. Semoga peringatan Jumat Agung serta Perayaan Paskah tahun ini dalam krisis pandemik corona, membuat kita dapat terus mengikuti jejak Kristus. Yang membuat kita menjadi insan manusia yang senantiasa rendah hati, mau berkorban dan mengasihi sesama manusia.

Palu, 10 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun