Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Politik

47 Tahun PDI Perjuangan, Masihkah Marhaenis?

10 Januari 2020   13:20 Diperbarui: 10 Januari 2020   14:17 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya seorang nasionalis, tapi nasionalis marhaen, hidup dengan kaum marhaen, mati dengan marhaen."(Sukarno, Mencapai Indonesia Merdeka 1933)

Penggalan kutipan Sukarno dalam risalah Mencapai Indonesia Merdeka diatas, menjadi prolog (lead) tulisan ini dalam momentum HUT ke 47 tahun PDI Perjuangan yang jatuh pada tanggal 10 Januari 2020. Judul tulisan sengaja saya angkat dalam sebuah pertanyaan reflektif, agar menjadi kontemplasi, apakah masih terpatri jiwa marhaenisme dalam segenap jiwa seluruh kader partai moncong putih. Ataukah sudah tergerus oleh perkembangan jaman di era disrupsi ini.

Menoleh ke 87 tahun lalu, saat Sukarno membuat risalah Mencapai Indonesi Merdeka, narasi marhaen berulang ulang kali disebut sang Proklamator yang jiwa dan semangat perjuangannya, diteruskan oleh segenap kader PDI Perjuangan di seluruh tanah air. Sukarno mengatakan, "saya dus bisa menutup bagian enam dari tulisan (risalah) ini dengan mengulangi apa sarinya."

Yakni, pertama, tujuannya pergerakan marhaen haruslah suatu masyarakat zonder kapitalisme dan imperialisme. Kedua, jembatan kearah masyarakat itu adalah kemerdekaan negeri Indonesia. Ketiga, marhaen harus menjaga yang didalam Indonesia merdeka, marhaenlah yang menggengam politieke macht,  menggenggam  kekuasaan kekuasaan pemerintah.

Doc PDI Perjuangan
Doc PDI Perjuangan

Dalam konsepsi Bung Karno, yang dinamakan marhaen adalah setiap rakyat Indonesia yang melarat atau lebih tepat yang telah dimelaratkan oleh setiap kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme. Kaum marhaen ini terdiri dari tiga unsur: Pertama, unsur kaum proletar Indonesia (buruh). Kedua, unsur kaum tani melarat Indonesia, dan Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain lain.

"Dan siapakah yang saya maksud dengan kaum marhaenis? Kaum marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot bangsa. yang mengorganisir berjuta juta kaum marhaen itu, dan yang bersama sama dengan tenaga massa marhaen itu hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imperialisme, kolonialisme. Dan yang bersama sama dengan massa marhaen itu membanting tulang untuk membangun negara dan masyarakat, yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur," kata Sukarno.

Sementara marhaenisme sendiri adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum marhaen pada umumnya. Secara positif, maka marhaenisme dinamakan juga sosio nasionalisme dan sosio demokrasi. Karena nasionalismenya kaum marhaen adalah nasionalisme yang social bewust (sadar/insaf) dan karena demokrasinya kaum marhaen adalah demokrasi yang social bewust pula.

Marhaen dan Kemiskinan 

Dalam Indonesia Menggugat yakni pidato pembelaan (pledoi) Sukarno dihadapan sidang pengadilan Kolonial tahun 1930, Sukarno menyebutkan bahwa, marhaen sebagai pergaulan hidup yang sebagaian besar terdiri dari kaum tani kecil, kaum buruh kecil, kaum pedagang kecil, kaum pelayar kecil. Pendak kata kaum marhein yang apa apanya semua kecil. Makanya siapa yang tidak memperusahakan marhaenisme, walaupun seribu kali sehari ia berteriak cinta bangsa cinta rakyat, ia hanya menjalankan politik yang cuma politik politikan belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun