Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Politik

47 Tahun PDI Perjuangan, Masihkah Marhaenis?

10 Januari 2020   13:20 Diperbarui: 10 Januari 2020   14:17 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam buku menangis dan tertawa bersama rakyat, yang menceritakan kisah Megawai pada saat saat awal menjadi Ketua Umum Partai Baneng yang penuh tantangan dimasa orde baru. Disebutkan sosok Megawati mampu membaca bahasa rakyat ketika dengan kesabaran luar biasa ia berbicara dengan rakyat saat turun ke berbagai daerah. Megawati dalam berbagai pidatonya mengatakan, "sudah cukup lama kita  menangis, jangan menangis lagi tegakkan mukamu menjadi manusia sejati untuk menegakkan kebenaran. "

Sebagai Ketua Umum terlama di Indonesia kepiawaian Megawati dalam membaca dan memahami roh rakyat Indonesia, masih bisa dirasakan hingga saat ini. Karakter Megawati yang dekat dengan rakyat itulah yang turut menjadi teladan bagii banyak kader PDI Perjuangan untuk mempraktekkan perilaku dan jiwa marhaenis dalam kepemimpinannya. Seperti Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Walikota Surabaya Tri Rismaharini serta banyak lagi kader partai yang menjadi pemimpin di daerah.

Tantangan di era disrupsi saaat ini yang menampilkan ciri hidup masyarakat  yang indivudualisme, materialisme serta hedonisme menjadi tantangan bagi kader Partai yang rentan tergerus menjadi kaum pragmatis, serta terdegradasi menjadi kaum burjois. Kaum yang menurut Bung Karno, hanya menikmati enaknya nangka (kekuasaan) dari perjuangan merebut politieke macht.

"Awas kaum marhaen, awas dengan nasionalisme keburjoisan dan nasionalisme keningratan itu. Kaum marhaen Indonesia pun dus harus menjaga jangan sampai politieke macht (kekuasaan politik) itu jatuh ke dalam tangannya hak burjois dan ningrat Indonesia. Jangan sampai kaum marhaen yang 'kena getah' dan mereka yang memakan nangkanya," ujar Sukarno dalam Mencapai Indonesia Merdeka.

Saat menerima gelar doktor honoris causa di Universitas Soka Tokyo baru baru ini Megawati dalam pidatonya mengatakan, kemanusiaan yang adil dan beradab lahir dari rasa empati, persaudaraan dan pembebasan. Kemanusiaan yang adil dan beradab melahirkan politik emansipatoris, politik yang membuka ruang bagi mereka yang terpinggirkan. "Itulah keyakinan saya dalam berpolitik, yaitu politik kemanusiaan," ujar Megawati.

Usia 47 Tahun menjadi momentum bagi seluruh kader PDI Perjuangan ditanah air  untuk merefleksikan pernyataan Megawati tentang politik kemanusiaan. Yakni sebuah praktek politik yang sejatinya adalah ruh dari jiwa dan langgam marheanis yang menjadi adagium Bung Karno.  

Selaamat Ulang Tahun ke 47. Merdeka!

Palu, 10 Januari 2020

Efrain Limbong, Sukarnois

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun