Kalau di Yogya, sampai saat ini masih ada kebiasaan Masangin, yaitu berjalan dengan kondisi mata tertutup melewati jalan di antara kedua pohon yang ada. Konon katanya kalau berhasil melaluinya dengan lurus, keinginannya akan terkabul. Hmmm…
Monumen Bambu Runcing
Dari Alun-alun Bandung kami melanjutkan perjalanan ke ruas jalan Kepatihan  - Dalem Kaum. Di sini, depan mall Yogya kami berhenti di depan Monumen Bambu Runcing. Diduga kuat monumen ini mempunyai hubungan dengan perjuangan dua pejuang laskar wanita (Laswi) di mana pada saat itu Zus Willy da Zus Susilawati memenggal kepala tentar Gurkha dalam sebuah pertempuran di kawasan Ciroyom. Â
Kepala tentara Gurkha ini sempat diarak dari jalan Cibadak sampai ke Markas Divisi III di Regentsweg (rumah kolonel AH Nasution yang sekarang jadi toko sepatu), sebelum diserahkan pada komandan Laswi yaitu Ibu Arudji.
Sakola Kautamaan Istri
Cagar sejarah yang masih bediri kokoh ini juga jadi salah satu titik yang kami kunjungi. Dulunya merupakan sekolah khusus untuk para wanita pribumi yang didirikan oleh Dewi Sartika pada tanggal 16 Januari 1904 dengan nama Sakola Istri (pada tahun 1910 diganti namanya jadi Sakola Kautamaan Istri).Â
Sekolah yang ternyata didukung oleh Inspektur Pengajaran Hindia Belanda,  yaitu Inspektur C. Den Hammer  ini mengajarkan  keterampilan dasar yang umumnya dipelajari oleh para perempuan seperti merenda, memasak, menjahit juga membaca dan menulis. Dibantu oleh saudara misannya, Dewi Sartika pun mengajarkan keterampilan lainnya seperti membatik dan bahasa  Belanda.
Roti yang enak di Bandung? Banyaaak. Tapi ga afdol kalau tidak mencicipi roti legendaris yang sudah ada sejak tahun 1954. Toko roti yang beralamat di jalan Otto Iskandardinata (Otista) no 255 dengan penampakan jadul ini tetap jadi toko roti favorit warga Bandung. Roti-rotinya dibuat dari bahan bebas pengawet dan cara memasak dengan menggunakan arang ini mempunyai  kurang lebih 30 jenis varian yang biasanya habis diborong pembeli sebelum jam 13.Â