Sampai malam,Niken belum sama sekali menjenguk ibunya,alasannya temannya besok resepsi dan malam ini ada malam midodareni.Dan besok ada lagi teman lain yang resepsi manten juga.Luar biasa anak itu.
Hari berikutnya kondisi  bu Kesti semakin memburuk ,di hari kelima  ketika Trista bertanya pada dokter berapa  persen kemungkinan sembuhnya dan upaya apalagi,dokter bilang sudah tidak ada harapan.
Niken akhirnya datang  di hari pas temannya ada resepsi sehingga dirinya masih dandan lengkap ,hanya karena Trista  meminta Mas Tio dan  Mira menjemput Niken di tempat teman Niken yang  juga dikenal oleh Mira.
Dengan cemberut  sama sekali tidak perhatian pada ibunya,seolah-olah merepotkannya,dia sedang ada acara dengan temannya.
Trista ingin sekali  melabrak Niken.Tapi ia menahan diri.
Ia masih ingat betapa bu Kesti begitu menyayangi dan memanjakan anak-anaknya.Minta apapun bagaimana caranya bu Kesti agar  permintaan anak-anaknya bisa dituruti.Saat  bekerja pun Niken bilang selalu kirim uang untuk ibunya,tetapi ternyata bu Kesti hanya mengandalkan hidup dari jahitannya sementara Mira belum mandiri sepenuhnya.
Dan sekarang di hadapannya...
Trista pergi ke jendela,menahan nafas dan berusaha menahan tangisnya.Ia tahu persis ,semangat hidup bu Kesti ada di titik terendahnya.Ia butuh dukungan dan cinta dari anak sulung kesayangannya tapi tak pernah ada.Ia bisa melihat kekecewaan dan kesedihan di mata tua yang cekung tak berdaya itu.
Ketika waktunya tiba,ketika doa diucapkan di ruang Isolasi,ketika dua titik airmata terakhir jatuh.Ketika tangan kuat itu merengkuh tangannya terakhir kali.
Trista tergugu.
Mungkin yang terbaik.