Mohon tunggu...
Fadlan Hidayat
Fadlan Hidayat Mohon Tunggu... -

belajar menuangkan pikiran;

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemerosotan Moral Akankah Dibiarkan?

19 April 2012   14:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:25 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat Kalsel kembali harus menghela nafas. Beberapa kejadian mengusik hati nurani terjadi belakangan ini. Pertama, imbas peredaran video asusila warga Batubenawa, Hulu Sungai Tengah yang kasusnya kini ditangani Polres setemp atdi kalangan pelajar telah membuat resah kalangan orang tua di HST. Demikan yang diwartakan oleh situs media cetak lokal (9/4). Sebagaimana diketahui sebelumnya beredar video asusila dari hp ke hp. Video asusila ini pun menambah deretan daftar rekam jejak kemerosotan moral di Kalimantan Selatan.

Sebelumnya, di Banjarmasin terjadi kasus pembunuhan yang terjadi di sebuah Losmen daerah KS Tubun (24/3/2012) Sabtu petang. Seorang perempuan tewas dibunuh oleh pasangannya (belum suami isteri). Motifnya cemburu setelah korban diketahui telah bertunangan dengan lelaki lain. Ditambah kekecewaan pelaku karena korban menolak melakukan hubungan suami isteri kali kedua sebelum kejadian.

Miris. Tentu saja kata ini merupakan ungkapan yang mewakili untuk menggambarkan perasaan masyarakat Banjarmasin berkenaan dengan kemerosotan moral. Sebagaimana diketahui, angka kenakalan remaja dalam pergaulan begitu drastis.

Sekedar mengingatkan publik, beberapa waktu lalu Dinkes melansir data terkait dengan pergaulan bebas. Berdasarkan data Dinkes Kota Banjarmasin, hingga akhir 2011 ada peningkatan pada persalinan remaja. Dari sebanyak 50 orang pada 2010, melonjak menjadi 235 orang pada 2011. Data lainnya terjadi pada kasus KTD (Kehamilan yang tidak diinginkan), dari 35 orang 2010, melonjak menjadi 220 orang pada 2011 (tribunnews.com, 22/2/12).

Mengenai data tersebut, bagi kalangan yang mengikuti dinamika pergaulan remaja, data melonjaknya kenakalan remaja tidak begitu mengejutkan. Dalam sekup nasional Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di tahun 2010 melansir data, diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta. Parahnya, 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja (tribunnews.com, 1/12/2010).Namun tentu saja data tersebut tetap sangat mengkhawatirkan.

Sebelum data itu diketahui publik pun, kita sudah sering mendapatkan kabar atau berita terkait kenakalan pergaulan remaja. Pelecehan seksual, pemerkosaan, perbuatan asusila yang divideokan misalnya, bukanlah sekali dua kali sampai di ruang baca atau indera pendengar publik. Oleh karenanya fenomena pergaulan bebas tidak ubahnya seperti gunung es. Data-data statistik hanya memperlihatkan permukaan, namun yang sesungguhnya lebih dari pada itu. Meski tetap saja membuat kita prihatin.

Korban Liberalisme

Pergaulan bebas dan dampaknya; perilaku asusila dan aborsi tidak lain adalah wujud perilaku menyimpang. Dikatakan menyimpang karena memang tidak sesuai dan telah melanggar nilai dan norma. Apalagi selama ini Kalsel dikenal cukup “religius”.

Pertanyaan kita, apakah anak-anak, adik-adik, generasi muda kita tidak menghargai lagi nilai dan norma yang berlaku, khususnya agama? Atau nilai dan norma yang dikenal oleh mereka telah bergeser pada nilai dan norma yang lain (asing).

Seiring dengan kian terbukanya arus informasi serta canggihnya teknologi, kita tidak dapat pungkiri bahwa nilai, norma dan pandangan hidup asing pun juga turut serta mengalir di dalamnya. Termasuk dalam hal ini kebebasan dalam pergaulan (liberalisme).

Melalui media seperti film, sinetron, novel, majalah, dan sebagainya nilai kebebasan merasuki pemahaman remaja. Disadari ataupun tidak, perlahan-lahan remaja pun memiliki pola pikir yang seperti itu; kebebasan. Seiring waktu remaja tidak merasa risih lagi berboncengan, bermesraan di tempat umum, dan aktivitas yang lebih parah lagi. Fenomena pacaran saja misalnya, itu sudah merupakan bukti betapa pola pikir mengenai pergaulan yang dianggap sudah lazim. Padahal dalam norma agama (Islam), mendekati zina saja sudah dilarang.

Di samping pemahaman kebebasan dalam pergaulan, paham dari asing yang ada di tengah tumbuh dalam kehidupan kita sekarang adalah paham memisahkan atau setidaknya mengkerdilkan peran agama (sekulerisme). Bentuk nyatanya adalah seorang muslim memandang remeh setiap aktivitas yang melanggar perintah agamanya. Termasuk misalnya taat dalam melaksanakan aktivitas ibadah mahdah seperti shalat, puasa, dan lainnya, namun juga melakukan aktivitas maksiat yang dilarang. Di sinilah hubungan yang bisa menjelaskan bagaimana pemahaman agama yang tidak tepat dapat berujung pada perilaku yang bertentangan atau melanggar aturan agama.

Langkah Preventif

Permasalahan kemerosotan moral remaja adalah pekerjaan rumah kita semua. Tidak sama sekali kita menginginkan Banjarmasin merugi di kemudian hari.

Akar permasalahan kemerosotan moral yang terjadi adalah karena paham kebebasan atau liberalism. Hal ini kemudian ditambah dengan paham mengkerdilkan agama (sekularisme) yang menjangkiti umat Islam terutama. Berdasarkan hal ini maka segenap pihak dapat merumuskan langkah-langkah ke depan.

Dalam kajian sosiologi, kepatuhan terhadap norma agama dapat dimulai dari mengenalkan nilai dan norma dari agama, atau agama itu sendiri. Pengenalan yang menyeluruh menyentuh  aspek pergaulan (sosial) dan lainnya menjadi semakin urgen, ketika paham sekulerisme menggerogoti masyarakat. Langkah pengenalan ini terus dikawal hingga remaja memahami, mentaati dan menghargai pedoman agamanya. Sudah semestinya semua pihak menyadari untuk membentengi generasi muda dengan agama dari paham-paham asing yang merugikan.

Tidak kalah penting tentu adanya kontrol sosial. Peran dari keluarga, sekolah, masyarakat dan Negara sangat diperlukan sekali. Orang tua tidak bisa  hanya menyerahkan kontrol sosial kepada sekolah. Negara atau pemerintah tidak bisa hanya menonton kontrol sosial yang berlangsung di masyarakat. Bahkan Negara memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menyelamatkan dan membentengi generasi muda dari paham kebebasan (liberalisme) dan pengerdilan agama (sekulerisme). Sebab faktanya, beredarnya film, sinetron, novel, majalah dsb tidak mungkin tanpa ada persetujuan Negara..

Betapapun, penting bagi kita untuk menjawab pertanyaan, “Akankah demoralisasi (kemerosotan moral) urang banua dibiarkan?”[]fadlanhidayat

Terbit di media cetak lokal Radar Banjarmasin, Jum'at (13/4). Diposting dengan sedikit revisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun