Mohon tunggu...
Effra S. Husein
Effra S. Husein Mohon Tunggu... lainnya -

Dari senang membaca apa yang tersirat dan tersurat... ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta yang Tersisa

18 April 2013   07:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:01 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andaikan bukan karena Ibu, mungkin Perempuan itu sudah tidak lagi mampu bertahan dalam menjalani perkawinannya yang sudah berumur lebih dari duapuluh tahun, belum lagi kedua anaknya  yang kini sudah tumbuh besar dan siap menjalani kehidupan mereka.

Hanya karena merekalah perempuan itu berusaha mempertahankan perkawinan dan kehidupannya. Ibu yang renta, rasanya tak mungkin lagi ditambah bebabnnya, apalagi sejak Ayah  tak ada disamping beliau. Kepada Ibulah hampir semua adik-adiknya mengadu persoalan Rumah tangga mereka. Jadi  tidak  mungkin lgi ia harus menambah persoalan dirinya. Cukup ia sendiri yang tahu dan menghadapi.

Saat ini sebagai perempuan  ia hanya menjalani tugas sebagai Ibu dengan sepenuh hatinya, tetapi untuk menjadi istri yang sessungguhnya hanya mampu ia jalani dengan penuh “keterpaksaan” . kondisi ini ia rasakan dalam dua tahun terakhir ini.

Mas Hadi, adalah jodohyang dicarikan oleh Ibu, Ia tak mampu menolak, sebab ia yakin Ibu pasti menginginkan dirinya agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik untuknya. Sempat ia mencoba memberontak dengan kondisi saat itu, tapi apa daya ia terlalu lemah untuk melawan keadaan. Diawal-awal perkawinannya ia masih merasakan kebahagiaan bersama Mas Hadi, dan ia mulai meyakini bahwa ketakutannya akan tidak mendapatkan kebahagiaan hanya ketakutan yang tidak mendasar.

Mas Hadi begitu dekat dengan Ibu, dan Ibu percaya penuh dengan suaminya itu, hanya saja ada satu hal yang ia kurang nyaman dan tidak mampu memprotes. Sebagai menantu yang dekat dengan ibu, Mas Hadi terlalu gampang mengadu setiap kali ia dianggap tidak patuh pada suaminya tersebut, terkadang hanya persoalan sepele sampai juga ke Ibu.

Hari-hari yang dia lalui sepertinya membawa ketidak pastian apakah ada ruang buat dirinya untuk bisa merasakan kebahagiaan diusianya yang sudah berkepala  empat. Perhatian Mas Hadi sudah tidak pernah lagi ia rasakan, hanya kejenuhan , kebosanan yang selalu ia rasakan. Hanya kepada anak-anak muridnya dimana ia mengajar disebuah Taman kanak-kanak  yang mampu menghiburnya, dirumahpun hanya kepada kedua buah hatinya ia bisa menghilangkan gundah hatinya.

Perempuan itu tidak pernah tahu bagaimana kehidupan yang akan ia jalani dihari-hari mendatang akan bermuara kemana, akan seperti apa, hanya dia yang tahu. Mas Hadi terlalu sibuk dengan Pekerjaan dan dunianya. Hanya satu hal yang ia pahami, Mas Hadi hanya ingin ia menjadi perempuan kuat, perempuan mandiri.

Terkadang ia pun sulit memahami, apa yang dirasakan oleh Mas Hadi. Hampir semua yang ia mau bisa dipenuhi, hanya satu yang terasa hilang keintiman mereka berdua telah berkurang,  tergerus oleh usia. Sayangnya itu semua terjadi disaat-saat ia betul-betul sedang merasakan keinginan untuk bisa lebih dekat.

Soal cinta dan sayangnya Mas Hadi terhadap dirinya, tak akan pernah diragukan.  Cintanya akan dibawa mati dan Mas Hadi  pun tak akan ikhlas jika seandainya telah tiada  lalu ia hidup bersama laki-laki lain. Ini pernah Mas Hadi sampaikan kepada Ibu. Dan Ibu sangat meminta kepada dirinya agar patuh dan taat pada mas Hadi, tanpa harus protes. Ia pun hanya menerima keinginan Ibu juga tanpa protes.

Hanya saja, ia masih mampu membawa diri dan kehormatan Rumah tangganya yang berjalan sudah cukup lama. dengan cinta yang tersisa, ia benamkan rasa ingin menjadi diri sendiri, keinginan untuk tidak terkekang. Keinginan untuk menikmati kebahagian yang jarang dia dapatkan sejak menjadi perempuan kecil, sebagai gadis remaja, sampai menjadi Istri, sekaligus sebagai Ibu dari anak-anak Mas Hadi. ia pun kerap bertanya, akankah ada perempuan-perempuan yang senasib dengannya. Ataukah hanya Ia sendiri sebagai perempuan yang menjalani beban perasaan seperti ini.

Keinginanya untuk merasakan kebahagiaan pada pilihan-pilhan hidupnya sendiri saat ini begitu besar. Dorongan agar tidak lagi terkungkung pada keinginan semua orang orang terdekat seakan-akan menjadi sesuatu yang begitu berharga. Kebebasan itu tak pernah ia rasakan sejak kecil. Ia sendiri pun untuk menjalani semua itu sendiri, namun ada juga rasa penasaran dan harapan yang besar, bahwa ia bisa mendapatkan apa yang harusnya Ia dapatkan.

Hidup terus bejalan, bergulir memakan usia yang semakin senja, Sementara Mas Hadi hanya berharap kepada perempuan itu, agar dihari tuanya tidaklah sendiri, masih bisa merasakan dekapan hangat perempuan itu, perempuan yang terpaut jauh usianya. Hanya saja laki-laki itu tidak menyadari, jauh dilubuk hati perempuan yang ia nikahi, perempuan setia yang mendampinginya dalam suka dan duka telah banyak memendam harapan agar bisa meraih kebahagiaan untuk dirinya sendiri, sepertinya memang egois yang membawa dirinya larut dalam kesepian yang panjang tanpa ujung. (Selesai)

Buncit, awal April 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun