"Not yet?! Hm, you must be lie! I don't believe it."
Saya tersenyum. Dia masih menggandeng tangan saya. Menarik separo menyeret duduk kembali di sofa tunggu studio setelah membungkuk berterima kasih pada gadis resepsionis di seberang meja.
"Ron, jangan bilang kalau stock gadis Jakarta habis diboyong orang!"
"Saya pikir kamu sudah berubah, Hyung!"
"Lho?"
"Ternyata, meski telah menjadi selebritis kondang, kamu tetap saja seperti dulu."
"What you meant, heh?"
"Kamu masih saja sejutek dulu."
"Hei, asal kamu ya?!"
Kim Yong Hyung masih saja tetap seperti yang dulu. Dia mencubit paha saya keras. Persis kebiasaannya pada saat kami masih bersama di SMP. Tiga tahun lalu dia mengikuti keluarganya ke Indonesia. Waktu itu ayahnya ditugaskan mengepalai sebuah perusahaan elektronik Samsung di Jakarta. Lalu dia pun menjalani kehidupannya sebagai siswa di sekolah regular. Saya tidak tahu alasan apa yang melatarbelakangi dia memilih sekolah umum, bukannya sekolah khusus warga asing.
Tidak butuh waktu lama untuk menyelami dasar hatinya. Kebersahajaan seorang gadis yang mapan dalam kesederhanaan setiap tindaknya, telah membakar hati saya dalam gelora renjana. Sayang maksud tak sampai. Saya terlalu kerdil untuk mencetuskan tiga kata.