Sejatinya, jika merujuk Wikipedia maka kolonialisme atau penjajahan merupakan suatu sistem yang dilakukan suatu negara guna menguasai rakyat sekaligus sumber daya negara lain. Akan tetapi, tentu saja masih tetap terintegrasi dengan negara asal tersebut, terutama terhadap kebijakan politiknya.
Mendengar diksi kolonial, sudah barang tentu pikiran kita tertuju pada sesuatu yang berkaitan terhadap sifat jajahan atau pendudukan suatu bangsa besar pada suatu bangsa yang lemah.
Kendati demikian, kolonialisasi yang dimaksud di sini dalam "tanda kutip" terkait kedigdayaan suatu bangsa memasarkan dan menjual bentuk karya yang dianggap adiluhung dan mampu menjamah publik dunia. Paling tidak, melalui persepsi seperti cita rasa yang tipikal dan khas dalam kompartemen kuliner.
Terkait kuliner Jepang, salah satu yang tidak dapat dinafikan adalah "teriyaki" dalam berbagai varian baik ayam maupun daging sapi. Sejatinya, teriyaki secara harfiah berarti daging masak.
"Teriyaki adalah cara memasak makanan Jepang yang dipanaskan atau dipanggang dan dibalur dengan kecap atau madu," terang Head Chef Waroenk Group Ahmad Niko ketika ditemui penulis beberapa waktu lalu di Waroenk Oebufu, Jalan WJ Lalamentik, Oebufu, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Niko, kecap beraroma yang masif dipergunakan saat ini, dulunya menggunakan sake atau shoyu khas Jepang.
"Karena menu ini sudah populer dan merambah dunia khususnya negara dengan populasi Muslim seperti Indonesia, maka sake tersebut diganti dengan saus kecap khusus teriyaki dari ramuan bahan-bahan halal," ungkapnya.
Niko menambahkan, sewaktu meracik teriyaki bahan-bahan makanan yang akan dipanggang dicelupkan dan diolesi saus teriyaki.
"Ini dilakukan hingga beberapa kali sampai betul-betul meresap," katanya.
Di Jepang, papar Niko, bahan yang banyak dipakai pada masakan teriyaki adalah ikan seperti salmon, tongkol, dan lain-lain.