Jika ditanya, apa kontribusi 'penjajah' asing yang masuk ke wilayah Nusantara ratusan tahun silam, sebut saja Portugis (Portugal) dan Belanda? Kontribusi di sini dapat dimaknai sebagai hal-hal 'baik' yang baik langsung maupun tidak langsung memajukan suatu bangsa.
Salah satunya adalah 'pengenalan' rempah-rempah Nusantara ke dunia khususnya ke negeri-negeri Barat. Sehingga, dampak dari kolonialisasi Portugis misalnya, telah membawa Negeri Khatulistiwa ini masyhur sebagai penghasil rempah-rempah berkualitas. Bahkan populer pada zamannya sebagai 'lumbung' rempah-rempah dunia.
Berkat rempah-rempah ini pulalah yang berkontribusi terhadap kelezatan menu-menu Nusantara yang hingga saat ini menjadi tipikal makanan nasional. Jujur, memang tidak dapat diragukan lagi kelezatan menu Nusantara di Indonesia, bahkan diakui banyak penikmat kuliner mancanegara.
Untuk diketahui, rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang beraroma atau berasa kuat, lazimnya digunakan dalam jumlah kecil pada makanan sebagai pengawet atau perasa suatu jenis masakan.
Rempah-rempah juga biasanya dibedakan terhadap tanaman lain yang digunakan untuk tujuan sama, seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan buah-buahan kering lainnya.
Pada zamannya, rempah-rempah merupakan barang dagangan paling berharga pada zaman prakolonial. Berbagai varian rempah-rempah dulunya digunakan dalam pengobatan, namun sekarang sudah berkurang lantaran lebih banyak dimanfaatkan untuk makanan.
Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku. Rempah-rempah ini pula yang menyebabkan Belanda kemudian menyusul ke Maluku.
Sementara itu, bangsa Spanyol di bawah pimpinan Magellan telah lebih dulu mencari jalan ke Timur melalui jalan lain, yakni melewati samudera Pasifik dan akhirnya mendarat di pulau Luzon Filipina.
Jika menyoal kuliner, sebagai salah satu wilayah di Indonesia, masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) pun tidak pernah lepas dari penggunaan rempah-rempah ini.
Selain menu Se'i, salah satu menu yang akrab di lidah warga NTT, khususnya di Kota Kupang adalah Sup Iga Tujuh Rempah.
"Kami memiliki banyak menu yang menggunakan rempah-rempah, tetapi yang paling menonjol adalah Sup Iga Tujuh Rempah," terang Head Chef Waroenk Group Ahmad Niko saat ditemui belum lama ini di Waroenk Oebufu, Jalan WJ Lalamentik, Oebufu, Kupang.
Menurutnya, Sup Iga Tujuh Rempah merupakan salah satu menu favorit pihaknya.
"Menu berkuah sedap ini merupakan paduan dari tujuh rempah beraroma khas, di antaranya kayu manis, pala, cengkeh, dan lain-lain," beber Niko.
Sup Iga Tujuh Rempah yang bening dengan bumbu rempah yang 'ringan' tersebut, ditambahkan pria asal Malang ini cocok untuk penghangat badan. Apalagi, menurut Niko, ada tambahan sayuran seperti wortel yang bikin sup tersebut makin komplit, khususnya dalam segi nutrisinya.
Ia memaparkan, Sup Iga Tujuh Rempah yang berbahan dasar daging iga sapi itu tidak terlalu sulit diracik. Apalagi Sup Iga Tujuh Rempah memang identik dengan sup-sup nasional lainnya yang memakai banyak rempah.
"Nah, ini yang bikin kaldu beningnya semakin beraroma. Kunci kelezatannya juga tidak lepas pada proses perebusannya," imbuhnya.
Intinya, sebut Niko, keistimewaan Sup Iga Tujuh Rempah terletak pada pemakaian rempah kering yang memberi aroma wangi pada sup.
"Sup ini kami sajikan dengan potongan tomat, kucuran air jeruk limau, dan lain-lain," jelasnya.
Ia menambahkan, rating menu tersebut cukup bagus dan menempati posisi teratas dalam daftar pesanan pelanggan setelah Nasi Iga Goreng Sambal Bawang.
Niko menjelaskan, penikmat kuliner tidak perlu khawatir soal harga. Pasalnya, Sup Iga Tujuh Rempah pihaknya dibanderol terjangkau Rp 58.000, dengan komposisi daging iga sapi yang cukup berisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H