"Maksudmu...."
"Maksud saya, apakah kita tidak dapat bekerja sama dengan Temujin...."
Shan-Yu sontak berdiri dari duduknya. Ditatapnya sepasang mata sipit di hadapannya dengan tubuh membahang. Suaranya menggelegar. "Saya tidak sudi bekerja sama dengan kaum nomad!"
Ta Yun terdiam. Ia menundukkan kepalanya. Ada dalih yang hendak diutarakannya. Tetapi urung terucap karena tergebah amarah Shan-Yu yang sudah meledak-ledak. Tentu saja bukan bekerja sama harfiah. Namun hanyalah bagian dari strategi pinjam tangan. Artinya, kaum barbarian Mongol dibiarkan bertempur di garis depan dengan prajurit Yuan sampai kedua belah pihak melemah. Lantas, ketika itu mereka akan masuk menyerang dari belakang memanfaatkan keadaan.
"Temujin terlalu angkuh!" damprat Shan-Yu. "Bagaimana mungkin kita dapat bekerja sama dengan orang seperti itu! Apalagi, kita memiliki kepentingan politik yang sama. Huh, mustahil Si Mongol Tua ingin berbagi tanah Yuan yang gembur."
"Maafkan atas kelancangan saya tadi, Jenderal Shan!" Ta Yun bangkit berdiri, mengatupkan sepasang tangannya cepat di pangkal kalimat tabiknya. "Saya memang belum berpengalaman. Mohon Anda memaklumi."
"Lebih baik kita pikirkan strategi lain ketimbang harus bekerja sama dengan orang yang maneris begitu!"
Ta Yun mengangguk. Diakurinya dengan terpaksa kalimat Shan-Yu yang mangkas. Dihelanya napas. Sebaiknya ia tutup mulut saja. Para perwira tinggi selalu merasa tinggi. Jarang mau menerima masukan dan usul bawahannya. Sifat laten Shan-Yu itu setali tiga uang dengan pemimpin tertingginya, Han Cheng Tjing. Selain keras kepala, mereka juga sama-sama ambisius!
"Maaf, Jenderal Shan," sapa seorang serdadu yang membungkuk dalam-dalam. "Barkas untuk Anda sudah siap. Apakah kita dapat berangkat sekarang?"
Shan-Yu mengangguk. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H