"Keparat! Bala bantuan Yuan lebih besar dari jumlah pasukan kita!" gusar Shan-Yu pada asistennya, Ta Yun.
"Dari mana mereka dapat memperoleh tambahan prajurit sedemikian cepatnya, Jenderal Shan?!"
Shan-Yu menggeleng di atas punggung kuda putihnya. "Tidak tahu. Tapi, saya rasa Kaisar Yuan Ren Zhan telah menghimpun rakyat di pesisir untuk menjadi wamil."
"Tapi, bukankah rakyat di pesisir telah bersimpati kepada kita, Jenderal Shan?" tanya Ta Yun yang mengenakan bandana dari bahan mohair di atas kepalanya yang berambut lebat sepinggang.
"Tidak, tidak semuanya!" jawab Shan-Yu separo membentak. "Kaisar berengsek itu sudah menyuap orang-orang itu supaya mau ikut dengan mereka!"
Daerah pesisir yang dimaksud adalah semenanjung Hainam. Sebuah negeri kepulauan kecil dengan penduduk padat. Masih independen. Orang-orang dari negeri putih baru saja meninggalkan daerah itu karena dianggap tidak memiliki lahan apa-apa yang dapat digarap kecuali ikan dan garam.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan, Jenderal Shan?!" tanya Ta Yun, sang pendekar bertubuh karang berohkan senjata trisula. Dadanya yang menggelembung telah menggambarkan kekuatan fisiknya yang sekuat banteng.
"Untuk sementara kita kembali ke kamp dulu. Setelah itu, saya akan berkonfirmasi dengan Pimpinan Han yang masih berada di perbatasan Tembok Besar. Mungkin kita himpun kekuatan baru lagi. Lalu kembali menggempur pihak Yuan."
"Tapi, apakah kita telah membuang-buang waktu, Jenderal Shan?"
"Maksudmu, kita tetap melawan prajurit Yuan yang berjumlah kurang lebih satu juta personel itu?!"
"Bukan...."