Wajah Shan-Yu memerah. Sesaat. Tetapi ia kemudian terbahak seolah tidak termakan singgungan. Kao Ching mengangguk-angguk seolah membiramai tawa lelaki beralis bulan sabit tersebut.
"Saya baru mendengar hal itu dari Anda, Pendekar Kao," sahut Shan-Yu dingin. "Tentu saja saya akan memenggal kepala prajurit saya itu bila memang bertindak arogan seperti yang Anda katakan tadi!"
"Genghis Khan akan sangat berterima kasih bila Anda turun tangan menangani masalah itu," tutur Kao Ching santun.
"Tentu, tentu. Saya tidak ingin mengecewakan Temujin. Kedua kubu kita seharusnya bersatu, karena sama-sama memiliki tujuan menggulingkan Kekaisaran Yuan!"
Kao Ching mengangguk. Ia melenguh dalam hati. Tentu saja kalimat dari Shan-Yu itu hanya perona manis. Sebab ribuan tahun kaum nomad Mongol tidak pernah akur dengan suku Han. Namun memang kali ini kedua kubu yang sering bertikai itu memiliki tujuan yang sama. Merebut wilayah kekuasaan Kaisar Yuan Ren Zhan yang sangat luas dan gembur!
"Sampaikan salam balik untuk Temujin. Tolong katakan supaya beliau tidak usah khawatir," ujar Shan-Yu, masih berusaha bersikap manis. "Saya akan mengawasi pasukan Han lebih ketat!"
"Terima kasih, Jenderal Shan," balas Kao Ching. "Pasti akan saya sampaikan pesan Anda."
Shan-Yu mengangguk-angguk. Ekor matanya menatap sinis pada pemuda di depannya. Ia mengatupkan rahang menahan amarah. Wibawanya teremehkan oleh kaum nomad pimpinan Genghis Khan. Huh, dipikirnya siapa dia?! makinya dalam hati. Suku gembala temurun peternak kuda di gurun. Bisa apa dia selain bergerombol memanjat Tembok Besar?!
Suasana dalam tenda induk yang diambangi kebisuan seperti menyebarkan atmosfer permusuhan. Dua sosok itu mengarca. Seolah bertempur di alam benak masing-masing. Kao Ching mengedarkan mata, menyusuri benda-benda di bawah tenda kempa kulit seukuran lima kali tenda biasa prajurit. Tatapannya memusat pada satu titik. Di belakang sebuah meja kerja tampak selembar lukisan monokrom tujuh ekor kuda dengan grafiti kanji di bawahnya. Di lantai tanah, tampak selembar kulit kempa macan tutul menengkurap dengan kepalanya yang masih utuh, diawetkan.
Shan-Yu mengelus-elus pedang ular peraknya di hadapan Kao Ching. Sebuah simbolitas penantangan. Selama menjadi kaki tangan Han Chen Tjing, ia pernah sekali terlibat bentrok dengan beberapa barbarian Mongol. Terutama untuk daerah bagian selatan dekat perbatasan Tembok Besar, kedua kubu itu sering berpapasan. Kaum nomad Mongol memang sangat membencinya. Sewaktu masih menjabat di militer Dinasti Yuan, Shan-Yu banyak membinasakan barbarian Mongol yang berusaha melewati Tembok Besar. Genghis Khan sangat dendam kepadanya.
"Saya tidak mau berlama-lama mengganggu Jenderal Shan lagi."