Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana (2)

15 Maret 2021   08:48 Diperbarui: 15 Maret 2021   08:58 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi novel Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana. (inprnt.com)

Kusir pengawal lainnya segera menghela kekangan sepasang kuda unggul asal Mongol itu kuat-kuat diulahi dengan beberapa cambukan keras cemeti pada punggung kuda. Kuda-kuda itu melompat seperti terbang. Meninggalkan arena pertempuran yang berdarah.

Shan-Yu melompat dengan gerakan salto, hendak menyabetkan kembali pedang ular peraknya ke arah tenda kereta tandu. Tetapi ia sudah digebah tohokan-tohokan tombak serupa angin puyuh Lu Shan. Dari arah belakang, kibasan-kibasan golok lebar Lu Shen juga mengobrak-abrik konsentrasi jenderal bermata tajam dengan sepasang alis bulan sabit itu.

Jenderal pemberontak Han tersebut geram luar biasa. Kereta kuda Sang Kaisar sudah cukup jauh me-ninggalkan Istana Da-du. Ia mengamuk. Menebas-nebas pedang ular peraknya dengan gerakan selicin ular. Mematuk-matuk cepat seperti kobra. Dan sesekali terbang rendah mengitari kedua lawannya yang mulai kelelahan.

Partikel debu beterbangan seperti gemawan dalam radius pertarungan. Gemurat leher Shan-Yu menegang, mengembangkan otot-ototnya yang sekuat baja. Pedang ular peraknya bergetar. Lalu kembali terkibas-kibas seperti propeler. Ia ingin menyudahi pertarungan dengan target delapan jurus agar dapat mengejar Sang Kaisar yang mumpung belum keluar dari perbatasan Ibukota Da-du.

Dari jarak tak seberapa, Shan-Yu berdiri menumpu pada satu kaki serupa bangau dengan paruh yang siap mematuk mangsa. Pedang ular perak di tangan kanannya terjulur ke depan. Sementara itu tangan kirinya membentuk lengkungan busur di belakang kepalanya seperti hendak memanah. Sesaat kemudian tubuhnya terlontar disertai satu teriakannya yang melengking keras membelah keheningan.

Jurus Pedang Danuh yang diperagakannya mendorong tubuh Lu Shen sampai terseret tiga tindak ke be-lakang. Golok besar yang menahan tusukan pedang ular perak Shan-Yu itu membilur, memancarkan percikan lelatu setiap bersentuhan.

Lu Shan mencoba membantu saudara kembarnya dengan mengarahkan mata tombak ke bawah, ke arah kaki Shan-Yu. Namun Sang Jenderal Han itu rupanya sudah mengantisipasi serangan tersebut. Sepasang kakinya yang bersepatu alas baja menyepak-nyepak ujung mata tombak sehingga bergetar keras, menyebabkan badan Lu Shan terpelanting tanpa arah.

Peluh membanjiri tubuh sepasang pengawal kembar adikong terbaik Sang Kaisar. Terik matahari siang yang memancar dari langit seperti mengembuskan udara permusuhan bagi pendekar wushu dari Yin-tin tersebut. Empat jurus terlewati. Peluh-peluh yang menitik di dahi kedua pengawal kembar itu perlahan menjadi musuh dalam selimut. Tetesannya yang merembes ke mata memang menjadi salah satu kendala.

Shan-Yu memang sangat terkenal sebagai pendekar yang cerdik memanfaatkan situasi. Salah satu di antara pukulan taktisnya adalah gebukan pedang ular peraknya yang berat dan bertenaga, yang kerap menghabiskan tenaga-tenaga lawan yang menangkis gempuran membabi-buta darinya. Atau, semburan-semburan pasir ke mata lawan hasil kaisan-kaisan kakinya yang lincah di tanah. Juga kelengahan-kelengahan lawan yang sekecil apapun.

Memasuki jurus kelima, Shan-Yu berhasil mematahkan tombak Lu Shan dengan kepitan kakinya di tanah. Si Golok Setan Lu Shen tampak kalap, berusaha menebas kepala Shan-Yu saat Sang Jenderal Han itu mendesak kakak kembarnya. Shan-Yu merunduk sekaligus memasuki fase jurus keenam. Pedang ular peraknya terulur ke depan bersamaan dengan kelitan tubuhnya yang serupa elang, mengepak ke belakang dengan paruh tetap di muka.

Beberapa helai rambut dari kucirnya tampak beterbangan kena tebas. Namun ia berhasil merobek paha Lu Shen sebagai balasan sehingga pengawal itu terundur, dan jatuh di tanah dengan lutut menopang badan. Lu Shan masih berusaha melawan meskipun tombaknya telah patah. Sejengkal mata tombak yang masih dipegangnya dihunus ke wajah tirus Shan-Yu. Tetapi kepala Sang Jenderal Han itu terlalu sulit dijangkau hanya dengan mengandalkan patahan tombak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun