Ia juga mengungkapkan, Pemkot Kupang selalu membuat terobosan-terobosan yang baru agar semua warga dapat beribadah dengan baik.
"Sesuatu yang terbaru yang kami buat di Kota Kupang adalah bagaimana memastikan semua umat beragama, dapat memiliki hak sama yaitu beribadah dengan leluasa dan nyaman," imbuh Jefri.
Jefri membeberkan, sejatinya bila mengikuti regulasi yang ada maka ada sebagian warga yang tidak dapat beribadah lantaran jumlah umatnya sedikit guna menggenapi persyaratan membangun rumah ibadah.
"Kalau ikut aturan, saudara-saudara misalnya agama Buddha sampai kapan pun di Kota Kupang, tidak mungkin ada pembangunan rumah ibadahnya (vihara). Ini karena aturan mengisyaratkan harus didukung jumlah tertentu kepala keluarga pemeluk agama," jelasnya.
Jefri menambahkan, kalau ikut aturan itu sampai kapan pun tentu umat Buddha tidak bisa beribadah. Oleh karena itulah pihaknya membuat suatu terobosan melalui peraturan daerah (perda) untuk memastikan umat Buddha bisa beribadah. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan tempat untuk rumah ibadah mereka.
Sekadar diketahui, terobosan kepada umat Buddha itu telah direalisasikan Jefri dengan menghibahkan tanah seluas 942 meter persegi di Sikumana, Maulafa, Kota Kupang untuk pembangunan tempat ibadah atau vihara pertama di NTT bagi umat Buddha.
Itulah salah satu terobosan yang dilakukan pihaknya dalam waktu dua tahun terakhir dalam upaya membangun keberagaman di NTT, khususnya di Kota Kupang.
Jefri berharap, penghargaan yang diterima tersebut dapat memantik warga Kota Kupang untuk lebih meningkatkan toleransi dalam bermasyarakat dan mendukung pembangunan keimanan masyarakat beragama di Kota Kupang.
Sebelumnya, Direktur Setara Institute Ismail Hasani menjelaskan, IKT 2020 adalah frame work yang dilakukan pihaknya sejak 2015 yang didukung Kemendagri dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Hal ini sebagai salah satu upaya Setara Institute dan jejaring di berbagai provinsi untuk mempraktikkan kebijakan-kebijakan terbaik di 94 kota di Indonesia. Ini bukan kerja sederhana, namun kerja akademik, kerja advokasi yang butuh effort luar biasa," ungkapnya.
Ismail Hasani juga menyampaikan, semua kota pada dasarnya toleran namun dalam pemeringkatan ada nomor satu sampai 94. Menurutnya, keberhasilan pemkot yang menduduki peringkat-peringkat terbaik merupakan kerja keras pemimpinnya dan sinergi dengan tokoh masyarakat, DPRD, organisasi perangkat daerah seperti Kesbangpol dan tokoh-tokoh agama di daerah masing-masing. Sehingga, IKT adalah prestasi kolektif dari sebuah kota.