kalau tata pemerintahnya bagus maka lembaga itu ramping aja, dan menyerahkan kepada pihak ketiga (independen, profesional, akredited) untuk memonitor. Â Bila pemerintah melibatkan pihak ketiga (stakeholders) maka akan meningkatkan governance (tata kelola) yaitu ada monitoring atau pengawasan publik, kalau sudah begini maka ketika ada seseorang yang menyalahi kompetensinya dalam bekerja maka publik memiliki ruang untuk komplain tidak perlu menghadap, karena dibangun mekanisme compliance dan lembaga sertifikasi kompetensi akan memonitor jumlah complain dari seseorang yang bekerja dan melakukan surveilance untuk membuktikannya, jika terbukti maka sertifikatnya akan di suspend.
Dengan cara itu system kepegawaian di Pemerintah Aceh akan jadi ramping banget, karena hanya akan menyisakan orang-orang yang bisa kerja, untuk kehutanan dapat dimulai dari KPH.
Ancamannya adalah ketika KPH dengan system seperti ini maju, maka KLHK dan DLHK hanya butuh tenaga orang sebesar 20%, ini yang mereka tidak mau, ini masalah lapak tempat mencari nafkah bukan tempat untuk mengabdi kepada negara, sehingga kondisi stagnasi kehutanan Indonesia (secara umum) akan terus dipertahankan oleh semangat segelintir kere. (inilah yang disebut mukidy syndrome kehutanan indonesia, karena mereka gak punya aquarium)
Ayo Pemerintah Aceh, mari bangun hutan Aceh.
"Bangun mimpimu sendiri atau orang lain akan mempekerjakanmu untuk membangun mimpinya".
Farrah Gray
Banda Aceh, Â 5 Desember 2019
murid sang Begawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H