"Belum..."
"Berarti mau nembak sekalian?"
"Enggak..."
"Dia tahu nggak kalau sampeyan cinta?"
"Ya embuh..."
"Tembaklah dia!"
"Saya nggak berani karena pasti ditolak..."
Blaiiik...!!
Cinta tapi tidak berani menyatakan karena sudah tahu jawabannya. Lagi-lagi saya maklum. Mas Kumbang ini tipe laki-laki pemalu yang nggemesin. Gemes pengen njitak kepalanya untuk menstimulasi syaraf-sayaf otaknya supaya lebih bersemangat.
"Tembaklah dia...," seru saya sekali lagi. Meski ditolak, tetapkanlah untuk menembak. Niatkanlah untuk diterima, bukan diniatkan untuk ditolak. Kalau hanya mencari pengalaman untuk dijadikan guru, tidak perlu pada mbak Bunga. Tembak saja mbak-mbak pegawai minimarket yang selalu mengucapkan salam dan tersenyum manis begitu sampeyan baru pegang gagang pintu. Bahkan sampeyan akan mendapatkan dua pengalaman sekaligus, menembak dan ditolak. Toh, sampeyan tidak mempertaruhkan hati juga untuk siap remuk berkeping-keping. Saya yakin di setiap pikiran jomblo yang nembak pasti ingin diterima. Kalau pun pada akhirnya ditolak, paling tidak sudah berusaha semampunya, namun apa boleh buat, Gusti Allah berkehendak lain.
Dengan menembak, sampeyan akan tahu kalau dunia ini luas dan terkadang tidak adil. Satu lagi, sampeyan akan mengerti alasan kenapa panglima Tiang Feng setiap waktu selalu bersyair puisi yang sama; Dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir.