Â
Â
Lakon Begawan Ciptoning adalah contoh jelas tentang laku pengendalian diri. Ketika mempunyai keinginan, tempat untuk memohon Arjuna adalah pada yang Maha Kuasa (Kailasa) dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya. Laku tapa brata yang dia jalani adalah bentuk sebuah proses kerja keras. Dia tidak menyembunyikan diri dari kedatangan tujuh bidadari yang menawarinya kenikmatan duniawi, dengan kejernihan pikir akan tujuan utamanya, dia berhasil mengendalikan dirinya sehingga tidak jatuh dalam godaan yang diberikan para wanita-wanita cantik tersebut.
Â
Â
Tanya jawab seorang tua renta dengan Arjuna. Mengapa seorang yang bertapa brata mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa membawa senjata? Arjuna menjawab, senjata tersebut adalah dharma seorang ksatria. Selama proses spiritual, Arjuna tidak pernah melupakan tugas-tugasnya di dunia sebagai seorang ksatria yang digambarkan dengan melindungi penduduk desa lewat cara membunuh babi hutan. Bahwa selama proses laku tapa brata (pengendalian diri), kewajiban dunia dan spiritual harus tetap berjalan seimbang. Mengejar nilai spiritual tanpa melupakan kewajiban dunia, begitu juga sebaliknya, mengejar nilai dunia tanpa melupakan kewajiban spiritualnya.
Â
Â
Setelah mendapatkan pusaka dari dewa Siwa, Arjuna lalu berperang melawan raja raksasa Niwatakawaca. Arjuna menggambarkan bahwa dalam proses pengendalian diri, dia tetap bisa menebar kebaikan pada masyarakat banyak. Setiap orang bisa memberi manfaat kepada orang lain. Yang kuat melindungi yang lemah, yang pintar mengajari yang bodoh, yang kaya membantu yang miskin, dan yang besar menuntun yang kecil.
Â
Â