Dunia terus berubah dari waktu ke waktu. Â Pesatnya kemajuan teknologi membuat perubahan semakin cepat. Waktu menjadi begitu berharga. Kita semua dituntut untuk bergerak cepat dan berubah. Kunci kesuksesan dan keberhasilan kini sangat tergantung pada faktor kecepatan dan seberapa responsif kita mengarungi dinamika perubahan.
Tuntutan zaman yang butuh serba cepat itu harus berbenturan dengan persoalan Ibukota yang sumpek dan macet yang tiada ada ujungnya. Entah sampai kapan. Di tengah miskinnya harapan itu, lahirnya fenomena Ojek dan Gojek. Masyarakat mencari jawaban sendiri untuk memenuhi kebutuhan yang serba cepat untuk beraktivitas di Ibukota.
Maka tidak heran, pada hari ini, jutaan Netizen tiba-tiba menjadi fans fanatic Gojek ketika Menteri Perhubungan Ignatius Jonan secara mengejutkan mengeluarkan larangan melalui Surat Pemberitahuan No UM.3012/1/21/Phb/2015, ditandatangani tanggal 9 November 2015. Sebetulnya, larangan itu bisa dimaklumi karena memang Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memang tidak mengenal moda transportasi roda dua sebagai angkutan umum.
Merespons kontroversi diperbolehkan tidaknya Gojek ini, Jokowi bilang Ojek dibutuhkan rakyat. Jangan karena aturan, rakyat jadi susah. Harusnya ditata. Tweet Jokowi itu hingga Jumat pukul 17:43 telah diretweet sebanyak 9.400 kali dan difavoritkan oleh 3.700 Netizen.
Persoalan UU yang sudah tidak sesuai zaman memang sudah seharusnya diubah segera. Â Tinggal kita tunggu saja bagaimana visi pemerintah akan UU Transportasi Publik dan seberapa cepat pemerintah bekerja.
Hanya saja, persoalan Gojek masih menyisakan persoalan berupa buruknya transportasi umum, terutama di darat. Persoalan yang tiap hari dihadapi rakyat Indonesia.
Tidak Pernah Berubah
Pengalaman hidup di Ibukota, mulai dari SD hingga kini sudah berusia 38 tahun, menunjukkan potret angkutan di Ibukota tidak pernah berubah. Lihat saja bagaimana kondisi fisik biskota, penuh dengan karat, penuh sesak, sumpek, bau, tidak jelas waktu sampainya, apalagi risiko dioper ke bis lain atau diturunkan di tengah jalan.
Foto di atas menunjukkan potret biskota dari tahun ke tahun. Tidak pernah berubah. Belum lagi kalau mengendarai motor di belakang biskota, wuihhh asap knalpotnya hitam pekat. Tidak hanya biskota, angkutan lain kaya Metromini, Kopaja, Mikrolet, Angkot, kondisinya sama.
Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan. Kenapa kondisi seperti ini selama 40 tahun tidak pernah berubah. Saya sebagai generasi muda jelas tidak habis pikir. Sudah puluhan Menteri Perhubungan berganti dari zaman Orde Baru hingga zaman Pak Jonan, tetap saja tidak pernah ada perubahan. WHY?
Jawabannya barangkali karena tidak ada kepedulian dari Menterinya. Barangkali karena memang tidak ada kepedulian dari presiden-presiden sebelumnya. Tapi apa iya, Presiden Jokowi pun akan seperti itu? Apa iya Pak Jonan akan seperti itu pula?