Mohon tunggu...
K. Efendi
K. Efendi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pascasarjana Universitas Bina Bangsa

Jalani kehidupan ini sesuai takdirNya...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sebuah Pelajaran: Dampak Pembelajaran Daring terhadap Pendapatan Penjual Jajanan Pangan

8 Desember 2021   05:41 Diperbarui: 8 Desember 2021   06:25 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak merebaknya wabah Corona Virus Disease (Covid-19) di Indonesia pada awal tahun 2020 tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak pada berbagai aspek kehidupan. 

Salah satu aspek yang terdampak adalah aspek pendidikan dengan adanya perubahan sistem pembelajaran di sekolah sesuai Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Corona Virus Disease (Covid-19). Salah satu poin dari Surat Edaran tersebut adalah proses belajar siswa dilakukan dari rumah melalui pembelajaran daring atau pembelajaran online.

Menurut Dabbagh dan Ritland (dalam Pakpahan dan Fitriani, 2020) pembelajaran daring adalah sistem belajar yang terbuka dan tersebar dengan menggunakan perangkat alat bantu pendidikan melalui  jaringan internet dan bantuan aplikasi untuk memfasilitasi pembentukan proses belajar dan pengetahuan melalui aksi dan interaksi yang berarti. 

Pembelajaran  daring pada pelaksanaannya membutuhkan dukungan perangkat-perangkat mobile  seperti  smartphone, tablet  dan laptop  yang  dapat  digunakan  untuk mengakses informasi dimana saja dan kapan saja (Gikas & Grant, 2013).

Tujuan pembelajaran daring adalah untuk memenuhi standar pendidikan  dengan  memanfaatkan teknologi  informasi melalui bantuan perangkat  komputer  atau   gadget  yang  saling terhubung  antara siswa dan guru. Melalui pemanfaatan teknologi informasi tersebut proses belajar mengajar bisa tetap dilaksanakan meskipun di masa pandemi Covid-19.

Pemberlakukan sistem pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 otomatis tidak ada lagi aktivitas pembelajaran konvensional yang mengumpulkan banyak siswa di sekolah. 

Kebijakan ini tidak hanya berdampak kepada guru, siswa, orang tua, tetapi juga berdampak  langsung terhadap para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang biasa berjualan di area sekolah. Selama ini para siswa sudah menjadi konsumen utama bagi para pedagang yang menopang perekonomian keluarganya dari berjualan jajanan makanan di sekolah.

Sebelum pandemi Covid-19 ini terjadi, keseharian mereka dihabiskan dengan berjualan jajanan, baik di lingkungan sekolah maupun di kantin sekolah. Namun, sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia khususnya, nyala api dapur para penjual pangan jajanan anak sekolah ini pun turut meredup bahkan padam (Susanty, 2021). 

Salah satu yang mengalami kondisi tersebut adalah para pedagang jajanan anak sekolah yang biasa berjualan di SD Gempol, Komplek Taman Banten Lestari, Kecamatan Serang, Kota Serang.

Sejak diliburkannya aktivitas belajar di sekolah dan diganti dengan sistem pembelajaran daring mulai pertengahan Maret 2020 sampai dengan sekarang, mereka  tidak lagi bisa berjualan seperti biasanya. Tentunya kondisi ini berdampak langsung pada pendapatan para pedagang jajanan anak sekolah yang menyebabkan kehidupan mereka semakin sulit di masa pandemi Covid-19. 

Mereka harus memutar otak agar dapat memperoleh pendapatan dari sumber yang lainnya. Hal ini semata-mata dilakukan untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

Pembelajaran daring yang sudah berlangsung sampai saat ini merupakan salah satu poin yang terdapat dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19). Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memutus penyebaran virus Corona dengan cara menjaga jarak atau social distancing. 

Hal ini sesuai dengan pedoman protokol kesehatan yang senantiasa disosialisasikan kepada semua lapisan masyarakat, yang kita kenal dengan istilah 3M (Mencuci tangan, Memakai Masker dan Menjaga Jarak), bahkan di saat laju penyebaran virus Corona semakin meluas protokol kesehatan tersebut bertambah menjadi 5M (Mencuci tangan, Memakai Masker, Menjaga Jarak, Menjauhi kerumunan dan Mengurangi mobilitas).

Untuk itu, pembelajaran daring dipandang sebagai salah satu alternatif pilihan terbaik untuk saat ini dalam rangka menjaga keberlangsungan sistem pembelajaran siswa di masa pandemi Covid-19. Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak pro kontra terhadap proses pembelajaran daring, baik dari pihak guru, siswa maupun orang tua. 

Hal ini dapat kita maklumi bahwa proses pembelajaran daring merupakan hal yang baru dan mendadak untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian menuntut semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran daring agar tidak gaptek atau dengan kata lain harus melek teknologi informasi dan kesiapan dari segi jaringan internet dan perangkat media aksesnya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Moore, Dickson-Deane, & Galyen (2011), bahwa pembelajaran daring atau pembelajaran online merupakan pembelajaran yang menggunakan jaringan internet dengan aksesibilitas, konektivitas, fleksibilitas, dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran. 

Sistem pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan internet.

Pembelajaran daring sebagai alternatif keberlangsungan pembelajaran siswa di sekolah, ternyata memberi dampak yang serius terhadap menurunnya pendapatan bahkan menghilangkan pendapatan para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang biasa berjualan di lingkungan SD Negeri Gempol. 

Sejak merebaknya wabah Coronavirus Disease (Covid-19) di Indonesia pada Maret 2020, aktivitas pembelajaran di sekolah diliburkan. Sehingga para pedagang tersebut kehilangan konsumen utamanya yaitu para siswa yang biasa setiap harinya membeli dagangan mereka.

Berdasarkan hasil penelitian dari 12 (duabelas) orang pedagang yang biasa berjualan menggunakan saung-saung sederhana, sebagian besar mereka berhenti berjualan makanan dan minuman di lingkungan SD Negeri Gempol. Untuk saat ini hanya 3 (tiga) orang pedagang yang mulai kembali berjualan di tempat tersebut. 

Meskipun pendapatannya tidak sebesar pada kondisi normal sebelum pandemi Covid-19. Selain itu aktivitas berjualannya pun tidak serutin pada saat kondisi sebelum pemberlakuan pembelajaran daring. Sementara menurut informasi dari salah satu pedagang, bahwa pedagang yang lainnya ada yang memilih pulang kampung, pindah tempat jualan atau berhenti jualan.

Menurunnya pendapatan para pedagang tersebut, sangat memberatkan dan menyulitkan mereka untuk memebuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat kita pahami bahwa kebutuhan hidup mereka di masa pandemi Covid-19 bukannya menurun justru dirasakan bertambah. 

Pemberlakuan pembelajaran daring menambah kebutuhan hidup mereka. Karena dari hasil wawancara dengan semua infroman kunci (key informan) mempunyai tanggungan anak yang masih sekolah. Sehingga untuk mengikuti pembelajaran daring, mereka harus membeli kuota data internet dan gadget agar anak-anak mereka bisa mengikuti pembelajaran daring. Belum lagi waktu mereka tersita untuk mendampingi anak-anaknya dalam pembelajaran daring dan pengerjaan tugas-tugas sekolah.

Kesulitan hidup di masa pandemi Covid-19 yang dialami sebagian besar masyarakat kecil, khususnya para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di lingkungan SD Negeri Gempol tidak lepas menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam membantu meringankan beban kehidupan mereka. Tanggung jawab pemerintah tersebut direalisasikan dalam bentuk bantuan sosial, baik yang bersumber dari APBN maupun dari APBD. 

Program bantuan sosial tersebut seperti halnya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Pangan (BSP), bantuan UMKM, dan subsidi listrik. Meskipun dalam pelaksanaan pemberian bantuan sosial tersebut masih belum merata dan tepat sasaran.

Upaya pemerintah dalam memutus penyebaran Covid-19 melalui kebiajakn stay at home, work for home (WFH), PSBB, PPKM Mikro, dan terakhir PPKM Level 1-4 tidak akan berjalan maksimal selama tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan hidup terutama bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan ekonomi. 

Hal ini diungkapkan oleh para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di lingkungan SD Negeri Gempol yang mengatakan bahwa sebenarnya di era pandemi  Covid-19 ini mereka juga khawatir untuk melakukan aktivitas berdagang dan kontak dengan orang banyak di luar rumah, namun mereka juga tidak ada pilihan selain harus tetap berjulan agar bisa bertahan hidup memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Selama ini bantuan dari pemerintah yang mereka dapatkan juga belum sebanding dengan jumlah pendapatan yang biasa mereka hasilkan dari berjualan di lingkungan SD Negeri Gempol pada saat kondisi normal. 

Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, dengan pembelajaran daring bagi anak-anak mereka menjadi tambahan pengeluaran yang sebelumnya tidak terpikirkan. Namun dibalik semua kesulitan hidup dan kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda, mereka masih bisa bersyukur atas nikmat sehat yang Allah berikan untuk mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun