Pembelajaran daring yang sudah berlangsung sampai saat ini merupakan salah satu poin yang terdapat dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19). Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memutus penyebaran virus Corona dengan cara menjaga jarak atau social distancing.Â
Hal ini sesuai dengan pedoman protokol kesehatan yang senantiasa disosialisasikan kepada semua lapisan masyarakat, yang kita kenal dengan istilah 3M (Mencuci tangan, Memakai Masker dan Menjaga Jarak), bahkan di saat laju penyebaran virus Corona semakin meluas protokol kesehatan tersebut bertambah menjadi 5M (Mencuci tangan, Memakai Masker, Menjaga Jarak, Menjauhi kerumunan dan Mengurangi mobilitas).
Untuk itu, pembelajaran daring dipandang sebagai salah satu alternatif pilihan terbaik untuk saat ini dalam rangka menjaga keberlangsungan sistem pembelajaran siswa di masa pandemi Covid-19. Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak pro kontra terhadap proses pembelajaran daring, baik dari pihak guru, siswa maupun orang tua.Â
Hal ini dapat kita maklumi bahwa proses pembelajaran daring merupakan hal yang baru dan mendadak untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian menuntut semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran daring agar tidak gaptek atau dengan kata lain harus melek teknologi informasi dan kesiapan dari segi jaringan internet dan perangkat media aksesnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Moore, Dickson-Deane, & Galyen (2011), bahwa pembelajaran daring atau pembelajaran online merupakan pembelajaran yang menggunakan jaringan internet dengan aksesibilitas, konektivitas, fleksibilitas, dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran.Â
Sistem pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan internet.
Pembelajaran daring sebagai alternatif keberlangsungan pembelajaran siswa di sekolah, ternyata memberi dampak yang serius terhadap menurunnya pendapatan bahkan menghilangkan pendapatan para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang biasa berjualan di lingkungan SD Negeri Gempol.Â
Sejak merebaknya wabah Coronavirus Disease (Covid-19) di Indonesia pada Maret 2020, aktivitas pembelajaran di sekolah diliburkan. Sehingga para pedagang tersebut kehilangan konsumen utamanya yaitu para siswa yang biasa setiap harinya membeli dagangan mereka.
Berdasarkan hasil penelitian dari 12 (duabelas) orang pedagang yang biasa berjualan menggunakan saung-saung sederhana, sebagian besar mereka berhenti berjualan makanan dan minuman di lingkungan SD Negeri Gempol. Untuk saat ini hanya 3 (tiga) orang pedagang yang mulai kembali berjualan di tempat tersebut.Â
Meskipun pendapatannya tidak sebesar pada kondisi normal sebelum pandemi Covid-19. Selain itu aktivitas berjualannya pun tidak serutin pada saat kondisi sebelum pemberlakuan pembelajaran daring. Sementara menurut informasi dari salah satu pedagang, bahwa pedagang yang lainnya ada yang memilih pulang kampung, pindah tempat jualan atau berhenti jualan.
Menurunnya pendapatan para pedagang tersebut, sangat memberatkan dan menyulitkan mereka untuk memebuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat kita pahami bahwa kebutuhan hidup mereka di masa pandemi Covid-19 bukannya menurun justru dirasakan bertambah.Â