Mohon tunggu...
Yulius Efendi
Yulius Efendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sedang Menjalankan Studi

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Model Asesmen Kebutuhan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

27 Juli 2020   14:34 Diperbarui: 27 Juli 2020   14:26 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Keefektifan merupakan suatu dimensi tujuan manajemen yang berfokus  pada hasil, sasaran, dan target yang diharapkan. Sekolah yang efektif adalah  sekolah yang menetapkan keberhasilan pada input, process, output, dan outcome yang ditandai dengan berkualitasnya komponen-komponen sistem tersebut. 

Dengan demikian, keefektifan sekolah bukan sekedar pencapaian sasaran atau terpenuhinya  berbagai kebutuhan untuk mencapai sasaran, tetapi berkaitan erat dengan syaratnya komponen-komponen sistem dengan mutu, dengan kata lain ditetapkannya pengembangan mutu sekolah.

Pada era global ini, kemajuan sekolah merupakan esensi dari pengelolaan sekolah melalui pemeliharaan mutu, responsif terhadap tantangan dan antisipatif terhadap perubahan-perubahan yang diakibatkan dari berubahnya tatanan internal maupun dunia kesejagatan, sehingga tidak menimbulkan keadaan bergejolak (turbulen) dan penuh ketidakpastian (uncertainty) yang dapat mengancam runtuhnya berbagai tatanan yang telah diciptakan sedemikian rupa.

Globalisasi telah memberikan warna tersendiri bagi arah pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini menjadi indikasi kuat perubahan lingkungan strategik pendidikan globalisasi sebagaimana didefinisikan Lodge (Kristiadi, 1997: 3) adalah proses dimana masyarakat dunia menjadi semakin berhubungan (interconnected) satu sama lainnya dalam berbagai aspek kehidupan mereka, baik dalam hal budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun lingkungan. 

Dunia kini sudah menjadi satu yang dipersatukan oleh media komunikasi dan informasi sehingga menuntut dunia pendidikan bersinergis dengan berbagai perubahan melalui rekayasa manajemen pendidikan dengan tetap memegang citra diri bangsa. Sebagaimana diingatkan Alfin Tofler bahwa masyarakat dunia sedang memasuki peradapan "gelombang ketiga" atau the third wave, yaitu peradapan pascaindustri yang ditandai dengan kemajuan yang sangat pesat dalam teknologi informasi sebagai karakter utama arus globalisasi.

Kompetensi kesejagatan tidak terelakan lagi bagi pengembangan sekolah. Sekolah yang hanya memelihara keadaan stabil tanpa ingin merespons berbagai gejolak dan pengaruh eksternal pada akhirnya akan bertemu dengan keadaan tidak menguntungkan seperti kehilangan enrollment, berkurangnya kepercayaan masyarakat, tidak relevannya lulusan, dsbnya.

Sudah begitu lama kita mendambakan pendidikan berkualitas sehingga tuntutan terhadap kualitas sangat semarak dan perwujudanya sangat urgen karena mutu sudah menjadi a very critical competetive variable dalam persaingan internasional. Sekolah yang berkualitas selalu dicari orang, tidak pernah sepi pengunjung, tidak kehilangan pelanggan, ibarat daya tarik 'gula bagi semut' sehingga sudah selayaknya kita konsisten dalam pemeliharaan dan peningkatan mutu persekolahan.

Sejalan dengan harapan pencapaian mutu pendidikan di atas, Undang-undang 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) Pasal 50 ayat 3 menyebutkan bahwa "pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional". 

Untuk menyelenggarakan SBI maka setiap sekolah wajib membuat rencana pengembangan sekolah (RPS) yang disebuat RPS-SBI. RPS-SBI adalah proses untuk menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia menuju sekolah yang benar-benar bertaraf internasional. RPS-SBI juga merupakan dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah sekarang dan yang akan datang dalam rangka mencapai perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan sebagai SBI.

Oleh karena itu penyusunan RPS-SBI perlu mempertimbangkan segala aspek yang dapat mempengaruhi kesempurnaan RPS itu sendiri, misalnya tentang: (a) kemampuan memahami potensi sumber daya sekolah dan lingkungan, (b) kemampuan memahami kelemahan dan ancaman terhadap pelaksanaan program, (c) kemampuan membaca peluang yang ada untuk dijadiakan dasar penentuan program, (d) keterlibatan stakeholder dalam penyusunan RPS, dan (e) ketepatan pemilihan prioritas ataupun keruntutan program yang dikembangkan dalam RPS-SBI.

RPS-SBI ini disusun dengan tujuan umum yaitu sebagai dasar sekolah untuk: (a) melaksanakan program sesuai visi, misi, dan sasaran sekolah, (b) membuat taget keberhasilan dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, (c) menentukan langkah-langkah strategis merubah kondisi nyata sekolah saat sekarang menuju kondisi sekolah yang diharapkan, (d) melaksanakan supervisi, monitoring, dan evaluasi keterlaksanaan program dan hasil-hasilnya dalam rangka memperoleh umpan balik, (e) sebagai dasar Dinas pendidikan Kabupaten/Kota, Provinsi, dan pusat melaksanakan monitoring dan evaluasi keterlaksanaan program dan hasil-hasilnya dalam rangka melakukan pembinaan kepada sekolah penyelenggara SBI, (f) memberikan masukan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat dalam rangka penyusunan rencana pendidikan bertaraf internasional secara luas, dan (g) memberikan gambaran kepada stakeholder sekolah (khususnya kepada orang tua siswa/masyarakat) terhadap segala bentuk program sekolah yang akan diselenggarakan, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

Sedangkan tujuan khusus (operasional) RPS-SBI  adalah: (a) menjamin agar tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil, (b) mendukung koordinasi antar pelaku sekolah, (c) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antarsekolah dan dinas pendidikan kabipaten/kota, dan antarwaktu, (d) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan, (e) mengoptimalkan warga sekolah dan masyarakat, dan (f) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, sebagai dasar ketika melaksanakan monitoring dan evaluasi pada akhir program.

Menindaklanjuti rencana pengembangan sekolah yang ada, sebagai sekolah yang ditetapkan sebagai rintisan SBI, maka diwajibkan pula membuat program-program sekolah untuk mencapai tujuan sekolah bertaraf internasional. Pengembangan program di sini memiliki bobot yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih bersifat internasional, yang berbeda dengan program-program sekolah sebelum menjadi rintisan SBI.

Pada tahap awal sebagai sekolah rintisan SBI, dituntut untuk wajib mengembangkan program yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengembangan program sekolah sebagai persiapan sebelum menyelenggarakan SBI dan pengembangan program untuk menyelenggarakan pendidikan sebagai rintisan SBI.

Maksud dari program persiapan penyelenggaraan SBI adalah untuk melihat dan mengatasi kekurangan dan kelemahan sekolah berkaitan dengan aspek standar kelulusan, kurikulum, PBM, SDM, sarana dan prasarana, manajemen, pembiayaan, penilaian, sebelum masuk pada penyelenggaraan SBI yang sesungguhnya. 

Waktu yang disediakan untuk mengembangkan dan melaksanakan program persiapan ini maksimal enam bulan terhitung sejak sekolah ditetapkan sebagai rintisan SBI. Harapannya, setelah melaksanakan program persiapan ini sekolah benar-benar telah siap untuk menyelenggarakan pendidikan sebagai sekolah rintisan SBI.

Dalam pengembangan program sekolah rintisan SBI, perlu mengembangkan delapan standar nasional, berupa pendalaman, perluasan, dan pengembangan lainnya yang memenuhi kriteria internasional, termasuk program proses pembelajaran dengan menggunakan dua bahasa (Inggris dan Indonesia).

Selanjutnya sekolah rintisan SBI ini diberi pembinaan khusus bersama-sama sementara selama lima  tahun, antara pemerintah pusat (Direktorat Pembinaan), Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Diharapkan selama kurun waktu tersebut diharapkan sekolah benar-benar menjadi SBI, bukan sebagai rintisan lagi. Tanggung jawab selanjutnya dalam penyelenggaraan SBI ada pada pemerintah daerah bekerjasama dengan komite sekolah. 

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dalam pengembangan program sekolah juga dibuat dalam bentuk RPS-SBI yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu program jangka pendek sebagai dokumen perencanaan sekolah dan sebagai penjabaran operasional dari RPS-SBI jangka menengah dan jangka panjang, yang disebut Renop (Rencana Operasional). Sedangkan RPS-SBI jangka menengah atau jangka panjang sebagai dokumen perencanaan sekolah disebut dengan Renstra (Rencana trategis). 

Baik Renstra maupun Renop disusun melalui beberapa langkah, antara lain: analisis lingkungan strategis sekolah, analisis situasi pendidikan saat ini, analisis situasi pendidikan sekolah yang diharapkan satu tahun atau lima tahun ke depan, menentukan kesenjangan antara situasi pendidikan sekolah saat ini dan yang diharapkan satuan tahun atau lima tahun ke depan, merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah selama satu atau lima tahun ke depan menuju SBI, merumuskan program strategis untuk mencapai visi, misi dan tujuan jangka pendek, menengah sebagai sekolah rintisan SBI, menentukan strategi pelaksanaan sekolah rintisan SBI, menentukan milestone, menentukan rencana biaya, membuat rencana pemantauan dan evaluasi. 

Adapaun aspek-aspek yang perlu dikembangkan dalam RPS-SBI adalah: Pertama, standar kompetensi lulusan (SKL). Alternatif pertama pengembangan SKL ini adalah dengan mengadopsi SKL yang ada di sekolah sederajad yang berstatus internasional. Kedua, mengembangkan SKL Permendiknas No. 23 Tahun 2006 yang bercirikan internasional. Kedua, kurikulum dengan cara mengadopsi SKL dari negara lain yang sudah berstandar internasional ke dalam suatu mata pelajaran tertentu. 

Pengembangan kurikulum tersebut terdiri dari beberapa Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator-indikator kompetensi yang bertaraf internasional. Selanjutnya di susun ke dalam silabus yang akan diberlakukan selama tiga tahun pelajaran. Kedua, kurikulum tersebut dikembangkan lebih lanjut ke dalam Standar Kompetensi (SK) dan beberapa Kompetensi Dasar (KD), dan indikator-indikator kompetensi yang bertaraf internasional. Hasil dari pengembangan tersebut disusun ke dalam silabus yang akan dilaksanakan selama tig tahun ajaran.

Berdasarkan pengembangan kurikulum internasional baik alternatif pertama maupun kedua, diwadahi dalam suatu mata pelajaran tertentu dengan alokasi waktu tertentu yang dirumuskan dalam struktur kurikulum yang akan berlaku. Apabila dari hasil pengembangan kurikulum alternatif pertama menghasilkan suatu mata pelajaran tertentu yang belum ada dalam struktur kurikulum sekolah, maka mata pelajaran tersebut dapat diberlakukan dengan nama mata pelajaran baru. Akan tetapi apabila hasil pengembangan kurikulum alternatif kedua, maka nama mata pelajarannya masih tetap sama, hanya substansi SK. KD, dan indikatornya yang lebih luas dan lebih dalam bertaraf internasional. Secara bertahap doharapkan semua kelas menggunakan kurikulum dengan mata pelajaran standar internasional.

Baik alternatif pertama maupun alternatif kedua, dikembangkan menjadi RPP yang berlaku selama tiga tahun pembelajaran. Ketiga, proses belajar mengajar (PBM) dilakukan dengan cara: penerapan prinsip CTL, pembelajaran tuntas, pembelajaran bermakna, problem solving, komunikasi pembelajaran dengan berbahasa bilingual, dengan TOEFL minimal 400, bagi guru 450 dan bagi kepala sekolah 500. Keempat, fasilitas pokok, seperti: lab. Bahasa Inggris, lab. IPA, lab. komputer, jaringan internet, pusat multi media, dan peralatan media pembelajaran di kelas (TV, VCD, Tape, OHP, LCD, laptop). Khusus untuk buku penunjang pembelajaran bilingual diupayakan pemenuhannya sesuai tuntutan kurikulum internasional. Kelima, manajemen yang diterapkan adalah berbasis sekolah secara penuh, standar ISO 9001 (2000), berbasis ICL, kerja sama dengan sekolah yang telah bertaraf internasional. 

Keenam, pembiayaan diperlukan untuk pemenuhan fasilitas pembelajaran dan penambahan biaya operasional. Usaha yang ditempuh sekolah untuk pemenuhan kebutuhan biaya, antara lain: menjalin kerja sama dengan komite sekolah, dunia usaha/industri, wirausaha, bantuan pemerintah (pusat dan daerah). 

Ketujuh, sistem penilaian mengacu pada rambu-rambu yang dikeluarkan oleh BSNP atau pusat penilaian pendidikan departemen pendidikan nasional. Namur beberapa hal pokok penilaian yang perlu dikembangkan sebagai SBI antara lain: estndar nilai yang dipakai adalah standar internacional (pusat belum menentukan kriterianya), bentuk perangkat penilaian dikembangkan dalam stnadar Bahasa Inggris. Sedangkan bentuk ujian akhir bagi siswa-siswa sekolah rintisan SBI kelas IX, menggunakan pola penyelenggaraan bertaraf internacional, sehingga lulusannya bertaraf internasional dengan mendapat sertifikasi kelulusan internasional.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun