Mohon tunggu...
W. Efect
W. Efect Mohon Tunggu... Penulis - Berusaha untuk menjadi penulis profesional

if you want to know what you want, you have to know what you think

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Boom! Semua Terjadi Begitu Cepat

9 Maret 2017   13:33 Diperbarui: 21 Maret 2017   00:01 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggap Resiko Bencana

Semua terjadi begitu cepat, tidak ada makluk di muka bumi ini yang dapat menghambat lajunya bencana itu kalau tidak dari yang menciptakan dunia ini.

Sekitar jam lima tiga puluh menit, anakku yang mbarep sudah bersiap untuk sekolah, ia mandi dan istriku pergi untuk membeli sarapan, jam enaman aku sebenarnya ingin tiduran disamping anakku yang ragil untuk melihat acara teve yang tayang hari itu, akan tetapi tiba-tiba…. boom, seperti ada sesuatu yang jatuh ke bumi. Jleg… seperti terhentak. Tidak berapa lama, bumi bergoyang, gempa terjadi begitu cepat. Aku gendong anakku, buru-buru keluar. Ketika sudah berada diluar sekali lagi Boom…. Rumah pokok tinggalan orang tua ambruk rata ditanah, yang menimbulkan kepulan asap sampai kepohon kelapa.

Tetangga-tetanggapun mulai berdatangan dirumah, anakku yang mbareb ternyata sudah berada dijalan. Sedangkan istriku beberapa saat kemudian pulang, dan ia mulai bercerita bagaimana bumi ini digoncang gempa.

Kejadian itu begitu cepat hampir satu menit gempa itu terjadi di Bantul Yogyakarta, pada tahun 2006 di bulan mei, yang terjadi kemudian banyak orang-orang melewati jalan depan rumah, mereka mengangkut yang terkena bencana, saling mengaduh. Aku sendiri kehilangan salah satu anggota keluarga, Budhe meninggal, karena memang usianya sudah delapan puluh lima tahun waktu itu, untuk bergerak cepat tidak bias dan ia terkena reruntuhan. Ini memang sudah kehendak Tuhan, biasanya Budhe tidur ditempatku, namun ia tidur dirumah pokok bersama adik saya, dan memang itulah yang terjadi, budhe meninggal, adikku luka ringan terkena reruntuhan.

Tetangga-tetangga banyak yang membantu mengevakuasi Budhe, dan segera dibawa ke RSU PKU Muhamadiyah yang jaraknya paling dekat. Disana aku suruh istri  untuk menunggui. Sedangkan aku ngurus kedua anakku yang mbareb sudah kelas satu SMP sedangkan yang ragil masih di TK. Dan hai itu, aku tidak mengijinkan untuk berangkat sekolah, karena memang baru mengalami kejadian yang cukup membuat jantung ini berdebar begitu kencang, ada rasa takut juga setelah mendengar begitu banyak korban meninggal di Bantul yang hamper 5000an orang dan saat itu bapak Presiden telah mengumumkan sebagai bencana nasional, sehingga banyak bantuan menglir dari penjuru dunia ini.

Bangunan yang roboh di kampung hanya satu ditempatku sedang yang lain banyak yang retak-retak berat dan ringan. Hal yang justru membuat malapetaka itu semakin banyak korbannya justru bukan karena bencana gempa itu, akan tetapi issue sunami yang akan menimpa kota bantul, entah dari mana ditiupkan issue tersebut, sehingga masyarakat berhamburan dan banyak yang tidak berpikir ulang, begitu tergesa-gesa untuk menyelamatkan diri sehingga banyak yang terkena luka, ada yang patah kaki juga akibat menaiki truk yang tergesa-gesa.

Aku sendiri sebenarnya juga kawatir dengan issue tersebut, akan tetapi aku coba untuk mencari informasi, kebetulan ada seorang polisi didekat rumah dan saya tanyakan apakah sunami sudah dating dari arah pantai samas, ternyata ketika Polisi itu ngontek salah satu temannya, tidak terjadi apa-apa, tidak terjadi sunami, aku jadi lega, dan duduk disalah satu tempat dekat rumah.

Itu adalah salah satu refleksi gempa yang terjadi pada tahun 2006 yang menimpa keluargaku, dan setelah gempat itu terjadi, ada banyak yang simpatik terhdap nasib saya yang sudah tidak memilik rumah pokok, rumah yang aku tempati juga rusak berat, hingga beberpa hari kemudian ada bantuan dari salah satu keluarga di Srumbung Magelang, ternyata mereka membawa banyak teman hampir satu kampung yang kemudian juga merobohkan rumah yang ku tempati karena memang sangat membahayakan bila ditempati.

Aku sungguh mengucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman paklik Kamto di Srumbung Magelang, yang sudah membantu memecahkan salah satu persoalan kami keluarga di bantul.

Sebenarnya rumah yang aku tempati, termasuk rumah yang juga aku pakai untuk usaha servise computer, sejak gempa terjadi, tidak banyak yang menservisekan computer ditempatku padahal sebelum gempa hamper tiap hari ada saja yang dating untuk nyervise atau membeli perangkat asesoris atau penggadaan computer baik baru mauoun second.

Gempa yang terjadi ditahun 2006 itu telah menyisakan kepedihan dalam keluarga ku, bagaimana tidak. Saya sebagai Pegawai Negeri Sipil, dengan gaji pas-pasan, harus bangkit untuk membangun rumah kembali, membangun usaha lagi untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Dan yang kami usahakan denan bantuan lima belas juta rupiah itu, aku harus mencari tambahan dana dan yang paling gampang adalah dengan menggunakan gaji sebagai jaminannya dan itu yang paling gampang.

Disamping bertanggungjawab merampungkan bangunan, masih menyisakan hutang terdahulu, dan itu terasa berat bebannya dalam menyandang kehidupan sehari-hari, namun bagaimanapun tetap diperjuangkan agar pondasi hidup ini jangan sampai terguncang, minimalnya dapur tetap ngebul, begitu istilah orang jawa.

Karena dana banyak terserap merampungkan bangunan (meski hanya seadanya, paling tidak untuk ngeyup, panas tidak kepanasan hujan tidak kehujanan), dan itupun sudah bias kami laksanakan meskipun sampai saat ini bangunan  masih tetap sederhana, dan untuk merenovasi lebih baik lagi sudah kesulitan mencari dananya.

Gaji sebagai PNS sudah habis dipakai sebagai jaminan, tidak lain untuk merampungkan bangunan rumah akibat gempa yang terjadi tahun 2006 itu. Usaha untuk menambah penghasilan tetap diperjuangkan dengan usaha wirausaha dari istri namun usaha yang diperjuangkan juga tidak bisa kontinyu dikarenakan, modal yang digunakan juga untuk menutup hidup sehari-hari, sehingga sampai dengan saat ini, meskipun status sebagai PNS namun sebagian besar gaji sudah dijaminkan ke Bank.

Perjuangan tetap kami usahakan bersama istri, namun kami hanya sebatas berjuang untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi tentang hasil, ya dari Tuhan sendiri nantinya yang dapat mengukir keberhasilan.

Harapan kami dalam kehidupan dimasa mendatang semoga anak-anakku dapat berhasil dengan baik dalam meniti masa depannya. Berjuang dan berjuang, hanya itu yang kami lakukan sampai saat ini meski belum juga ada perubahan.Dan kami keluarga kecil masih memiliki harapan, karena kami percaya bahwa Tuhan akan memberi jalan dan akan indah pada waktunya (Maret 2017).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun