Suatu waktu di masa lalu, saya pernah bekerjasama dengan salah satu salon kecantikan yang saat itu baru buka. Kerjasama ini tentu saja sebagai KOL yang ikut menyuarakan kehadiran mereka kepada calon pelanggan lewat konten yang kuproduksi.
Setelah sepakat dengan hak dan kewajiban, saya meluncur ke lokasi sesuai waktu yang telah ditentukan.
Berbeda dengan salon pada umumnya yang menghadirkan anak-anak muda, salon ini justeru memberi peluang kepada ibu-ibu paruh baya berkisar usia 50an tahun atau Gen X untuk bekerja sebagai terapis.
Tentu ini adalah langkah baik sebab potensi ibu-ibu terapis tersebut bisa tersalurkan sekaligus mendapatkan penghasilan. Di sisi berbeda, kebutuhan pekerja di salon bisa terpenuhi.
Kurangnya edukasi, branding dianggap tak penting
Setibanya saya di sana, saya disambut sangat baik. Disapa dengan senyuman, dipersilakan duduk, diarahkan ke meja registrasi, disuguhkan minuman dan diajak ngobrol. Semua masih terasa normal.
Sampai akhirnya saya tiba di ruang treatment dan ditangani oleh salah seorang ibu terapis. "Ini (saya - pelanggan yang sedang ditanganinya) cuma buat konten aja" begitu kata beliau kepada temannya yang juga sedang bertugas di ruangan sebelah saat berpapasan.
Saya tidak berpikiran jauh dengan ucapan tersebut meski memang sempat bingung juga kenapa dibilang cuma ya?
Pertanyaan ini kemudian terjawab saat treatment berlangsung. Penanganan terapis rasanya hanya formalitas. Lalu berangsur-angsur total dan lebih powerfull saat sesi pengambilan footage berlangsung kemudian kembali ke "pengaturan awal" begitu footage telah tercukupi.
Perlakuan ini membawa sejumlah asumsi di kepala saya; Apakah sebelumnya sudah ada koordinasi antara pemilik salon dengan para ibu terapis? Apakah sudah diedukasi? Apakah ibu terapis ini paham betul dampak kehadiran KOL dan konten yang akan dihasilkan?
Asumsi-asumsi ini kemudian saya bawa ke person in charge (PIC), individu yang mengundang saya untuk menikmati salah satu treatment di sana. Kami berdiskusi cukup alot namun tetap di jalur yang sehat saat itu.
Pentingnya KOL untuk branding
Branding merupakan aktivitas yang dilakukan baik oleh individu ataupun oleh perusahaan untuk membangun dan memperkuat merek atau brand dengan tujuan membangun citra positif dan reputasi yang baik untuk mendapat kepercayaan dari para calon pelanggan.
Langkah ini juga merupakan upaya menjelaskan identitas bisnis agar konsumen tertarik untuk mengenal dan mau membeli atau bahkan mencoba produk dan atau jasa yang ditawarkan perusahaan tersebut.
Salah satu caranya adalah dengan mengundang Key Opinion Leader (KOL) atau influencer dengan harapan dapat membantu perusahaan meningkatkan brand awareness, membangun kepercayaan dan menjangkau audiens yang lebih luas.
Output yang diberikan tergantung kesepakatan antara brand dengan KOL. Kadang, ada yang sepakat hasil experiencenya dirangkum dalam tulisan, ada pula yang meminta dibuatkan dalam bentuk visual entah itu foto bercerita atau video.
Namun, apapun bentuk outputnya, KOL akan mempelajari produk dan atau jasa yang disepakati dengan brand, menerimanya, lalu bercerita pengalamannya dalam menggunakan produk tersebut dalam bentuk output yang disepakati di awal.
Cerita itulah yang nantinya diharapkan dapat menyampaikan pesan, edukasi atau bahkan potensi pelanggan baru. Sehingga, memang penting untuk memberikan treatment yang terbaik setara dengan pelanggan berbayar yang datang ke salon.
Sebab, sama seperti pelanggan berbayar yang mungkin akan memuji pelayanan yang ia terima bahkan merekomendasikannya, KOL juga sama, menceritakan pengalaman yang diterima, hanya saja cakupannya lebih luas karena dipublikasikan lewat sosial media.
Berikan edukasi kepada para pekerja
Saya tidak sepenuhnya menyalahkan ibu terapis yang bertugas kala itu. Beberapa asumsi saya tidak terjawab mengingat PIC ternyata bukan bagian dari salon sedang pemiliknya kala itu tidak ada di tempat.
Jika bisa menerka-nerka, maka kemungkinan besar adalah kurangnya edukasi terhadap para terapis sebelum campaign berjalan.
Kehadiran KOL tidak bisa dibilang "cuma" atau "hanya". Perlu kolaborasi antara pemilik dan pekerja, perlu edukasi pula terlepas dari apapun itu usia pekerja agar tetap memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap pelanggan - KOL, maupun pelanggan berbayar - sebagaimana mestinya.
Treatment sebagai produk yang diterima adalah bahan utama yang akan digodok menjadi konten, dan konten yang baik untuk branding perusahaan adalah konten yang didapat dari pengalaman yang baik pula.
Tidak perlu perlakuan khusus yang lebih mewah atau spesial dibanding pelanggan berbayar lainnya. Cukup bekerja dengan memberikan yang terbaik seperti biasa sebenarnya sudah membantu KOL untuk mendapatkan bahan cerita.
Perlakuan yang kurang seperti yang kualami akan membuat KOL kesulitan menyampaikan value dari perusahaan itu sendiri, sedangkan perlakuan yang terlalu berlebihan akan membuat pelanggan yang tertarik datang karena melihat konten yang dihasilkan KOL kebingungan jika sampai treatment yang sama tidak diperolehnya.Â
Kehadiran KOL dalam sebuah brand, tidak bisa dianggap remeh dan dibingkai sebagai layanan gratis yang tidak perlu maksimal. Tidak perlu juga dilayani berlebihan.
Sebaliknya, mari bekerjasama untuk mengemas brand dalam sebuah cerita menarik yang membuat orang lain tertarik untuk mengenal, atau mungkin datang bahkan mencobanya setelah konten KOL ditayangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H