Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Kenapa Anak-anak Sebaiknya Tak Ikut Menonton Film Horor di Bioskop

7 Agustus 2022   11:40 Diperbarui: 7 Agustus 2022   22:35 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak kecil yang ketakutan menonton horor | Foto: Freepik

Repotnya menonton film horor di bioskop dengan anak di bawah umur

Saat film Insidious mulai tayang perdana tahun 2010, kami memutuskan untuk menontonnya bersama di bioskop.

Kala itu, adikku baru berusia 12 tahun, namun tetap memaksa ingin menonton bersama. Antusiasnya yang ditunjukkan sepanjang jalan membuat kami merasa tidak tega untuk menolaknya. Anak ini juga sangat berusaha untuk meyakinkan kami bahwa dia akan baik-baik saja selama film berlangsung.

Karena film memang cukup mendebarkan, dan suara-suara musik menyeramkan dari seluruh penjuru bioskop rasanya terus berputar menghantui seluruh penonton, sepanjang film berlangsung adikku merengek minta keluar, karena ternyata Insidious membuat nyalinya ciut dan ngga kuat menghadapinya.

Merepotkan memang saat kami sungguh-sungguh ingin menikmati film yang ketika itu disebut-sebut jadi film paling seram sepanjang tahun namun dipaksa untuk berhenti menyaksikan.

Solusinya, satu dari kami harus ikut keluar dari bioskop menemani adikku sementera yang lainnya tetap lanjut menyaksikan film.

Tak berhenti sampai di sana. Bayang-bayang seramnya Insidious rupanya terus menghantuinya hingga beberapa hari berlalu. Takut katanya. Ke dapur lari-lari, ke kamar mandi lari-lari atau minta ditemani.

Kenapa anak-anak sebaiknya tak ikut menonton film horor di bioskop

Tanggal 4 kemarin, setelah penantian panjang film Pengabdi Setan (2017) yang mau ditonton berapa kali pun tetap menyeramkan itu, kini kembali menghantui di layar bioskop Indonesia.

Film horor yang ini sudah dinanti-nanti sejak awal tahun 2022, sejak Joko Anwar mengumumkan bahwa sequelnya akan hadir di tahun yang sama.

Betul saja, film "Pengabdi Setan 2: Communion" berhasil menarik 700ribuan penonton dan menjadi film Indonesia dengan jumlah penonton hari pertama terbanyak kedua dalam sejarah. (Sumber: Liputan6)

Apakah kamu berencana ingin membawa anak menyaksikan film ini? Coba dipikirkan ulang kembali.

Kenapa? Berikut adalah dampak negatif film horor bagi anak. 

Fobia dan gangguan kecemasan

Anak-anak memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kecemasan dan fobia yang datang dari film horor dibandingkan orang dewasa. 

Anak-anak umumnya belum memiliki kemampuan menempatkan adegan di dalam film horor ke dalam perspektif yang sebenarnya dan berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan dan fobia berkepanjangan. Terutama bila anak tergolong penakut dan kesulitan membedakan fantasi dan kenyataan.

Gangguan tidur

Yang ini sepertinya semua orang juga akan setuju. Jangankan anak-anak, orang dewasa aja banyak yang terganggu dengan efek samping yang dihadirkan film horor. Ketakutan ke kamar mandi, ketakutan tidur sendiri bahkan kesulitan untuk tidur, merasa diawasi saat sendiri, sampai mudah kaget.

Bila orang dewasa saja bisa mengalami hal tersebut usai menonton film horor, dampak yang lebih serius bisa dialami anak-anak.

Masalahnya lagi, gangguan tidur bisa berlangsung beberapa hari, beberapa minggu, bulan hingga tahunan. Oleh sebab itu, sebaiknya jangan anggap sepele dampak film-film yang ditonton oleh anak.

Agresi dan kekerasan

Kalau nonton film-film luar, setiap adegan kekerasan, makian atau adegan berbahaya yang di dalam frame yang sama juga ada anak kecil, acap kali ditunjukkan orang dewasa dalam film tersebut menutup mata atau telinga anak agar tak melihat dan mendengar langsung adegan kekerasan yang sedang terjadi.

Sebab usia anak-anak memang lebih mudah menyerap dan meniru apapun yang disajikan di lingkungan mereka.

Anak adalah peniru yang ulung.

Film horor tak melulu yang berbau mistis, film horor juga banyak yang berpusat pada sebuah tokoh antagonis tertentu yang jahat dan kerap melibatkan tema-tema kekerasan, kematian hingga penyakit mental.

Menonton film horor dibalut kekerasan bisa memicu anak melakukan tindak kekerasan di kemudian hari tergantung jenis film yang ditonton apakah kriminal, thriller, atau mystery.

Masalah lainnya adalah, efek ini bisa dirasakan temporer namun bisa juga permenan tergantung usia, karakter, value keluarga, hingga komunikasi antar keluarga.

Mengganggu kenyamananmu dan penonton lain saat film berlangsung

Sama seperti salah satu dari kami yang harus mengalah untuk ikut keluar dan nemenin si bontot karena ketakutan akibat film Insidious, mungkin kamu juga akan mengalami hal yang serupa.

Mau ngga mau, harus ada yang ngalah agar anak bisa lebih tenang.

Terlalu egois rasanya bila harus membiarkan anak uring-uringan menangis dan berteriak sepanjang film berlangsung hanya karena kamu merasa harus menyelesaikan film hingga akhir.

Sebagai orangtua, sebaiknya kamu juga harus kompromi dengan sikap anak agar tak menganggu ketenangan penonton lain.

Teriakan anak kecil saat menonton itu salah satu tantangan saat menikmati film di bioskop sih. Dan selalu serba salah rasanya untuk mendapatkan solusi.

Ditegur katanya namanya juga anak-anak, ngga ditegur kitanya yang ngga bisa nikmatin film. Jadi memang butuh kesadaran orangtua.

Belum lagi kalau mereka nendang-nendang kursi di depannya seperti yang pernah kualami. Kesel rasanya!.

Dua kali bayar 

Katakanlah kamu harus mengalah pada anak dan ikut keluar demi menjaga kenyamanan bersama, bukankah itu artinya kamu juga harus mengeluarkan biaya lagi untuk menyaksikan film yang serupa demi menjawab rasa penasaranmu?

Jadi dua kali bayar kan?

Melebihi aturan screen time 

Film-film horor umumnya berdurasi 90 menit ke atas, sementara anak memiliki aturan screen time yang harus dipatuhi demi kesehatan anak itu sendiri. 

Membawa anak menyaksikan film horor atau bahkan film-film lain berdurasi 90 menit lebih di bioskop sama saja memberi peluang pada anak untuk melewati screen time. 

Aturan screen time:

  • Anak di bawah 18 bulan: 0 menit
  • Balita 18 bulan - 2 tahun: 30 menit per hari tontonan edukatif
  • Balita 2-5 tahun: Maksimal 1 jam per hari di bawah pengawasan orang tua
  • Anak usia lebih dari 5 tahun: Kesepakatan dan hasil negosiasi anak dan orangtua.

Untuk menghindari dampak-dampak tersebut, sebaiknya hindari mengajak atau memberikan kesempatan pada anak untuk menonton film horor.

Di Tiktok, banyak video prank lalu lalang. Kakak atau abangnya memutar suara kuntilanak lalu meninggalkan adiknya di ruangan tertutup kemudian mengunci pintu.

Mereka menikmati masa-masa adiknya ketakutan, menangis, dan meraung memaksa ingin keluar. Sialnya lagi, adegan itu direkam dalam video lalu tangisan adiknya dibuat jadi bahan lelucon di sosial media.

Sebaiknya hal-hal seperti ini sudah bisa dihentikan.

Bagaimana seharusnya? 

Edukasi anak agar menonton film sesuai usia 

Sebetulnya setiap kali menonton di bioskop, anjuran "Tontonlah film sesuai umur!" selalu ditampilkan sebelum film dimulai.

Sayangnya, masih banyak anak atau remaja yang turut menonton film yang bukan usianya. Padahal, anjuran itu pun disampaikan untuk kenyamanan bersama seluruh penonton dan kesehatan anak di bawah umur.

Sebagai orang dewasa, orangtua, tante, om, atau kerabat terdekat yang sudah dewasa, memang sebaiknya bisa mengedukasi anak-anak dan remaja dari rumah untuk menerapkan hal ini saat anak menonton film di bioskop di luar pengawasan orangtua.

Untuk film horor sendiri, sebaiknya beri izin anak menonton film horor ketika perkembangan kognitif atau daya nalarnya sudah berkembang lebih baik. Ini didapat ketika anak telah berusia 14 tahun ke atas.

Memberi ruang untuk berdiskusi 

Orangtua juga bisa memberi ruang untuk berdiskusi dengan anak remaja, film apa yang boleh dan tidak boleh ditonton.

Turut terapkan Budaya Sensor Mandiri

Sejak 2018, Lembaga Sensor Film (LSF) sudah mencanangkan Budaya Sensor Film yang disiapkan untuk menjadi gerakan nasional untuk fokus pada peningkatan literasi masyarakat tentang pentingnya memilah tontonan sesuai usia masing-masing.

Masih dalam pembahasan memang sehingga belum ada prosedur jelasnya.

Namun, upaya ini dirasa menjadi langkah bagus untuk mengedukasi penonton.

Semoga kampanye ini segera terealisasi ya. Dan orang dewasa bisa memberikan edukasi bagi anak dan para remaja dari rumah agar mereka lebih memahami hal positif dan negatif dari menerapkan kampanye tersebut.

Sumber:

Klikdokter.com

LSF

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun