Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Momentum Sumpah Pemuda, PT Freeport Indonesia Ajak Pemuda Mengenal Suku Kamoro

6 November 2021   09:51 Diperbarui: 6 November 2021   10:04 6244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tangkap layar YouTube Yayasan Maramowe

Bulan lalu, lewat for your page Tiktok, tanpa sengaja, aku dipertemukan dengan sebuah fakta yang cukup mengejutkan.

Dalam video tersebut, pemilik konten bertanya tentang sebutan atau nama seni bela diri dari suku Batak Toba. Aku yang memang sangat menyukai hal-hal yang berkaitan dengan budaya yang juga hidup dalam diriku ini, merasa malu. Pasalnya, aku bahkan tak bisa menjawab pertanyaan tersebut.

Sampai di akhir video, aku mendapatkan jawaban yang lagi-lagi bikin tercengang.

Begini, dulu, ketika almarhum Oppung Boru (Nenek) masih hidup, Beliau suka meneriakkan kata "Mossak" ke arahku dan adikku setiap kali kami bergelut atau lari-lari di rumah. Istilah ini juga sering dilontarkan saat kami bercengkrama yang biasanya kerap diakhiri dengan pertikaian.

Dari kebiasaan tersebut, aku menarik kesimpulan bahwa Mossak, berarti gaduh, riuh, atau menimbulkan keributan.

Aku bahkan terus menyimpan definisi tersebut di dalam benakku tanpa bertanya apa sebetulnya arti kata Mossak hingga dewasa ini, sampai aku ketemu konten Tiktok tersebut.

Hari itu juga, aku mencari berbagai literatur yang membahas tentang Mossak demi menjawab rasa kaget sekaligus tak percaya.

Tak puas hanya lewat bacaan yang kutemui di dunia maya, aku bertanya pada beberapa orang tua yang mungkin bisa membantu untuk menuntaskan rasa penasaranku.

Betul saja, dari berbagai cerita, aku mendapatkan kesimpulan bahwa Mossak, betul adalah seni bela diri dari Batak Toba yang hampir punah. Belakangan diketahui, sekelompok anak muda di Tele, masih mempelajari seni ini dan mempertontonkannya di berbagai acara.

Dan untuk menggaungkan seni bela diri yang mulai terkikis dari anak muda ini, aku menuliskannya lewat artikel yang bisa kamu baca di sini.

Memang, mengenalkan budaya adalah hal yang berkelanjutan dari berbagai pihak. Tidak bisa berhenti atau dia akan hilang perlahan tapi pasti. 

PTFI manfaatkan momentum Sumpah Pemuda untuk jaga kelestarian budaya

Anak muda Papua sebagai pembicara | Foto: Efa Butar butar
Anak muda Papua sebagai pembicara | Foto: Efa Butar butar

Bicara tentang seni dan budaya, Billy Iwan E. Tokoro, founder @PaceKreatif mengatakan "Baiknya anak-anak (lokal) sendiri, ya, yang promosikan budaya. Mungkin dengan pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan, bukan sekali atau dua kali saja." Dengan begitu, harapannya, tidak ada pergeseran makna dan nilai-nilai dari budaya itu sendiri.

Pace Kreatif merupakan sebuah komunitas yang bertujuan untuk menampilkan kreativitas masyarakat Papua dan mempromosikan pesona Papua. Bersama Pace Kreatif, Billy mengunggah beragam konten edukasi tentang keindahan dan keunikan Papua.

Ucapan ini tercetus di dialog seni yang bertajuk "Pemuda dalam Gerakan Pelestarian Budaya" yang digagas oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) bersama Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe (MWK) bekerja sama dengan Plataran Indonesia.

Acara tersebut juga sekaligus menjadi gelaran Kamoro Art Exhibition & sale 2021 yang berlangsung pada 27-29 Oktober 2021 yang lalu, bertempat di Hutan Kota by Plataran.

Kegiatan ini dilangsungkan bertepatan dengan Perayaan Hari Sumpah Pemuda yang kemudian dimanfaatkan oleh PTFI sebagai momentum yang tepat bagi pegiat budaya dan pemuda.

Dengan maksud untuk bersama-sama menjaga kelestarian budaya di Indonesia khususnya mengenal lebih dekat seni budaya suku Kamoro sebagai bagian dari khasanah budaya Indonesia.

Dalam acara yang dipandu oleh Ludia Amaye Maryen, Miss Papua 2018 ini, dihadirkan pula:

  1. Hendrikus Wiriyu atau yang kerap disapa Hengki adalah seorang seniman ukir kayu dari Suku Kamoro
  2. Billy Iwan E. Tokoro seorang founder Pace Kreatif
  3. Marthen Sambo sebagai Education Team Leader Yayasan Wahana Visi Indonesia, serta
  4. Hanna Keraf, Co-Founder and Chief of Community Development & Partnership Du Anyam

Selaku muda-mudi Papua yang terus bergerak untuk mempromosikan pesona budayanya.

PTFI ajak anak muda kenali Suku Kamoro, Papua

Ada yang suka dengan hasil karya seni ukir?

Bila ya, kamu harus tahu bahwa, hasil karya ukir seni yang kini ada di kediaman, atau di kantormu itu mungkin bisa jadi salah satu karya dari suku Kamoro.

Beberapa jenis ukiran Kamoro | Foto: Efa Butar butar
Beberapa jenis ukiran Kamoro | Foto: Efa Butar butar

Kamoro adalah salah satu dari 255 suku di Papua, yang dikenal dengan karya seni berupa ukiran kayu, anyaman dan tarian.

Ukiran pada kayu juga tak sama, setidaknya, ada empat jenis ukiran dari Suku Kamoro:

  1. Ukiran Yamate,
  2. Ukiran Mbitoro,
  3. Ukiran Mamokoro,
  4. Serta ukiran Wemawe.

Masing-masing ukiran ini memiliki makna sendiri yang menggambarkan kehidupan dari Suku Kamoro seperti kali, awan putih, awan hitam, kolam, mata kail, sagu, dan ikan yang kemudian dituangkan dalam bentuk ukiran-ukiran di atas.

Untuk menghasilkan karya lewat ukiran-ukiran tersebut, beberapa jenis ukir memang tak memerlukan ritual tertentu.

Namun, khusus untuk Mbitoro, menurut Hengki, ukiran ini memerlukan ritual khusus. Karena bagi Suku Kamoro, ukiran Mbitoro adalah ukiran paling sakral. Mulai dari proses ambil kayu, proses ukir hingga prosesi penancapan, semuanya diikuti ritual adat.

Keunikan serta keindahan yang ditawarkan seni ukir Kamoro ini rupanya berhasil menarik perhatian banyak orang. Tidak heran, seni ukiran ini disukai tak hanya pecinta ukiran nasional, penjualannya sendiri bahkan telah merambah kancah internasional.

Pencapaian ini tentu tak lepas dari peran dan bantuan promosi dari PTFI, selaku perusahaan yang hidup berdampingan dengan salah satu suku asli Papua ini. Tak hanya di Indonesia, pameran sejenis juga pernah dilangsungkan di luar negeri, seperti di Swiss.

Kelestarian budaya Indonesia, menjadi tanggung jawab bersama para pemuda

Masih dalam acara yang sama, Hengki juga menyebutkan bahwa yang berhak untuk mengukir adalah mereka yang berada dalam garis keturunan Maramowe dengan marga-marga tertentu.

Uniknya lagi, meski pengukir dibatasi marga dan garis keturunan, perempuan dengan marga yang sama pun, tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan ini karena kelak, mereka akan mengikuti marga suami. Sementara, setiap marga memiliki hak atas jenis ukiran tertentu.

Meski demikian, Hengki selaku seniman ukir dan seniman-seniman lain dari Suku Kamoro masih terus berkunjung sekaligus memberikan edukasi bagi warga-warga kampung agar seni ukir ini tidak punah.

Gayung bersambut, upaya mempertahankan budaya oleh suku Kamoro ini didukung oleh PTFI dengan melakukan gelaran-gelaran yang bertujuan untuk memperkenalkan budaya Kamoro kepada dunia.

Kolaborasi ini kemudian mendapatkan apresiasi dari Pemerintah Indonesia, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir, bahkan mengatakan bahwa kolaborasi ini tidak hanya mampu melestarikan budaya Kamoro, namun juga membantu transformasi industri pariwisata Papua di tengah pandemi dampak Covid-19.

Sebagai pemuda pemudi yang terikat dengan Sumpah Pemuda, meski tidak berasal dari suku yang sama, kita juga memiliki kewajiban untuk ambil andil  dalam pelestarian budaya Suku Kamoro ini.

Seperti upayaku mengenali seni bela diri Mossak dari Batak Toba lalu kembali menggaungkannya kembali lewat tulisan, memang, akan jauh lebih baik bila anak dari suku itu sendiri yang bercerita tentang budayanya.

Namun, kita juga bisa ikut andil menyuarakan budaya ini dengan terlebih dahulu mencari tahu sebenar-benarnya agar tidak ada pergeseran makna seperti yang disampaikan Kakak Billy. Dengan begitu, kita telah berkontribusi menjadi pemuda yang menjaga budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun