Dia terus saja menangis sambil mengeluarkan uneg-uneg. Sebetulnya, meski hanya didengar satu orang, amarah itu juga ditujukan pada kami semua.Â
Kecewa tentu saja. Mengingat kami telah melakukan yang terbaik untuk tanggungjawab namun alih-alih menerima terimakasih, malah dimaki-maki.
Masalah lain muncul. Stock produk sudah benar-benar habis. Sembari memutar otak kami terus saja melanjutkan pekerjaan. Masih kepikiran, barang apa yang harus dikirimkan pada Ibu yang marah barusan untuk mengganti produknya.Â
Sekitar 30 menit berlalu, lift berdenting. Padahal seharusnya tidak ada lagi orang yang datang karena hari itu tersisa satu hari sebelum perayaan hari Raya Idul Fitri. Dan produk yang sedang kami kemas tersebut, rencananya akan dikirimkan setelah ekspedisi buka kembali.Â
"Gue nganter ini doang nih." Kurir JNE yang sudah sering keluar masuk kantor untuk mengantarkan barang pengembalian pelanggan nyengir. Nunjukkin paket yang sedang dibawanya.Â
Mirip setetes air di tengah gurun pasir, kami langsung menghembuskan nafas super lega. Urusan kelar!Â
Masnyaaaa, terima kasihhhh!!
Barang itu kami kirimkan kembali pada si Ibu yang marah-marah. Dan kamu tahu? Setelah produk yang disebut-sebut rusak itu kami terima, ternyata bisa menyala dan aktif secara normal.Â
Usut punya usut, Beliau mengaktifkan produk dengan cara yang salah meski sebetulnya kami telah menyelipkan manual book di sana.
Tidak apa-apa, pada akhirnya, segala sesuatu yang berurusan dengan pelanggan akan dijadikan pembelajaran. Pembelajaran untuk kami, juga untuk pelanggan itu sendiri.
Berbagi kebaikan tak melulu tentang uang. Sesederhana Bell Boy yang menghantarkan barang bawaan kami dengan senyuman, sesederhana menanyakan baik-baik penyebab sesuatu sebelum kita benar-benar "meledak", sesederhana mengucap terima kasih ketika kita benar-benar terbantu melakukan sesuatu.Â