Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dear, Kamu, yang Menyentuh Relung Terdalam Hatiku Tanpa Tau

26 Maret 2017   16:34 Diperbarui: 26 Maret 2017   16:38 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat untuk Richard

Hei, bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja di sana? Bagaimana dengan kesehatanmu? Jangan katakan padaku bahwa makanmu terlambat! Aku rasa aku akan menjadi seorang wanita yang tiba-tiba menjadi galak dan mirip monster hanya untuk mengatakan padamu bahwa waktu yang kau habiskan untuk pekerjaanmu, itu tidaklah lebih berharga dari kesehatanmu.

Bagaimana tempat tinggalmu di sana? Apa kau nyaman? Bagaimana dengan tidurmu? Apa kau nyenyak? Atau adakah nyamuk yang menggangu istirahatmu? Bagaimana dengan ibadahmu? Jangan lupakan itu, kamu tidak akan ada apa-apanya tanpa agama. Aku rasa kita sudah sepakat tentang yang satu ini.

Bagaimana dengan pekerjaanmu? Aku harap kamu bersemangat melaksanakan semua tugasmu itu. Aku masih ingat bagaimana rona bahagia di wajahmu begitu kau ditetapkan untuk mulai bertugas di sana.

Ah, saat itu rasanya bahagiamu adalah bahagiaku. Di tawa itu, aku mulai takut. Takut bahwa kisah yang kita rajut bertahun-tahun ini perlahan akan terkikis oleh jarak dan waktu. Kamu tidak perlu tau, dan aku tidak ingin kau mengetahuinya. Ini hanya rahasia hatiku yang terlalu terbawa perasaan akanmu.

Aku juga masih ingat tentang seorang Richard ingusan yang dulu menemaniku berlarian saat hujan. Richard kecil yang mengantarkanku pulang ketika hujan mulai reda dan menemaniku saat diomelin oleh Ibuku karena bermain hujan.
Aku ingat betul bagaimana Richard SMP, Richard SMA, dan Richard yang telah menjadi Mahasiswa menemaniku kemana pun aku ingin pergi. Tidak jarang tempat impianku adalah tempat impianmu juga. Komunitasku adalah komunitasmu juga. Kegiatanku pun, tak jarang adalah kegiatanmu.

Sepertinya aku terlalu terbiasa berada di sisimu melakukan banyak hal bersama denganmu. Aku lupa bahwa kita hanyalah sahabat. Sahabat dari kecil yang terlalu sering bersama, hingga sikap baikmu kian kemari kian menanamkan bibit-bibit manis yang bagiku sulit untuk kuungkapkan. Slash “Aku jatuh hati padamu.”

Sebenarnya, jika aku bisa sampaikan langsung padamu, Hei..., aku tidak hanya ingin menghabiskan waktu SD, SMP, SMA, dan Kuliahku bersamamu. Aku ingiiiinnn sekali melihatmu berpakaian rapi lalu berangkat kerja ke tempat yang selama ini kamu impikan. Itu saja. Aku tidak berani berkhayal terlalu jauh, aku takut khayalanku menyakiti hatiku sendiri.

Jadi bagaimana, Richard? Apa kau mendengar pertanyaan bertubi-tubi yang hadir dalam hatiku ini? Kapan aku berani untuk bertanya langsung padamu tanpa menahan air mata rindu? Mengapa kamu mendambakan tempat kerja yang begitu jauh hingga aku tak lagi bisa menikmati tawamu? Kapan aku bisa mendapat jawaban darimu, Chard? Ataukah kelak kau akan memberikan semua jawaban ini padaku? Kapan??

Dear, Tuhan Sang Pemilik hati. Mereka bilang, untuk mendapatkan hati seseorang, aku tidak perlu untuk bertindak sebagaimana wanita pada umumnya. Datang kehadapannya dengan dandanan di sana sini, atau bersikap baik yang membuatku menjadi bukan diriku sendiri, atau memaksakan diriku untuk menyukai apapun yang dia sukai. Mereka bilang, aku cukup memintanya pada Pemilik hatinya saja dan bersikaplah sebagaimana adanya aku. Benarkah itu?

Jika itu benar, Kau mendengar isi hatiku kan? Bukankah selama ini Tuhan juga yang memberikan apapun yang kuinginkan dan yang kubutuhkan? Aku tau mungkin ini terlalu egois, tapi.. bolehkah aku memiliki hatinya? Atau, bolehkah Kau sematkan rasa yang sama dengan yang kurasa di hatinya?

Sudah 23 tahun aku bersabar menunggu. Membiarkan rasaku terkungkung dalam katup yang tertutup rapat. Membiarkan pintu hati terkunci tanpa ada satupun yang berhasil membukanya. Bukan aku tidak menyukai mereka, tapi aku mau dia, Tuhan. Aku mau Richard. Sekali lagi, tolong maafkan keegoisanku. Ini tentang nama pilihan yang setiap detik kubawa ke hadapanMu. Dan semoga aku tidak salah dalam memilih.

Kumohon jaga dia dan hatinya di kejauhan sana. Selama apapun Kau memintaku untuk menunggu, aku akan menunggunya. Namun, jika ternyata bukan dia, ijinkan aku membuka hati dengan dia yang Kau tetapkan untuk kutemani.

Dear, Richard. Sehat dan semangat selalu di sana, ya. Semoga kau mendengar bisikan hatiku.

With love – Ester

 

 

Bekasi – Maret 2017
Awan Kumulus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun