Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manfaatkan Unlimit8 Sebagai Ajang Promosi. Mungkin KPK Kompasiana dan Penikmat Kopi Lain Tertarik? 5B39AF7E!

2 Mei 2016   19:47 Diperbarui: 3 Mei 2016   08:40 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: https://www.youtube.com/watch?v=_GND0p99KJU

Satu tahun dua bulan saya menyandang gelar buruh bahkan hingga saat ini, memang sangat tidak begitu menyenangkan karena hampir setiap hari dikejar oleh tugas-tugas dengan deadline dan tekanan yang tinggi. Bukan itu saja, rasanya melakukan suatu pekerjaan tanpa menyukai saya akui sangat membebani.

Memperingati hari buruh, Minggu 1 Mei 2016 saya jauh lebih memilih berdiam diri. Menatap balik semua perjalanan yang sudah saya tempuh selama setahun lebih di tempat saya bekerja. Mengabdikan diri untuk sesuatu yang hasil akhirnya adalah milik orang lain. Bukan milik saya sendiri. Berjuang untuk sesuatu yang pada akhirnya akan saya tinggalkan.

Tersadar langkah sudah semakin jauh untuk berburu ilmu. Tahap demi tahap yang harus dilaksanakan, pengetahuan-pengetahuan umum apa saja yang harus dipahami. Trik-trik jitu dalam marketing untuk memasarkan produk. Cara berbicara terhadap customer hingga pentingnya logo atau brand dalam sebuah produk.

Iya, melangkahkan kaki sebagai seorang lulusan Teknologi Pangan pada umumnya memiliki banyak sekali peluang untuk berwirausaha. Bagaimanapun, pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang tidak akan pernah ada habisnya. Perlu diketahui, dunia kuliner merupakan dunia yang hanya bertahan paling lama lima tahun tanpa varian dan inovasi terbaru, untuk itulah pengusaha dituntut untuk kreativ dan inovatif jika ingin kuliner yang digeluti tidak kalah saing dengan yang lain.

Biasanya, selain berinovasi dalam formulasi dan kemasan, para ahli pangan diberi pengetahuan bahwa background usaha juga memerlukan kreasi untuk menarik minat pengunjung dan customer. Untuk itu, perlu ditargetkan terlebih dahulu pasar utama yang harus ditembak adalah pasar dari kalangan usia berapa, atau pasar dengan golongan ekonomi yang bagaimana?

Nongkrong. Satu kegiatan yang banyak dilakukan oleh semua kalangan. Mulai dari remaja, dewasa, orang tua hingga manula dengan perkiraan waktu idealnya siang (jam makan siang), sore mulai pukul 17.00 hingga 21.00. Melihat peluang yang hampir tiap hari saya perhatikan di tempat-tempat tongkrongan yang sering saya datangi saat kuliah, terbersitlah keinginan untuk menciptakan satu tempat yang dapat menjadi wadah bagi banyak orang untuk bisa berkumpul bersama. Mimpi saya memberinya “DreamLand Café”

Mulai Melangkah

  • Bekerja di Perusahaan Lain untuk Mengumpulkan Modal Bisnis

Betul, bangun dari mimpi indah yang begitu menenangkan kemudian mencari satu per satu kepingan mimpi itu untuk dilukiskan tepat di depan mata dan dapat disentuh pada awalnya sangat sulit. Kebingungan untuk memulai dari mana hingga kaki memutuskan untuk membiarkan pikiran belajar dari perusahaan lain yang dapat menjembatani terwujudnya mimpi itu.

Satu tahun menjadi buruh bukan hal yang mudah, walau sulit ada begitu banyak pintu yang terbuka untuk semakin dekat dengan sang DreamLand. Mulai dari koneksi yang semakin bertambah, idealnya cara promosi, cara penyampaian yang baik ketika menawarkan produk, cara membuat ulasan mengenai produk berada di tingkatan goolge search yang identik dengan meningkatkannya viewer ke website atau setidaknya membaca ulasan tentang produk. Banyak sekali, terutama dari segi ekonomi pastinya sangat membantu untuk memulai impian ini. Langkah pertama ini terus berjalan hingga sekarang sembari melanjutkan mencari tahu langkah lainnya untuk mewujudkan mimpi.

  • Memilih Produk.

Berbicara mengenai café memang tidak melulu mengenai kopi, ada banyak hal yang bisa ditawarkan di sana. Banyaknya pilihan ini tidak mengubah pilihan saya tentang kopi. Sejak kecil, kehidupan saya tidak pernah jauh dari kopi walau saya tidak begitu menyukai proses pembuatan kopi itu sendiri. Nenek merupakan orang pertama yang mengenalkan saya pada kopi. Dari mulai pohon, biji, warna kopi yang sudah siap untuk dipanen, cara memetik, melakukan sortasi manual dengan menggunakan tangan, hingga ke proses penjemuran. Selanjutnya, penggililngan kopi menjadi bubuk saya saksikan langsung dari orang lain yaitu dosen dan teknisi terkait yang mengajarkan mengenai pascar panen kopi.

Memilih kopi yang terbaik bukan merupakan satu hal yang mudah. Bagaimanapun, posisi saya sebagai seorang staff di perusahaan swasta cukup menyulitkan untuk terjun langsung ke pengolahnnya sehingga cara lain yang bisa saya lakukan untuk melakukan ini adalah berkontribusi langsung dengan ukm-ukm yang memproduksi langsung kopi bubuknya. Mulai dari pemetikan hingga kopi sudah berbentuk bubuk. Dan ya, seperti janji Tuhan dan alam, pintu akan terbuka dengan sendiri jika kita sudah benar-benar mencari. Dan produk itu pun kini berada dalam genggaman.

Jika ditanya ada berapa banyak langkah yang harus saya tempuh untuk mewujudkan My DreamLand, saya sendiri pun tidak mengetahui jawabannya. Hanya saja, untuk saat ini saya sangat menikmati proses perlahan dan pasti ini. Walau kadang ada keraguan, rasanya untuk berhenti setelah berada di tengah jalan adalah keputusan yang terlalu pengecut. Lagipula saya terlalu penasaran dengan hasil akhir terhadap sesuatu yang saya mulai ini. Mampukah saya memberi kehidupan kepada orang lain? Mampukah saya menjadi sosok yang menjadi tempat bergantung hidupnya orang banyak? Mampukah saya melatih diri saya bertanggungjawab dengan apa yang saya mulai? Dan jawaban itu akan terjawab dengan sendirinya ketika DreamLandsudah ada di depan mata.

  • Memperbanyak Koneksi, lalu Promosi

Belum begitu intens, namun sudah berjalan perlahan-lahan. Menyajikan segelas kopi premiumku kepada Bapak-bapak pecinta kopi di kantor sebagai taster. Di Teknologi Pangan saya menyebut mereka panelis, yaitu sekelompok orang yang bersedia memberikan waktunya untuk mencoba produk baru dari segi cita rasa dan mengisi kuisioner yang disiapkan untuk mendapatkan kesimpulan dari pendapat mereka. Kuisioner-kuisioner itu nantinya akan dikumpulkan kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan hasil akhir keseluruhan dari semua panelis. Bedanya, metode yang saya gunakan kali ini adalah uji coba sekaligus promosi tanpa perlu menyerahkan kuisioner pada mereka untuk diisi.

Lalu bagaimana hasilnya? Proses memang tidak akan menipu hasil. Saya percaya dengan ukm pilihan saya berikut kinerja mereka, dan saya mulai memberikan kepercayaan kepada diri sendiri untuk berani mencoba beberapa formulasi takaran kopi saya untuk menghasilkan satu gelas kopi seduhan dengan cita rasa terbaik yang paling tepat. Baik itu dengan atau tanpa gula. Sebagai penikmat kopi hitam dengan rasa yang tidak begitu manis, saya membutuhkan kurang lebih 10 kali percobaan dan membutuhkan sekian gram kopi. Dan untuk mendapatkan cita rasa terbaik bagi penikmat kopi pahit, saya bahkan mengirimkan kopi ini kepada seseorang yang dengan segala kemampuannya mendukung saya untuk memandang bahkan memeluk DreamLand.

Ada beberapa keputusan yang saya ambil dari hasil percobaan saya ini. Bahwa cara seseorang untuk menikmati kopi adalah berbeda. Rasa tidak bisa dipaksakan, dia datang dari hati mereka yang mencicipinya. Walau dalam kata lidah bisa berdusta, tidak dengan rasa. Rangsangan yang diterima lidah dengan sendirinya akan terkirim ke otak dan hasilnya akan terlihat di wajah orang yang bersangkutan. Inilah yang sangat menarik dari makanan.

Kembali ke koneksi. Kantor tentu saja menjadi salah satu tempat yang paling memberi banyak peluang mendapatkan banyak koneksi, terutama bagi mereka yang berada di posisi tele marketing, atau marketing. Database merupakan salah satu asset perusahaan untuk memasarkan produk. Dan walau harus diminta berjalan dari titik nol untuk pencarian database untuk mewujudkan DreamLand Café,tidak bisa dipungkiri, perusahaan ini memiliki andil yang sangat tinggi bagi saya untuk berani menerima tantangan tersebut.

Dari sekian Bapak-bapak yang menjadi panelis free saya, tidak sedikit dari mereka yang keesokan hari mencari lagi ke Office Boykantor untuk dibuatkan kopi yang sama. Tidak perlu menunggu lama, jawaban OB tersebut mengantarkan langkah Bapak-bapak tersebut mendekat kepada saya untuk mendapatkan kopi yang sama seperti yang saya suguhkan sebelumnya.

“Dapet kopi dari mane, Lu? Enak banget. Seger.” Ungkap Beliau saat itu ketagihan dengan kopi saya.

Saya tersenyum lalu menawarkan kepada Beliau kopi saya. Belum banyak memang, baru sekitar 800 gr (kemasan / 100 gr) kepada 5 orang pembeli pertama saya. Bukankah itu hal yang luar biasa? Terharu rasanya bisa melakukan hal ini. Sedikit demi sedikit, saya memahami ini lah arti sebuah perjuangan. Hidup untuk satu tujuan. Menantang diri sendiri untuk bisa lebih dan beranjak dari zona nyaman.

Peluang yang lebih besar sebagai ajang promosi tentu saja dengan mengikuti event yang diselenggarakan Kompasiana ini. Mungkin bagi beberapa orang akan berpendapat terlalu memanfaatkan kesempatan atau tidak tahu malu atau apalah itu. Tapi bukankah sebuah kesempatan harus dimanfaatkan sebaik mungkin? Haruskah malu untuk maju? Sejauh yang saya amati, mereka yang terlalu banyak malu dan gengsi malah tertinggal jauh di belakang.

Pada saat Coverage PLN, Senin 25 April 2016 kemarin saya berkenalan dengan seorang Kompasianer, Mba Asih Setyaningrum yang kebetulan juga adalah seorang pecinta kopi. Melihat Beliau menyesap secangkir kopi tepat di samping saya, tentu saja membuat saya melonjak gembira dalam hati. Menurutnya 2,5 kg kopi bisa habis dalam 2-3 minggu. Bukankah ini suatu peluang? Lalu haruskah saya masih malu-malu? Saat itu juga saya berjanji pada Beliau, di kesempatan lain saya akan memberikan Beliau kopi saya untuk dicicipi FREE.

Sayangnya saya tidak memiliki banyak kesempatan untuk berbincang banyak dengan Kompasianer lainnya yang juga menyukai kopi, barangkali dalam obrolan saya, saya masih bisa menyisipkan promosi-promosi ringan mengenai produk saya ini

  • Memilih Nama dan Membuat Design Brand

Sudah ada sebuah nama yang terbersit dalam benak saya namun hingga saat ini saya masih berpikir apa kaitan nama itu dengan brand saya nantinya. Yang bisa mengangkat ukm, yang mudah untuk disebut dan diucapkan oleh customer. Kesulitan lain pada tahap ini tentu saja membuat design yang saya sendiri tidak memiliki sedikit pun pengalaman untuk hal yang seperti ini.

  • Pemilihan Kemasan

Kemasan merupakan hal kedua setelah produk tentunya yang dijual oleh pengusaha. Kemasan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap laku/tidaknya produk. Menurut ilmu yang saya dapatkan ketika menerima mata kuliah Pengemasan saat jaman kuliah, kemasan harus mampu menarik minat pembeli hanya dengan memandangnya selama 1 detik. Memilih bahan kemasan juga tidak bisa dilakukan sembarangan karena akan memengaruhi masa simpan produk, awet tidak nya produk, tempat penyimpanan dan banyak hal lainnya. Sejauh ini, langkah ini bukanlah hal yang terlalu sulit dan saya sudah siap dengan langkah yang satu ini.

  • Dana untuk Membentuk DreamLand Café

Membuat sebuah café bukanlah sebuah hal yang mudah. Dibutuhkan dana yang pasti yang sangat banyak, pengorbanan, juga usaha yang luar biasa. Bukan bermaksud untuk menyombongkan diri, namu meminta pada orang tua atau berhutang pada bank adalah solusi yang sudah saya coret dari tiga pilihan yang saya punya. Satu pilihan lainnya yang tersisa adalah, berusaha! Untuk menyiasati ini, tentu saja saja diperlukan kreatifitas. Ada sederatan cara yang rencananya akan saya terapkan. Salah satu diantaranya adalah buka bersama menyambut Ramadhan yang akan datang. Membuka stand sore hari di salah satu tempat umum selama bulan puasa dan masih dengan penjualan per kemasan tentu saja.

  • Partner

Manusia merupakan makhluk social yang tidak bisa hidup sendiri. Diperlukan orang lain untuk bisa bertahan hidup. Oleh karena itu, partner merupakan hal yang wajib saya temukan untuk mewujudkan impian ini.

Sejauh ini, beberapa hal yang terbersit dalam benak saya adalah beberapa langkah ini. Belum semua yang terpenuhi. Belum semua pula yang berjalan sukses. Masih banyak yang harus saya benahi dari cara saya menjelaskan mengenai produk saya, cara berbicara saya. Saya masih perlu meningkatkan rasa percaya diri saya tentang hal yang saya geluti.

Setidaknya point-point penting yang sudah berjalan dan beberapa point penting lainnya yang akan berjalan ini saya yakini akan semakin membukakan pintu menuju DreamLand Café.Saya pernah membaca novel yang dikeluarkan oleh Agnes Jessica yang berjudul Heaven, di sana disebutkan bahwa masing-masing orang dilahirkan untuk suatu maksud. Dan maksud itu lah yang saat ini tengah saya cari walau jalan menuju kesana masih sangat buram.

Ajang yang cukup menarik. Terima kasih sekali kepada Kompasiana. Kompasiana yang membuat saya pertama kali menginjakkan kaki di Grand Indonesia untuk menikmati Festival Film Pendek Indonesia dan menjadi pemenang di review, Kompasiana yang pertama sekali membuat saya menginjakkan kaki di Muamalat Tower, Kompasiana yang membuat saya berani melangkah ke Slipi sendiri walau sebelumnya belum pernah menginjakkan kaki di sana dalam rangka mengikuti Coverage Akademi Menulis PLN, Kompasiana  yang memberi saya kesempatan untuk memeluk Capri Everitt, Kompasiana yang mengajarkan banyak sekali kiat-kiat menulis serta memberi kesempatan yang sangat luar biasa ini untuk promosi.

Sukses selalu!

Salam

Efa Masriana Butar-butar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun