Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Orang Batak, Si "Sangar" Berhati "Hello Kitty"

29 Maret 2016   16:43 Diperbarui: 29 Maret 2016   17:26 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto diambil dari: uiienunenu.blogspot.co.id/2015/04/punya-teman-orang-batak-ayo-belajar.html"][/caption]Entah berapa ratus orang yang baru saja mengenal saya menyebut saya kasar setiap kali berbicara.

Pertama kalinya ini terjadi ketika saya menjejakkan kaki di kampus yang saya sama sekali tidak kenal seorangpun. SEORANGPUN! Saya menghampiri sekelompok wanita yang seumuran dengan saya dan bertanya tentang sesuatu yang saya benar-benar tidak tahu saat itu hingga mengharuskan saya untuk bertanya.

"Biasa aja dong, Lo! Nanya apa mau nelen orang sih? Sialan!" Saat itu juga mereka bubar sambal marah-marah dari hadapan saya.

Yassalam! Matilah aku!

Saya bengong. Dalam hati saya coba menelaah kembali kejadian yang baru saja saya alami. Kenapa mereka marah sementara menurut saya pertanyaan saya keluar dengan sewajarnya dan saya tanyakan dengan intonasi paling bersahabat yang saya bisa dan saat itu saya tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Bodohnya lagi saya tidak memikirkan makna ucapan "Nanya apa mau NELEN orang?" yang kemungkinan besar karena intonasi suara yang super duper power hingga mungkin keluar suara hingga sekian oktaf. Ya maklum, baru dari kampung masuk kota jadi mahasiswi pula. suatu hal yang bisa saya wajarkan jika diberi istilah "baterainya masih penuh"

Saya bukan tipe orang yang cepat bersosialisasi, butuh proses yang lama untuk bisa berbicara lepas dan menunjukkan who the real i am pada mereka yang akan menjadi teman saya. Untungnya otak masih cukup bisa diajak cekatan memikirkan mata kuliah yang diterima, ini juga metode yang cukup ampuh untuk mendapatkan teman walau kesan awalnya kita seperti dimanfaatkan. Hingga beberapa minggu di kampus, saya merasa nyaman dengan sekitar 6 orang dari merekalah saya mendapat banyak jawaban yang bahkan saya sendiri tidak terpikirkan sebelumnya.

"Na... Sorry ya, gue cuma mau tanya satu pertanyaan doang kok." Mutia. Dia yang paling banyak bertanya pada saya ketika pertemanan ini dimulai.

"Apa? Tanyalah! Satu pertanyaan tiga ribu ya."

"Kok Lo tiap ngomong selalu ngamuk sih?" Saya melihat dia dan menyadari keenam lainnya juga melihat saya dalam dalam menanti sebuah jawaban sambil bengong.

"Engga. Aku engga ngamuk." Tidak ada perubahan cara pandang mereka terhadap saya. "Serius! Engga ngamuknya aku." Lanjutku meyakinkan.

"Suara Lo itu lhoo?! Tiap Lo ngomong dan kita-kita lagi di deket Lo, kita jadi pada takut. Lo ngomong kayak mau perang dan kita takut jadi ikut diperangin sama orang yang Lo ajak ngomong itu!"

"Hahahaha..." Saya engga punya jawaban lain selain tertawa. Serius, saya berada di banyak sisi pada saat itu. Sisi merasa bersalah, sisi bingung kasih jawaban apa, sisi engga enak sama teman-teman saya karena tanpa sepengetahuan saya, saya sudah membuat mereka serasa di pinggir jurang setiap kali saya bicara.

Ekspresi mereka sama. Datar. Itu membuat saya sadar kalau tidak ada yang lucu dan makin merasa bersalah.

"Gininya teman-teman, intinya aku engga pernah marah kalau bicara. Kalaupun kesannya itu seperti marah dan mau ngajak perang itu cuma apa ya? Fatamorgana lah kubilang. Karena memang aku sama sekali tidak marah saat mengatakan itu. Cuma ya, mungkin karena waktu di kampung bicaranya seperti itu jadi masih kebawa-bawa. Betul, aku engga pernah marah selama di sini. Dan engga kayak gitu aku kalau marah." Begitu kira-kira penjelasan saya pada mereka dengan segala kejujuran dan pemahaman untuk mereka bisa mengerti.

"Itu kan waktu di kampung, udah bisa deh kayaknya sedikit dilembutin. Kan sekarang mahasiswi. Biar elegan gitu sedikit bicaranya, nanti kalau udah di kampung lagi, ya engga apa-apa mau kayak gitu lagi ngomongnya, tapi sebaiknya jangan. Tunjukkin kualitas mahasiswinya dongg." 

Ah, saya benar-benar bersyukur saat itu menjadi bagian dari persahabatan yang menasehati dengan cara yang super duper bersahabat tanpa ada kesan menggurui atau mengejek.

Dan hingga saat ini, walau sudah tidak seekstrim dulu, saat saya bicara di mana pun termasuk di kantor. Beberapa dari mereka yang tidak mengenal saya secara dekat selalu beranggapan bahwa saya galak dan saya sudah terbiasa dengan hal tersebut.

Betul, ketika dua orang Batak sedang berinteraksi suaranya seolah suara orang sekampung, seolah-olah sedang marah, seolah-olah paling kasar sedunia, seolah-olah jadi orang yang paling bernafsu mematikan lawan bicaranya. Tapi sebagai manusia biasa, itu hanya terjadi ketika saya merasa terjepit dan sedang dalam kondisi terancam, jika tidak ya saya bicara sewajarnya walau kesannya memunculkan seolah-olah itu semua.

Saya pernah bertemu dengan beberapa orang yang paling kental Bataknya dibanding saya. Di luar memang sangat garang, sangat garang! Bahkan sesama Batakpun takut melihatnya. Tapi ketika sedang berbicara dengan ibunya, kamu tidak akan pernah menemukan seorangpun pria yang bersikap semanis dia. Biasanya juga ini terjadi jika seudah bertemu dengan putrinya yang masih bayi, atau mungkin ketika melepas putrinya ke tanah perantauan (Ayahku salah satunya). Kalau sudah begini, segala upaya untuk menahan air mata agar tidak jatuh akan dilakukan. Serapuh itulah!.

Ketika sedang membuat sebuah karya mungkin lagu, lirik lagunya tidak jauh-jauh tentang kondisi anak diperantauan, tentang kondisi hatinya, tentang wanita idaman, tentang ibu dan semua menuju ke satu arah - romantisme dan lukisan hati yang lembut.

Sekeras wajah dan prinsip ketika berjuang, selembut hati ketika menghadapi orang-orang yang dicintai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun