Mohon tunggu...
Husni Setiawan
Husni Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Tutor Universitas Terbuka dan Karyawan Magang Perkumpulan Scale Up Riau

Pemikiran hanya bisa abadi dalam sebuah tulisan sederhana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Relawan Bukan Tim Sukses, Apa Benar?

12 Februari 2019   09:06 Diperbarui: 12 Februari 2019   12:01 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukan tim sukses (timses), tapi saya relawan!!

Pernyataan sederhana yang menarik untuk diulas lebih jauh. Itulah yang ada di benak penulis ketika mendengar pernyataan teman diskusi tentang dukungan politik beberapa alumni universitas di Indonesia terkait dukungan paslon capres nomor urut 01 dan 02.

Secara tertulis, relawan tidak dibahas secara khusus dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Namun Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia telah mewanti-wanti kemunculan relawan sejak  tahun 2018 silam. KPU menegaskan bahwa relawan harus terdaftar sebagai timses atau tim pemenangan secara resmi.

Lebih lanjut, KPU menegasakan bahwa  kegiatan timses yang berhubungan dengan dana kampanye harus dicatat dan dilaporkan kepada KPU. Dalam menjalankan tugas kampanye, timses harus tunduk dengan UU pemilu dan terdapat sanksi pidana jika melakukan pelangaran terhadap aturan tersebut.

Namun bagaimana dengan relawan yang tidak terdaftar dalam timses secara resmi? Apakah tindakan kampanye relawan yang sifatnya personal tersebut bisa dipantau oleh BAWASLU?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), relawan berasal dari kata sukarelawan yang memiliki arti orang yang melakukan sesuatu tanpa paksaan. Secara sederhana relawan kampanye adalah orang yang melakukan kampanye secara sukarela. Berbeda dengan timses yang melakukan kegiatan kampanye berdasarkan program yang telah dirancang sebelumnya. Timses bekerja secara profesional karena mendapatkan upah/bayaran atas kegiatan kampanye yang dilakukan.

Perbedaan antara timses dan relawan hanya pada titik kerelaan hati. Timses bekerja atas dasar upah atau bayaran, sedangkan relawan bekerja atas dasar sukarela. Makna kata relawan lebih dekat dengan kata simpatisan, yaitu orang yang memiliki rasa setuju (simpati). Simpatisan dalam politik diidentikkan dengan pemilih/pendukung peserta pemilu.

Dilihat dari makna kata, timses dan relawan memang memiliki perbedaan. Namun pertanyaan selanjutnya apakah relawan kampanye dibayar oleh peserta pemilu?

Kekhawatiran KPU terhadap relawan yang tidak terdaftar sebagai timses secara resmi adalah adanya aliran dana yang tidak dilaporkan. Untuk kasus ini sebenarnya BAWASLU telah memiliki SOP tersendiri dalam menangani peredaran dana kampanye dan money politic. Masalah ini mampu diselesaikan jika BAWASLU jeli melihat tindak pelanggaran kampanye yang berhubungan dengan uang.

Penulis melihat ada masalah lain yang muncul jika peran relawan tidak diatur secara baik dalam proses kampanye. Relawan kampanye peserta pemilu berkamuflase pada institusi informal yang membawa nama lembaga pendidikan. Fenomena dukungan capres beberapa alumni universitas terkenal di Indonesia adalah salah satu efek negatif dari ketidak-jelasan posisi relawan dalam proses kampanye.

Penulis merupakan  alumni salah satu kampus yang ikut mendukung salah satu capres. Tetapi, penulis bukan timses atau relawan salah satu capres yang bersaing. Respon beberapa teman-teman alumni yang ikut dalam deklarasi dukungan capres menganggap bahwa yang mereka lakukan merupakan hak politik sebagai warga negara Indonesia dan tidak melanggar aturan pemilu. Sampai disini benar. Dukungan tersebut tidak dibayar oleh capres yang didukung. Sampai disini mungkin juga benar. Tetapi, apakah pendukung capres tersebut terdaftar secara resmi sebagai timses? Jawaban dari mereka, tidak. Kami hanya relawan.

Disinilah letak kerancuan dalam proses kampanye di Indonesia. Relawan masih di identikkan dengan pendukung dan simpatisan, padahal relawan tersebut secara tidak sadar telah melakukan kegiatan kampanye seperti timses. Dukungan alumni akan berpengaruh terhadap opini publik yang menunjukkan bahwa capres didukung oleh kalangan terpelajar.

Dukungan alumni menurut hemat penulis bukan ditargetkan kepada seluruh alumni universitas, namun kepada masyarakat yang masih bingung dalam menemukan referensi yang tepat untuk dijadikan rujukan  memilih capres. 

Tindakan beberapa alumni yang mendeklarasikan dukungan seharusnya tergolong sebagai timses yang terdaftar secara resmi. Bentuk kampanye yang dilakukan adalah dengan menggunakan baju seragam bersimbol capres yang didukung.

Terakhir, kondisi terburuk adalah relawan tidak dapat dikenakan sanksi pelanggaran pemilu karena tidak terdaftar secara resmi sebagai timses. Dalam hal ini, relawan memiliki peluang untuk melakukan tindak kecurangan kampanye tanpa takut dikenakan sanksi dari UU pemilu. 

Secara sederhana, relawan tidak perlu jadwal dan bentuk kampanye yang harus dilaporkan kepada BAWASLU disetiap kegiatannya. Disinilah letak potensi bahwa dalam penyelenggaraan kampanye.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun