Meski sendal adik bungsuku rusak dan harus 'nyeker' Â saat menyusuri hutan, dia tetap menikmati perjalanan walau tanpa alas kaki.Â
Satu hal yang memang terlupakan sebelum berangkat, yaitu mengingatkan untuk memakai sedal yang 'proper'. Hehe
Suasana disana sangat nyaman, adem banget. Masyarakat baduy nya ramah tapi tidak banyak bicara. Bikin siapapun betah singgah dirumahnya.Â
Kita bisa bebas ikut duduk di semua rumah penduduk saat kelelahan berjalan menyusuri kampung, mereka sudah terbiasa. Rumahnya bersih meski sederhana.Â
Jika disuguhi minum air putih, terlihat betapa rajinnya mereka. Teko yang bening bersih, berisi air putih yang sangat sejuk. Enak. Airnya sejuk alami, benar-benar menyegarkan tenggorokan.
Jangan khawatir juga dengan perbekalan, air mineral, bahkan p*p mie ada yang jual di Baduy. Aman lah, nikmati suasananya saja. Tidak perlu repot banyak barang bawaan kalau cuma ke Baduy luar. (Beda kalau ke baduy dalam ya).
Satu hal yang sangat hebat dari masyarakat ini yaitu mereka seperti ikan dalam air laut. Â Meskipun hidup di air laut yang asin sepanjang hidup, daging ikan tetap tawar.Â
Mereka tidak terbawa arus dan berpendirian teguh meskipun banyak orang 'asing' yang terus mendatangi. Mereka kuat memangang ajaran leluhur. Mereka ramah namun tidak banyak bicara, apalagi bertanya. Seperlunya saja.
Hal lain yang akan membuat kita kagum adalah tentang bagaimana mereka menjaga bahan pangan kebutuhan sehari-hari, terutama makanan pokok yaitu beras.Â
Hampir semua keluarga memiliki persediaan beras yang masih berupa gabah disimpan dalam 'leuit' sehingga warga baduy tidak perlu membeli beras dari luar. Aman, bahkan berlebih, tidak perlu impor gengs. (Wkwkwk).