Bahagia rasanya bisa kembali menyambangi perkampungan suku Baduy di Lebak Banten ini. Selalu rindu untuk kembali, ga kapok. Kali ini pergi bersama kakak perempuanku, kakak ipar, adik bungsu, dan dua ponakan dan semuanya memang belum pernah ke Baduy. Anggap saja study tour
Berjarak 72km dari rumah (Menes, Pandeglang) atau sekitar 2,5jam untuk sampai di terminal Ciboleger. Terminal yang berfungsi sekaligus sebagai tempat parkir bagi siapapun yang hendak masuk ke perkampungan Baduy luar. Semua kendaraan diparkir disana, apalagi kalau hari Minggu. Penuh.
"Bayarnya berapa Mbi masuk ke sana?"
"Orang-orang Baduy gimana Mbi?"
"Nunuh mah takut sama orang Baduy" duh ini mah bocah ya dikiranya badut kali. Wkwkwkw
Jadi mungkin ponakanku ini beranggapan Baduy itu "Objek wisata" seperti yang biasa dikunjungi.. Hehe
Masuk ke sana tidak bayar ya, hanya bayar parkir saja. Selebihnya siapkan uang jajan saja untuk membeli pernak-pernik lucu khas Baduy, kain tenun, tas koja, kaos, madu, gula merah adan DUREN. (Kalau pas musim duren seperti saat ini).
Soal harga? Ah, murah tentu saja. Sesuai kantong kalangan menengah ke bawah. Gelang/gantungan kunci 10rb dapat 3, madu per botol mulai dari harga 50rb, kaos sekitar 50rb an, dan yang terakhir banyak ditanyakan: Duren sekitar 25-50rb/buah sudah bagus dan manis. Masyarakat baduy sangat menyenangkan dalam urusan jual beli, mereka tidak meninggikan harga. (Jadi jangan nawar sadis ya gengs).
Antusias!
Adik dan ponakan-ponakanku asik mengamati dan bertanya banyak hal selama disana. Meski harus berjalan kaki cukup jauh menyusuri hutan dengan jalan menanjak, berbatu dan licin, tidak ada yang mengeluh soal 'jalan kaki' ini.Â
Meski sendal adik bungsuku rusak dan harus 'nyeker' Â saat menyusuri hutan, dia tetap menikmati perjalanan walau tanpa alas kaki.Â
Satu hal yang memang terlupakan sebelum berangkat, yaitu mengingatkan untuk memakai sedal yang 'proper'. Hehe
Suasana disana sangat nyaman, adem banget. Masyarakat baduy nya ramah tapi tidak banyak bicara. Bikin siapapun betah singgah dirumahnya.Â
Kita bisa bebas ikut duduk di semua rumah penduduk saat kelelahan berjalan menyusuri kampung, mereka sudah terbiasa. Rumahnya bersih meski sederhana.Â
Jika disuguhi minum air putih, terlihat betapa rajinnya mereka. Teko yang bening bersih, berisi air putih yang sangat sejuk. Enak. Airnya sejuk alami, benar-benar menyegarkan tenggorokan.
Jangan khawatir juga dengan perbekalan, air mineral, bahkan p*p mie ada yang jual di Baduy. Aman lah, nikmati suasananya saja. Tidak perlu repot banyak barang bawaan kalau cuma ke Baduy luar. (Beda kalau ke baduy dalam ya).
Satu hal yang sangat hebat dari masyarakat ini yaitu mereka seperti ikan dalam air laut. Â Meskipun hidup di air laut yang asin sepanjang hidup, daging ikan tetap tawar.Â
Mereka tidak terbawa arus dan berpendirian teguh meskipun banyak orang 'asing' yang terus mendatangi. Mereka kuat memangang ajaran leluhur. Mereka ramah namun tidak banyak bicara, apalagi bertanya. Seperlunya saja.
Hal lain yang akan membuat kita kagum adalah tentang bagaimana mereka menjaga bahan pangan kebutuhan sehari-hari, terutama makanan pokok yaitu beras.Â
Hampir semua keluarga memiliki persediaan beras yang masih berupa gabah disimpan dalam 'leuit' sehingga warga baduy tidak perlu membeli beras dari luar. Aman, bahkan berlebih, tidak perlu impor gengs. (Wkwkwk).
Yuk, ajak anak-anak dan keluarga kita belajar tentang budaya dan hidup sederhana dari masyarakat baduy.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H