Mohon tunggu...
Een Nuraeni
Een Nuraeni Mohon Tunggu... Administrasi - pekerja sosial

"Orang yang tidak menulis, tidak punya sejarah"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ujian Kesendirian

26 November 2020   21:12 Diperbarui: 15 Maret 2021   19:28 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Kesendirian bukanlah aib. Bukan pula sebuah kesialan yang diberikan Tuhan. Sendiri adalah ujian hidup. Berat, memang. Kalau ringan, tak perlu kita bicarakan. Kalau ringan, tak perlu kita risaukan. Kalau ringan, tak perlu kita sebut ujian.

Di saat teman-teman sebaya bahkan yang usianya jauh dibawah kita sudah memiliki suami dan anak yang lucu-lucu, sedangkan kita masih saja sendiri. Disaat usia sudah melewati kepala tiga dan orang tua juga kerabat terus bertanya bertanya "Kapan nikah?", calon saja belum punya. Bahkan yang mendekat saja tidak ada. Disitulah kesabaran kita benar-benar diuji.

Ketika suatu waktu yang dinanti-nanti datang mendekat, memberikan sedikit cahaya harapan. Tak lama kemudian meredup dan terdengar ucapan klise: "Kamu terlalu baik untukku...". Sebuah rangkaian kata yang sangat menghibur. Terlalu halus dan membuat mual. Bagi yang pertama kali mendengarnya mungkin akan percaya kata-kata itu. Bagi yang sudah beberapa kali mendengarnya langsung, kamu akan mulai mengerti arti sebenarnya.

Akan lebih baik jika dikatakan dengan jujur alasannya, bilang saja kalau emang tidak cocok disini dan disini. Pertimbangannya ini dan ini, maka hubungan ini tidak bisa dilanjutkan. Setidaknya kita bisa tau alasan sebenarnya. Meskipun mungkin lebih menyakitkan, tapi lebih baik jika segala sesuatunya jelas. Agar tidak ada prasangka macam-macam dan agar tidak membuat seseorang menyalahkan diri sendiri karena tidak tahu alasan sebenarnya.

Tidak jarang malah seseorang menjadi membuat overthinking karena ketidakjelasan seperti itu: apa yang salah dengan diriku sehingga sulit sekali memiliki pasangan? Apa aku tidak layak punya pasangan? Apa aku memang ditakdirkan sendiri selamanya?

Tidak ada seorangpun manusia normal yang ingin hidup sendiri. Manusia normal pasti ingin berkeluarga. Laki-laki maupun perempuan mendambakan bisa memiliki pasangan hidup dan anak-anak yang bisa jadi tempat bersandar untuk saling menguatkan dan berbagi. Berbagi perhatian, berbagi kasih sayang, berbagi keceriaan, berbagi peran, berbagi beban, berbagi kesedihan, berbagi keluh kesah, berbagi segalanya. Kita semua pasti menginginkan kehidupan selayaknya orang dewasa lain disekitar kita bukan?

Seiring bertambah usia, harapan untuk bisa segera berkeluarga semakin besar. Namun sayangnya tidak semua orang 'beruntung' bisa segera berkeluarga. Untuk sebagian orang yang tidak kunjung menemukan ujung harapannya, sering menganggap oranglain itu 'beruntung' dan bertanya pada dirinya "kenapa aku tidak seberuntung mereka? Kenapa sangat sulit bagiku untuk menikah?".

Anggapan bahwa orang lain 'beruntung' karena bisa menikah adalah anggapan yang sangat keliru. Sehingga wajar kalau jadinya menganggap bahwa kesendiriannya saat ini adalah sebuah 'kesialan' dan akan mengikis keyakinan dalam dirinya.

Keyakian akan berbanding lurus dengan kesabaran.

Semakin kuat keyakinan itu, maka akan  semakin sabar dalam menghadapi ujian kesendirian ini. Artinya, jika saat ini merasa sangat lemah, merasa sudah tidak kuat mendengar pertanyaan "kapan nikah?", "orang mana nih calonnya?" dan tidak lagi sanggup dengan kesendirian, mungkin keyakinan kita benar-benar sedang lemah. Bukan kesendiriannya yang diuji, tapi iman kita yang sebenarnya sedang diuji.

Kesendirian hanya salah satu bentuk ujian iman. Rasa sepi, rasa sedih, rasa minder tatkala ditanya tentang kesendiriannya, adalah bagian dari soal-soal ujian yang harus kita lalui. Menikah pun adalah ujian iman. Soal-soal dalam ujian pernikahan tidak lebih ringan dari ujian kesendirian. Silahkan bertanya pada mereka yang sudah menikah, soal ujian seperti apa yang harus mereka lalui? Ada yang bingung soal tempat tinggal setelah menikah, ada yang kaget dengan kebutuhan hidup bersama, ada yang heran dengan sikap dan sifat pasangannya, ada yang mertuanya sangat dominan dalam segala hal, ada yang belum juga diberikan keurunan, dan banyak lainnya. Bahkan lebih banyak dan lebih rumit dari ujian kesendirian jika tidak dibarengi dengan keyakinan yang kuat.

Seberapa sabar dalam menanti? seberapa kuat kita menghadapi kesendirian? seberapa kuat menghadapi pertanyaan orang lain?

Tergantung seberapa besar keyakinanmu dalam memahami tujuan hidup ini.

Tujuan hidup kita bukan hanya untuk menikah. Tujuan kita hidup adalah untuk beribadah dan bermanfaat. Menikah hanya salah satu bentuk ibadah. Maka jangan lantas membuat kita lupa akan banyaknya bentuk ibadah lain. Ingat, berbagi senyuman saja juga ibadah ya. Hehe

Saat belum juga diberikan kesempatan beribadah melalui jalan pernikahan, kita bisa tetap melangkah ke tujuan dengan jalan lain yang telah disediakan.

Diusia berapapun kita saat ini, yang terpenting adalah untuk selalu memperkuat keimanan. Kesendirian bukanlah aib atau cacat diri, tapi bagian ujian hidup yang Allah titipakan untuk sebagian hambaNya.

Mendekatkan diri pada sang pencipta dan menyerahkan segalanya kepada pengenggam semua urusan akan membuatmu lebih kuat menghadapi semua ujian. Terus belajar banyak hal, terus tambah pemahaman, terus berprasangka baik dan jangan lagi menyalahkan diri sendiri. Semua yang terjadi adalah bagian dari takdir Allah, tugas kita adalah menjalani takdir tersebut sebaik mungkin. Tugas kita tetap sama sebagai hamba Allah yaitu beribadah dan bermanfaat baik saat sendiri maupun saat sudah menikah nanti.

Tetap semangat berbenah untuk menjadi yang terbaik. Lakukan hal-hal positif dan bermanfaat bagi banyak orang. Insya Allah pasangan terbaik akan Allah hadiahkan untukmu. Bersabarlah.

Tulisan ini dibuat untukmu, yang masih berjuang dalam kesendirian. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun