Mohon tunggu...
Eeduy Haw
Eeduy Haw Mohon Tunggu... -

seseorang yang tinggal di makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Muthos

10 Mei 2011   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:53 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu Rene Descartes pernah berkata “Aku berpikir, maka aku ada.”
Kini “Aku membeli, maka aku ada,” kata Bre Redana.

Bilamana konsumerisme telah menjadi dasar eksisitensi individu. Maka, siapa yang paling berkuasa (mampu) dalam mengkonsumsi, dialah Sang Raja pemilik hak-hak ‘istimewa’ dan perlakuan-perlakuan ‘tertentu’ dalam panggung sosial bernama masyarakat.

Benar kata Barthes; manusia moderen juga produsen dan konsumen mitos. Manusia moderen juga diselimuti sederet keyakinan yang irasional, intuitif, ambiguous, atau dalam kalimat yang lebih pas ‘terlalu mengada-ada’.

Bahwa: Profesi jenderal lebih baik daripada petani. Musik jazz lebih eksekutif daripada dangdut. Orang kaya lebih bahagia daripada orang miskin. Baju kemeja lebih sopan daripada kaos oblong. Rambut lurus lebih gaya daripada rambut ikal. Menjadi orang terkenal lebih trendi daripada orang tidak terkenal. Jeans merek ini lebih modis daripada merek itu. Makan di sini lebih populer daripada makan di situ. Tinggal di kompleks ini lebih nyaman daripada di kampung itu.

Bahkan, cara meludah seperti ini lebih keren daripada cara meludah seperti itu. “Cuiih!”
* * *
Kampung Pettarani, Makassar 7 oktober 2006.
catatan : Tulisan ini hasil modifikasi ulang (makanya tanggal pembuatannya tertera begitu) dan diinspirasi dari skripsi yang berjudul Mitos Malam Minggu Remaja di Makassar (Studi Kasus Semiotika Gaya Hidup) oleh Wahyudi, mahasiswa Strata Satu Angkatan 99 Universitas Hasanuddin, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi, Program Studi Jurnalistik. Dalam uraiannya, terdapat deskripsi tentang bagaimana mitos bekerja berdasarkan pola Semiotika, Hegemoni, Konsumerisme, dan Hiper-realitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun