Mohon tunggu...
Edy Suryadi
Edy Suryadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ketua Umum Rumah Kebangsaan Pancasila

Inner Life is The Real Life

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beragama dalam Totalitas Berkehidupan

29 November 2016   09:38 Diperbarui: 29 November 2016   09:54 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(QS. Al-Baqarah [2]:208)

Jika melihat realita kehidupan kita hari ini, sebenarnya masih kita dapati adanya pemisahan antara urusan beragama dengan urusan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita melihat seolah-olah urusan beragama itu adalah urusan yang kita lakukan di rumah-rumah ibadah saja sedangkan hidup bermasyarakat, urusan hidup berbangsa dan bernegara adalah urusan yang lain lagi dan tidak kaitannya dengan agama. Kenyataan yang demikian membuat tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seakan hampa tanpa jiwa. Kita masih belum mengartikan bahwa membangun bangsa dan negara merupakan bagian dari bakti kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi kita urusan membangun bangsa dan negara ini merupakan urusan dunia semata. Agama seolah hanyalah urusan untuk mencapai keselamatan setelah kematian. Padahal haruslah agama itu menjadi sebuah jalan yang nyata untuk mencapai keselamatan di dunia ini sekarang ini dan akhirat nanti.

Adanya pemisahan yang demikian itu membuat kita dapat mengatakan bahwa belumlah kita ber-islam secara kaffah. Karena ber-islam secara kaffah adalah berarti bahwa Islam haruslah menjadi bagian dan menjadi jiwa bagi segala aspek berkehidupan kita. Secara personal, Islam harus terefleksikan tidak hanya di dalam kehidupan ritual saja melainkan juga harus terefleksikan di dalam keseharian kita. Islam harus menjiwai sikap hidup dan interaksi kita dengan sesama manusia. Dan dalam konteks kehidupan bermasyarakat; kehidupan berbangsa dan bernegara, haruslah pula ia menjadi jiwa yang mengerakan keseluruhan aspek dalam tatanan kehidupan bermasyarakat kita itu. Pemisahan kehidupan beragama dengan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sebuah tanda bahwa kita masih mendua. Seolah-olah kita hidup dengan dua jiwa di dalam satu rongga dada.

Ada sebuah surat dalam Al-Qur’an yang sangat menarik untuk dipahami dengan sebaik-baiknya agar kita dapat mengerti sesungguhnya apa esensi dari hidup beragama itu. Surat yang saya maksud tersebut adalah surat 107 [Al-Maun]. Mari kita perhatikan satu demi satu ayatnya.

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?(QS. Al-Maun [107]:1)

Surat ini dibuka dengan sebuah pertanyaan yang amat serius. “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?”Sudah semestinyalah pertanyaan tersebut menggerakan pikiran kita untuk menelaah dan mencari tahu siapakah yang benar-benar beragama dan siapakah yang mendustakan agama itu. Atau adakah kita sebenarnya belum memahami dengan baik akan hal ini. Sungguh tentu tidaklah bisa kita menjalankan kehidupan beragama itu secara ala kadarnya. 

Tidaklah layak kita beragama hanya sekedar mengikuti saja apa katanya dan katanya. Beragama haruslah kita jalani dengan sepenuh hati dan dengan sepenuh kesadaran hati. Haruslah kita paham betul apalah itu agama, kenapa harus ada agama dan apa sebenarnya tujuan kita beragama. Ingat bahwa iman itu haruslah memiliki dasar. Keyakinan itu haruslah berdiri di atas sebuah hujjah. Berdiri di atas sebuah keterangan yang akal dan hati kita mengiyakan serta membenarkannya. Itulah kenapa sebelum berislam, kita haruslah terlebih dulu beriman. Karena kualitas iman kitalah yang akan menentukan kualitas keislaman kita itu. Iman yang seadanya; iman yang sekedar ikut-ikutan saja, hanya akan membuat kualitas beragama kita pun menjadi seadanya pula. Dan bukankah bisa jadi kita sebenarnya termasuk orang yang telah mendustakan agama tanpa kita menyadarinya?

Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.(QS. Al-Maun [107]:2-3)

Inilah definisi yang Allah sampaikan kepada kita tentang siapa yang Ia anggap sebagai orang yang mendustakan agama itu. Bisa jadi mungkin kita telah membaca ayat ini puluhan atau bahkan ratusan kali banyaknya. Namun ayat ini berlalu begitu saja dari pikiran kita tanpa kita tergerak untuk memperhatikannya dengan seksama. Dan bisa jadi, saat ini, ketika kita mulai memperhatikannya dengan serius, kita menjadi terkejut dengan definisi yang Allah sampaikan tentang siapa orang yang mendustakan agama itu. Karena mungkin bisa jadi definisi tersebut diluar dugaan dan bayangan yang kita punya selama ini.

Apa yang Allah sampaikan pada ayat dua dan tiga surat Al-Maun ini mungkin juga terlihat sederhana bagi sebahagian orang. Tapi perlu kita ketahui bahwa ini bukan sebuah perkara yang main-main. Ini adalah sebuah perkara yang amat penting. Karena ketika kita memahami pesan dari ayat-ayat tersebut, kita akan dapat sampai kepada pemahaman yang sebenar-benarnya tentang esensi dari beragama itu.

Dan jika kita mau menelaah dengan sepenuh kejujuran hati, kita akan mendapati bahwa sebenarnya masih banyak dari kita yang dapat disebut sebagai orang yang mendustakan agama. Dari ayat-ayat di atas kita dapat menangkap bahwa sesungguhnya agama itu ada agar kita dapat saling memuliakan sesama anak manusia. Agar kita saling jaga, saling lindung-melindungi, saling berbagi dan saling mengasihi. Maka ketika kita mengaku beragama, tapi kita hidup dalam ketidak-pedulian terhadap sesama, berperilaku zalim kepada mereka yang lemah dan mengabaikan mereka yang miskin, sebenarnya kita termasuk dari mereka yang mendustakan agama itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun