Astagfirullahaladzim. Baru kali ini, seumur hidup, penulis mendapati lafadz adzan (azan) diubah dan disisipi kalimat jihat.
Patutlah banyak ulama dan habaib menggelengkan kepala setelah begitu ramainya publik membicarakan soal adzan diubah, ditambah kalimat ajakan berjihat. Melalui WAG dan media sosial, prihal azan itu kemudian menjadi pembicaraan hangat.
Sekali lagi, Astagfirullahaladzim. Sungguh, hati terasa perih ada manusia demikian beraninya mengubah lafadz adzan. Adzan sejatinya merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya shalat fardu. Dikumandangkan oleh seorang mu'azin (di masjid, mushalla) setiap shalat lima waktu. Setelah adzan  disusul dengan iqomah sebagai seruan bahwa shalat segera dilaksanakan.
Dulu, di rubrik Kompasiana, penulis pernah menyinggung prihal perbedaan lafadz adzan Ahlusunah dan Suni.
Kita tahu lafadz adzan, khususnya penganut Suni, sbb:Â
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (2x) . Asyhadu allaa illaaha illallaah. (2x) .Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2x) . Hayya 'alashshalaah (2x) . Hayya 'alalfalaah. (2x) . Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x). Laa ilaaha illallaah (1x).
Sekali lagi adzan tersebut banyak dipakai pada kalangan Ahlusunah di berbagai pelosok tanah air.Â
Sementara itu untuk kalangan syiah sering terdengar ditambahi lafadz Hayya 'al khair al-'amal. Lengkapnya seperti di bawah ini. Allhu Akbar Allhu Akbar (2 kali). Asyhadu an-l ilha illallh (2 kali). Asyhadu anna Muhammadar Raslullh (2 kali). Hayya 'al ash-shalah (2 kali). Hayya 'ala al-falah (2kali). Hayya 'al khair al-'amal (2 kali). Allahu Akbar Allhu Akbar. L ilaha illallah (2 kali).
**
Di sini penulis tak ingin membahas perbedaan lafadz adzan penganut suni dan syiah. Biarlah hal itu jadi ranah bagi para ulama yang duduk di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mereka lebih memiliki kompetensi untuk memberikan penjelasan.
Kini, soal lafadz adzan berbeda tetiba muncul begitu mengejutkan. Awalnya, ingin cepat-cepat memberi respon dengan nada marah. Patut diduga bahwa hal itu  sebagai pancingan untuk mengadu-domba umat Islam.
Kala kita marah, bisa jadi dapat dimaknai bahwa pancingan mereka mengena dan selanjutnya sangat berpotensi disusul isu lain. Kita paham, kata jihat yang sekarang disisipi pada lafadz adzan sebelumnya pernah diangkat pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq.
Sang Imam itu pernah menyatakan, setelah kata revolusi (disusul kata akhlak) digaungkan kemudian berlanjut dengan pernyataan provokatif akan menggelar jihat.Â
Nah, jika kita sedikit menggunakan nalar dan akal sehat, maka tentu ada pertalian erat kata jihat yang diangkat sang imam dan lafadz adzan ditambahi kata jihat seperti yang menjadi berita aktual sekarang ini.
Menganalisis sumber informasi kata jihat yang ada dalam lafadz adzan terasa begitu sederhana. Pasalnya, kita yang sehari-hari disuguhi informasi (berkelanjutan) prihal satu topik, akan membuat pengguna gawai mudah memahami pertalian satu berita dengan topik berita berikutnya.
**
Sekali lagi, adzan adalah seruan atau panggilan untuk memberitahukan waktu shalat fardhu telah tiba. Lalu disusul Iqomah yang juga merupakan suatu panggilan untuk segera melaksanakan shalat.Â
Nah, karena adzan itu demikian penting kedudukannya dalam menjalani ibadah shalat lima waktu, maka pembawa adzan (muadzin) harus memperhatikan kata yang diucapkan. Maka, ketika muadzin menyebut Allah, harus jelas haruf lam tebal.
Ini adalah bagian dari ilmu tajwin yang harus diperhatikan. Apabila lafadz Asyhadu allaa illaaha illallaah, kata asyhadu jangan diubah menjadi asadu. Sebab, jika kita pahami artinya sangat jauh.
Asyhadu allaa illaaha illallaah artinya aku bersaksi tiada tuhan selain Allah. Sedangkan kata asad artinya singa, asadu artinya singa yang buas. Tentu saja jika diartikan rangkaian kalimat tersebut menjadi menyimpang jauh dari lafadz adzan dalam keseharian umat Muslim. Bagi yang paham, hal ini akan cepat diluruskan.
Beranjak dari hal ini, maka sungguh keterlaluan jika adzan yang sejak zaman Rasulullah, Nabi Muhammad Saw ajarkan melalui Bilal bin Rabah diubah ditambahi kata jihat.
Dalam perspektif historis, adzan tak bisa dilepaskan dari sosok Bilal bin Rabah. Keputusan memanggil umat melalui adzan untuk sholat adalah salah satu ciri yang membedakan dengan agama lain. Kita tahu, pada agama lain untuk memanggil umatnya ada yang menggunakan genta, lonceng dan terompet.
Kita patut bersyukur, umat Muslim tak terporvokasi oleh oknum yang berniat jahat melalui kumandang adzan. Lafadznya diselipkan kalimat hayya alal jihad, yang berarti mari kita jihad.
Untunglah ulama, termasuk dari MUI, cepat memberikan pencerahan dan meneduhkan terkait isu menyesatkan. Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan menegaskan, adzan seperti itu dinilai tidak pas, menyerukan jihad dalam kondisi aman, apalagi ada yang sambil membawa senjata tajam, pertanyaannya mau jihad melawan siapa?
Jihad sejatinya untuk meninggikan kalimat Allah, untuk mengangkat citra islam.
Nah, kini kita berharap pihak berwajib bisa cepat menyelesaikan isu sensitif itu. Jangan sampai kemudian adzan seperti itu ada di antara umat Islam menganggap sebagai pembenaran. Perlu ada pelurusan.
Bagi kita, ke depan, penting untuk para pengurus masjid (takmir) untuk memperhatikan para mua'zim, orang  yang ditugasi mengumandangkan panggilan ibadah (shalat), yaitu Adzan dan Iqomah. Janganlah kesalahan lafadz adzan, apa lagi diubah, dianggap sebagai seuatu kesalahan yang wajar.
Di Saudi Arabia, kita yang jadi anggota jemaah haji tidak boleh sembarangan tampil sebagai mua'zim di sejumlah masjid yang bertebaran di sekitar Masjidil Haram. Orang-orang pilihan yang akan menjadi Mua'zim dan imam masjid di negeri itu harus menjalani uji kompetensi.
Setelah mendapat sertifikat dari pihak otoritas setempat, maka barulah mereka dibenarkan tampil sebagai imam dan mu'azim.
Mungkin jika di tanah air diberlakukan hal serupa, bisa jadi bakal menuai protes. Â Kok, untuk urusan ibadah saja negara bisa ikut campur terlalu jauh.
Tapi, ada betulnya juga, setidaknya orang-orang yang mengurusi masjid agar memiliki kemampuan sehingga untuk lafadz adzan tidak mengalami kesalahan.
Salam berbagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI