Langkah Pangdam Jaya menurunkan baliho itu juga diikuti beberapa warga di berbagai daerah. Terakhir, Pangdam Siliwangi juga ikut bersama Satpol PP menurunkan baliho sang imam FPI itu.
Kenapa hal itu baru dilakukan sekarang?
Ya, jelas lah, lantaran warga sejak lama menyimpan rasa takut dengan gerombolan FPI. Takut dicap sebagai umat yang tidak menghormati ulama (anti-ulama) dan dinilai sebagai anggota partai terlarang, PKI.
Tentu, jika penurunan sang imam FPI itu dilakukan dan dimotori TNI rakyat merasa terayomi. Rasa takut sirna. Dan sekarang ucapan kriminalisasi ulama di berbagai tempat menurun drastis.
Jadi, kita semakin paham akan teori komunikasi bahwa pesan yang disampaikan berulang-ulang akan diterima sebagai kebenaran. Kenyataan ini memunculkan gejala baru, yaitu hadirnya pengikut fanatik buta. Â Beragama tak lagi menggunakan logika dan iman.
Demikian halnya dengan menampilkan wajah sang imam melalui baliho. Belakangan pengikutnya mengkultuskan sang imam secara berlebihan. Salah satunya dengan cara memelintir pembacaan salawat Nabi Saw diganti dengan nama sang imam.
Hal itu sempat viral dengan pelakunya anggota FPI di hadapan poster sang imam. Astagfirullah.
**
Bila kita melihat langkah Pangdam Jaya masuk ke ranah publik, muncul pertanyaan  untuk urusan yang recehan ini kok bisa menimbulkan memunculkan kontroversial?
Sebetulnya, ya tidak perlu terjadi kontroversial. Sebab, penulis berulang kali menyaksikan tentara turut ambil bagian mengamankan konflik sosial di Kalimantan Barat.
Ketika tentara tampil memadamkan kebakaran hutan, publik tak ribut. Kala TNI tampil memulihkan daerah yang dilanda bencana alam, publik tak ribut.Ketika tenta hadir di persawahan membantu petani, ya juga tidak ribut.