Ada kebiasaan warga seusai makan ditindak lanjuti dengan minuman penutup berupa minuman beralkohol. Mungkin karena saking sudah berurat-akarnya mengonsumsi minuman keras, tidak heran kita sering mendapati orang kaya tidur di selokan.
Jadi, orang yang banyak duit lebih gemar tidur di tepi selokan ketimbang di hotel mewah atau di kediaman ditemani isteri tercinta. Saking banyaknya punya duit, bingung dan akhirnya menikmati keindahan hidup dengan minum minuman keras. Lalu, tanpa sadar, tepi seolakan di ruas jalan tertentu dijadikan tempat tidur.
Penelitian dari kalangan kesehatan tak pernah mengungkap secara terbuka  warga di daerah mana saja yang gemar mengonsumsi minuman keras. Padahal itu penting disampaikan. Sebab, indikator warga yang  kesehatannya terganggu karena penyakit gula, gagal ginjal dan kemudian cuci darah, salah satunya karena berlebihan mengonsumsi minuman keras.
Memang masih banyak lainnya seseorang menderita sakit lantaran minuman keras. Yang jelas, minuman keras lebih banyak mudaratnya.
Nah, mumpung RUU Minol tengah dibahas, tentu para anggota dewan sudah paham betul makna mabuk, pemabuk dan memabukan. Tahu persis peta penyebaran minuman keras dan adat kebiasaan warga yang menjadikan minuman keras sebagai tradisi.
Tapi, tak kalah penting anggota dewan juga harus paham mabuknya orang jatuh cinta, Â rindu karena cinta, mabuk harta, mabuk kedudukan dan mabuk wanita.
Hanya dengan cara itu, kearifan lokal dapat secara bijaksana diberlakukan larangan minuman keras. Ya, tanpa harus menyakiti tetapi saling menyayangi seperti Rasulullah Saw melindungi Nu'aiman, sang pemabuk.
Salam berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H