Ini adalah resiko. Tapi, sungguh, setelah menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga kini ia sudah memberanikan diri turun ke dapur. Melayani anaknya ketika minta dibuatkan susu, misalnya.
"Jadi, sekarang bisa masak. Kalau masak air, tentu tidak bakal hangus," kataku sambil bergurau.
Namun berbeda dengan sang adik. Ilmu yang didapat dari universitasnya nyaris tak terpakai. Sepertinya orangtua telah gagal.
Putera kami ini punya hobi memasak. Ia adalah penguasa dapur kala berada di rumah. Nah, lantaran hobi ini pulalah kemudian ia diberi tambahan ilmu memasak. Kuliah memasak dan menjadi juru masak.
Panggilan kerennya chef atau koki. Belakangan ia lebih bangga dipanggil Chef Andri.
Nah, tentu saja lapangan pekerjaan untuk juru masak tak selalu menggembiarakan. Terlebih saat pandemi Covid-19 ini. Membuka kafe dengan modal dari orangtua hasilnya tak menggembirakan. Beruntung, Chef Andri dapat diterima bekerja di salah satu perusahaan pelayaran.
Setelah menjalani pendidikan memasak dan berlanjut ke pendidikan perkapalan, ia beruntung selain dapat mengemudikan kapal juga masih dapat menyalurkan hobinya memasak.
Lantas, bagaimana dengan anak gadis kami yang kini sudah menjadi seorang ibu dan baru belajar memasak?
Ya, sesekali bertanya kepada sang adik tentang resep masakan nusantara. Karena sang adik sayang kepada kakaknya, sang adik memberi kuliah jarak jauh. Gantian, kalau sang adik sakit kepala ia mina dibuatkan resep obatnya.
Salam berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H