Sungguh, kedua anak ini sangat dekat dengan bapaknya ketimbang ibunya. Tegasnya, lebih 'lengket' dengan penulis baik kala masih kecil hingga dewasa dan masuk perguruan tinggi (universitas).
Ada perbedaan mendasar sangat mencolok dari sisi perwatakan. Anak lelaki cenderung "mandiri" dalam menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan anak perempuan lebih manja dan rajin belajar. Kendati begitu, penulis memperlakukan sama baiknya.
Kendala muncul ketika keduanya memasuki usia remaja. Anak perempuan kami, Indah lebih getol belajar sehingga prestasi tergolong istimewa di sekolah. Â Sementara sang adik lebih menyukai menyalurkan hobi. Kewajiban belajar ditempuh cara santai.
Puteri kami sangat berambisi di sekolah untuk tampil sebagai murid terbaik dari sisi prestasi. Ketika usai lulus sekolah lanjutan pertama ia ngotot untuk masuk sekolah favorit. Tanda-tanda itu mulai terlihat kala ia masih sekolah di Jakarta dan selanjutnya ketika kami pindah ke Pontianak.
Puteri kami ini akhirnya mampu menyelesaikan kuliahnya di fakultas kedokteran.
Berbeda dengan sang adik. Ia lebih santai dalam belajar sehingga prestasinya di sekolah selalu menempati 10 besar dari bawah di kelasnya. Tapi, sungguh luar biasa, ketika pindah kembali ke Jakarta mampu menyelesaikan kuliahnya di jurusan ilmu komunikasi.
Â
**
Garis tangan anak tak ada yang tahu, begitu kata orang bijak. Orangtua hanya mampu mendorong agar anaknya memiliki ilmu yang cukup sebagai bekal di hari tuanya. Bukan warisan harta.
Karenanya, anak gadis kami tak paham tentang seluk beluk urusan dapur. Tak bisa memasak. Itu disebabkan  sejak kecil, kami selaku orangtua, tak memberi pemahaman dan praktek kerja di dapur. Pasalnya,  membiarkan bebas anak gadis menseriusi urusan belajar.