Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ngeri, Jadi Wartawan Kompasiana Mau Dibunuh

23 Oktober 2020   20:30 Diperbarui: 24 Oktober 2020   02:14 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ampun deh. Jadi, hari gini enggak tahu Kompasiana?" pikir penulis.

Tapi, ya agar persahabatan tidak menjadi rusak, penulis hanya memberi jawaban ringan.

"Gaji sih enggak besar.  Namanya saja saya ini penulis recehan.Tentu saja, hasil yang didapat recehan pula," kata penulis sambil melempar senyum.

Nah, sejak itu masih ada rekan yang percaya bahwa saya adalah Wartawan Kompasiana. Padahal sih, enggak gitu. Hanya saja, rekan penulis ini kuper alias kurang gaul. Masa' enggak tahu apa itu Kompasiana.

Realitasnya, Kompasiana itu memang masih dianggap sebagai sebuah media.  Ingin tahu?

Begini. Penulis pernah dicari-cari warga di salah satu pemukiman Tangerang, Banten. Awalnya,  ada sebuah perhelatan. Yaitu sabung ayam "sparing partner" dijadikan bahan tulisan. Tulisan itu oleh admin jadi artikel utama di Kompasiana. Keren, kan? Penulis pun merasa gembira.

Dua hari berikutnya, penulis mendapat telepon. Dari seberang sana, salah seorang dari kawasan pemukiman itu mengeluarkan ancaman. Sebab, artikel itu menimbulkan kesan bahwa di daerahnya telah dijadikan kawasan sabung ayam, taruhan pula.

Eih, ala mak!

Beberapa hari berikutnya penulis mendatangi orang yang mengeluarkan ancaman. Ya, dihadapi. Penulis merasa yakin tak salah. Sebab, dalam artikel itu tak sepatah-kata pun tertulis kata judi. Sabung ayam adalah fakta.

Tidak ada persiapan khusus menghadapi orang yang mengeluarkan ancaman membunuh penulis. Hadapi dengan baik. Dan, singkat cerita mereka merasa keberatan sabung ayam "sparing partner" dipublikasi. Terlebih kawasan itu disebut dekat pondok pesantren yang dipimpin Ustaz Yusuf Mansyur.

Kesimpulannya, mereka tidak terima karena seolah tak peduli dengan lingkungan. Sementara  warga setempat menjunjung nilai-nilai agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun