Pak Wijaya Kusuma, dosen di salah satu universitas di Kalimantan Barat, nyaris tewas dibunuh isterinya menggunakan pisau dapur. Â
Bermula ketika istri tercintanya minta penjelasan siapa perempuan yang baru datang ke kediamannya.
Dengan penuh keterbukaan Wijaya menjelaskan bahwa perempuan yang dimaksud istrinya itu adalah Sofiah, mahasiswanya yang tengah dibimbingnya dalam menyelesaikan skripsi.
Isteri Wijaya,  sebut saja Maimunah, tidak percaya bahwa Sofiah benar-benar mahasiswa meski ia sendiri mendengar isi pembicaraan antara Wijaya dan Sofiah  di ruang tamu. Semua membicarakan menyangkut materi bahan skripsi.
Seolah Wijaya dibuat stres lantaran penjelasannya tak kunjung dapat diterima. Ia tetap saja dituduh berbohong dan minta kepadanya untuk mengaku saja. Seusai ke dapur, Maimunah kembali minta penegasan Wijaya untuk mengakui telah berselingkuh.
Dengan menyebut beberapa kali atas nama Tuhan, penjelasan Wijaya tak dapat diterima. Malah isterinya mengajak berduwel sambil menghunuskan pisau dapur ke arahnya.
Dan, sontak, Pak Wijaya mundur. Lalu keluar rumah sambil minta tolong kepada para tetangga agar isterinya yang tengah kalap dapat diredakan.
Jauh sebelumnya, Pak Wijaya juga sering merasa heran ketika bersama isteri keluar ke mall atau ke kediaman anggota keluarga. Istrinya, yang duduk disamping ketika menyetir mobil sering memperhatikan gerakan dirinya.
Ketika keluar dari garasi, Â isterinya marah jika ia bertegur sapa dengan seseorang. Lebih marah lagi jika Wijaya menegur seorang wanita, apakah ia seorang nenek atau anak gadis. Pokoknya, marah tanpa alasan.
Awalnya, Wijaya menganggap sebagai sesuatu yang wajar. Maklum, Â wanita yang jadi istrinya itu tengah temperamental karena datang bulan. Atau, cemburu. Bisa saja ingin menunjukan dirinya sayang kepada dirinya.
Namun mengapa semua terjadi sekarang. Dulu, Maimunah tenang. Anteng dan pendiam, pikirnya.